Share

Bagian 147

“Agam, jangan begitu. Ibu sendirian menghadapi semuanya, Agam. Ibu harus bagaimana? Ibu malu, warga berkumpul di depan rumah kita semua.” Tangis ibu mulai keras terdengar.

 “Kalau begitu, Ibu pergi saja. Jangan menampakkan diri di hadapan mereka semua. Biar Ibu tidak malu.”

“Agam, tolonglah adik dan bapakmu. Bagaimanapun, mereka adalah keluargamu, Gam. Jangan tega seperti itu.”

“Keluarga yang hanya membutuhkanku saat ada masalah, Bu. Giliran aku yang terjatuh, tidak satu pun mengulurkan tangan untukku.” Setelahnya, kuputus sambungan telepon dari ibu dan mematikan gawaiku.

Aku diambang bimbang, antara sakit hati dan merasa berdosa. Akan tetapi, mungkin perlu sekali-sekali memberi mereka pelajaran tidak peduli diriku masih sangat dibutuhkan di sana. Masih teringat jelas saat Rani begitu tak acuh mendengarku meminta semangkuk mie ayam. Rasanya, sulit dilupakan.

Mengabaikan pikiran tentang apa yang m

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status