Share

Bagian 142

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-12 10:48:15

Kuberanikan diri untuk mendongakkan kepala. Terlihat seorang gadis kecil berdiri di ambang pintu sambil menangis sesenggukan. Nadia sudah SMP, dia sudah cukup umur untuk memahami apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Ada sorot kerinduan di sana. Aku tidak kuat melihat wajah yang begitu sedih itu. Betapa perbuatanku memang telah melukai banyak orang.

“Baiklah, Bu, saya permisi dulu. Mas Tohir, saya permisi. Nadia.” Aku memanggil gadis yang menginjak remaja. “Ibu sangat merindukan Nadia. Nadia mau bertemu ibu, kan?” Tak peduli akan diumpat lebih kasar lagi, aku bertanya pada anak Anti.

 “Cepat pergi dari sini. Tidak usah menambah kekacauan pada kehidupan anakku. Dia sudah baik-baik saja saat ini!” Tohir menghardikku, hingga tubuhku sedikit bergetar.

Aku beringsut mundur dan memakai sandal untuk kemudian melangkah menuju kendaraan.

“Agam!” Sebuah suara bariton memanggil saat diriku sudah berada di atas

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (18)
goodnovel comment avatar
Arie Titik Puspita
hebat ya authornya....dah bisa bikin yg baca uring uringan dg tokoh tokohnya............ceritanya juga...semangat thor
goodnovel comment avatar
Nur Janah
kasihan kamu gam gam...
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
eeehhh baru sadar kan Gam.. keluarga mu menggerogotimu sampai ketulang² nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 143

    “Kok, kewajibanku, Pak? Kan, Iyan yang buat anak.”“Bapak sama Ibu udah biayai kamu jadi pegawai, lho, Gam.” Bapak tidak sungkan untuk membahas kebaikannya untuk anak sendiri. “Sudahlah, kamu jangan bahas uang Rani lagi. Ya, wajar saja kalau dia ingin menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi.”Aku mengangguk, pura-pura paham. Rasa sakit hati ini sudah berada di titik tertinggi, tetapi aku tidak akan melawan mereka dengan otot. Aku harus menyusun strategi untuk mendapatkan kembali uang yang harusnya menjadi milikku.Rani, Iyan, tunggu pembalasan dariku, yang selalu kalian zalimi.“Jadi, bagaimana? Apa Ibu benar-benar tidak akan membawa seserahan makanan untuk pihak keluarga Anti?”“Ibu mau bawa, Gam. Tapi, mana uangnya?” jawab ibu pasrah.“Minta sama Iyan, Bu, bagianku dari penjualan kayu. Dua juta cukup buat beli beberapa kaleng biskuit.”“Gak bisa gitu,

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bab 144

    Hari pernikahanku dengan Anti tiba. Meskipun tanpa rasa cinta seperti dulu, tetapi aku sudah bertekad untuk bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat. Aku tidak mengurus berkas ke KUA. Karena untuk sementara, kami sepakat menikah secara siri. Setelah diriku bisa tinggal di rumahnya, baru akan kuurus secara negara. Tidak punya rumah membuatku bingung.Sebelum berangkat, aku menghubungi Mbak Eka, berharap dirinya bisa mendampingiku mengucapkan ijab kabul pada wanita yang tengah mengandung anakku. Jawabannya sungguh mengejutkan. Dirinya, yang selama ini mengatakan sangat menyayangiku, hari ini menolak permintaanku.“Makanya, Gam. sama saudara itu yang akur. Kamu butuh juga, kan? Kemarin, kenapa kamu seperti itu sama Rani? Buat perkara saja. Rani itu istrinya Iyan. Kamu menyakitinya, sama juga kamu menyakiti perasaan Iyan, juga aku. Maaf, Gam, aku lebih menghormati perasaan Iyan. Jadi, aku tidak bisa datang.”Sungguh miris. Diriku datang sendiri da

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 145

    Malam telah tiba, terasa sunyi dan sepi karena hanya ada berdua di rumah ini. Tidak ada kehangatan antara diriku dengan Anti.“Anti, ada yang kamu inginkan, tidak? Selayaknya orang ngidam, gitu?” tanyaku saat melihatnya berbaring di sofa depan televisi.Dirinya hanya melirik sekilas padaku yang ikut duduk pada benda sangat empuk itu. Setelahnya, kembali menatap layar besar di depan. Barang-barang di rumahnya termasuk mewah. Maklumlah, dulu Tohir begitu memanjakan Anti, sehingga apa pun yang diinginkan pasti dituruti.“Aku gak ingin apa-apa, Mas. Kamu tidur saja, pasti capek.”Sebenarnya aku tahu, di mana kamar Anti, tetapi rasanya malu. Aku tahu, Anti mau menikah denganku karena terpaksa. Jadi, tidak akan ada kemesraan indah layaknya pasangan pengantin baru.Anti bangun dan kembali lagi dengan sepiring makanan, menyantap lahap di hadapanku tanpa mengajak ikut serta. Kutelan saliva melihatnya menyuap nasi dengan rendang mengg

