Gugup, Katherine dilanda kegugupan. Ia dan Frederick begitu dekat, hanya sejengkal saja ruang yang tersisa di antara mereka. "Fred, ma—u a—pa?" Lagi Katherine bertanya, aroma tubuh maskulin Frederick mulai masuk ke indera penciumannya, dan membuat jantungnya kembali berdetak kencang. Frederick malah toleh kanan, toleh kiri sambil semakin menghimpit tubuh mungil Katherine ke pilar istana. "Fred, awh sakit! Kau kenapa?" Katherine tersentak, tangannya ditarik kembali tiba-tiba. Frederick tak membalas, malah menyeret Katherine dan berjalan cepat menuju kamar. Semakin was-was Katherine. Berulang kali memanggil-manggil nama Frederick. "Frederick, lepaskan tanganku!" "Frederick!" Keributan yang ditimbulkan di sepanjang lorong membuat para bangsawan dan para pelayan yang sedang melakukan tugasnya terlihat terkejut serta penasaran. Kendati demikian, mereka tak berani bertanya, hanya membungkukkan badan dengan hormat saat Frederick dan Katherine melintas di depan mata mereka.
Teriakan Frederick begitu menggelegar sampai-sampai para pelayan di luar kamar terperanjat kaget. Sama halnya dengan keadaan Katherine di dalam, terkesiap pula. Dia spontak tak jadi memutar gagang pintu. Namun sekarang tangannya bergetar pelan, menahan takut. Sebab untuk pertama kalinya mendengar Frederick menjerit. Dengan perlahan, ia menoleh ke arah Frederick. Ekspresi terkejut juga yang didapatkan Katherine. Sepertinya lelaki bermata biru itu baru menyadari akan sikapnya barusan, terlampau garang dan kasar hingga membuat wanita yang berstatus menjadi istri kontrak itu membeku di tempat. "Ruangan apa ini?" Meski takut, Katherine pun bertanya. Penasaran dan heran mengapa Frederick terlihat begitu naik pitam saat ini. Padahal tadi sempat mengajaknya bersenda gurau. Tak ada sahutan, Frederick membuang napas kasar lalu menyugar rambut bagian depan ke atas. Dengan sabar Katherine menanti jawaban. Namun Frederick tak kunjung menggerakkan bibir. Ruangan luas dan didominasi warna pu
Katherine diserang kepanikan mendadak. Kendati demikian membungkukkan badan juga, guna menghormati Celine, ialah ratu Denmark dan sekaligus mama Frederick. Setiap kali bertatap muka dengan Celine. Ia merasa sedang dikuliti. Sebab tatapan mama Frederick begitu mengintimidasi dan dingin. "Selamat siang Ratu." Katherine terlebih dahulu menyapa. "Siang." Datar dan tanpa ekspresi Celine menanggapi. Katherine tersenyum kecut, bingung dengan situasi saat ini. Entah sejak kapan wanita berusia 44 tahun itu berada di sekitar lorong kamar Frederick. Katherine sangat penasaran, apakah Celine mendengar obrolan dia dan Frederick tadi? Semoga saja tidak, pikir Katherine sesaat. Kali ini Katherine sedikit keheranan, mengapa saat ini tidak melihat para pelayan yang biasa menemani sang ratu kemana pun ia pergi. Ia hendak bertanya namun perintah Celine, mengurungkan niatnya. "Ikut denganku." Celine memutar tubuh tiba-tiba lalu melangkah dengan anggun
Cahaya lampu di sekitar tampak temaram. Namun, berkat cahaya bulan di atas langit, Katherine dapat melihat wajah Karl meski samar-samar. Kini, dalam jarak beberapa meter, Karl tengah menoleh ke kanan dan ke kiri, seakan-akan tengah memastikan keadaan di sekitar. Bagi siapa pun yang melihat pasti akan menimbulkan tanda tanya besar. Katherine membungkukkan badan tatkala hampir saja pandangannya bertemu dengan Karl barusan. "Mencurigakan sekali, ke mana Karl pergi ya?" gumam Katherine pelan