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 146

    Sebelum sampai di rumah Anti, aku berhenti sejenak untuk mengatur rasa yang membuncah. Ini lebih membingungkan dibandingkan menghadapi keluargaku. Bila dengan mereka, aku bebas marah ataupun pergi, tapi aku bisa apa saat menghadapi sikap dingin Anti?Terbesit keinginan untuk kembali ke kantor, mengingat di rumah itu, aku seperti manusia yang tidak punya harga diri. Namun, aku ingat bayi yang ada dalam kandungannya. Aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama.Untungnya, di dalam tas masih ada uang dua juga pemberian bapak dan juga satu juga yang diberi ibu. Bisa untuk bekal hidup, sambil cari-cari sampingan.“Assalamualaikum.” Aku mengetuk pintu. Bagaimanapun, ini bukan rumahku, sopan santun harus tetap kujaga.Anti membuka pintu dengan raut muka yang dingin.Bibir ini kutarik, mencoba untuk beramah tamah dengan wanita yang sudah sah secara agama menjadi istriku. “Sudah makan?” tanyaku.Anti hanya mengangguk.&

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 147

    “Agam, jangan begitu. Ibu sendirian menghadapi semuanya, Agam. Ibu harus bagaimana? Ibu malu, warga berkumpul di depan rumah kita semua.” Tangis ibu mulai keras terdengar.“Kalau begitu, Ibu pergi saja. Jangan menampakkan diri di hadapan mereka semua. Biar Ibu tidak malu.”“Agam, tolonglah adik dan bapakmu. Bagaimanapun, mereka adalah keluargamu, Gam. Jangan tega seperti itu.”“Keluarga yang hanya membutuhkanku saat ada masalah, Bu. Giliran aku yang terjatuh, tidak satu pun mengulurkan tangan untukku.” Setelahnya, kuputus sambungan telepon dari ibu dan mematikan gawaiku.Aku diambang bimbang, antara sakit hati dan merasa berdosa. Akan tetapi, mungkin perlu sekali-sekali memberi mereka pelajaran tidak peduli diriku masih sangat dibutuhkan di sana. Masih teringat jelas saat Rani begitu tak acuh mendengarku meminta semangkuk mie ayam. Rasanya, sulit dilupakan.Mengabaikan pikiran tentang apa yang m

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 148

    “Asal kamu tahu, tidak ada satu pun wanita yang mau berada di posisi seperti itu. Baktimu terhadap orang tuamu, jelas menyakiti perasaan siapa pun yang menjadi istrimu. Keponakan dan anak, jelas memiliki tempat yang berbeda, Mas. Aku membenci Aira, aku membenci orang tuamu, juga saudara-saudaramu yang terkesan memanfaatkanmu, Mas.”Anti tergugu dan aku benar-benar menghentikan makan siang ini.“Anti, aku tahu, aku paham jika apa yang kamu katakan dan kamu pikirkan tentang aku, semuanya benar. Tapi, aku ingin berubah. Tidak hanya ingin, tapi sudah siap untuk berubah. Apa yang terjadi dengan Nia, tidak akan pernah lagi menimpa istriku. Jadi, kamu tidak usah takut, aku akan memintamu untuk menyerahkan apa yang kamu miliki untuk kebahagiaan mereka.”“Orang tuaku, mereka juga sudah tidak suka sama kamu, Mas. Sebenarnya, waktu kita tertangkap warga, mereka berdua berusaha meyakinkan dan membujuk Mas Tohir agar tidak menceraikanku. D

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 149

    “Istrinya Mimin benar-benar tidak terima karena sudah merasa dipermalukan dan dicemarkan nama baiknya oleh bapak kamu, Gam … Mimin sore nanti katanya mau pulang dari Jakarta katanya. Gam, tolong ke sini, bantu bapakmu,” pinta Ibu penuh iba.. “Tapi palingan si Wiwin nanti yang kena damprat suaminya karena sudah selingkuh” lanjutnya lagi. Heran saja, suka sekali ikut campur urusan orang. kalau urusannya ribet seperti ini, aku juga yang harus ikut turun tangan.Sejenak bimbang, jika ini masalah Iyan, sudah tentu diriku tidak mau mengurusnya, tapi bagaimanapun, yang terlibat masalah adalah orang yang telah membesarkan diriku dengan tangannya. Akhirnya, dengan terpaksa diriku pulang ke rumah Ibu.Sampai di sana, Rani terlihat duduk melamun di kursi dengan mata sembab. Kehilangan uang lima juta saja, dia seperti ini. Apalagi bila berada di posisi Nia, yang merelakan gajiku untuk membahagiakannya?Bapak terlihat murung terpekur di a

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 150

    Suatu sore, saat aku pulang kerja, Anti tengah berkumpul di rumah bersama teman-teman guru sewaktu dirinya dan aku masih mengajar. Rata-rata dari mereka, aku juga mengenalnya.“Eh, ketemu Mas Agam, lama sekali ya baru lihat …” salah satu dari mereka menyapa.“Sini, sini, Mas, ikut gabung …” ucap yang lain.“Iya, dulu aja, pandai buat kita tertawa, jinak banget sih sejak jadi suami Anti, gak mau kumpul lagi …” aku hanya tersenyum menanggapi sapaan mereka. Bingung, mau ikut duduk bersama, atau memilih berlalu ke dalam.“Eh, Mas, nikah kok gak undang-undang kita, sih?”“Anti gak mau diganggu, Jeng, habis itu kan bisa langsung mojok kalau gak ngundang kita-kita, ya gak?” Gelak tawa membahana, menyambut candaan dari salah satu perempuan yang kira-kira ada sepuluhan orang itu.“Bukan begitu, Jeng … kita ngirit, biar gak keluar banyak biaya aja waktu nikah

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-12

Bab terbaru

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status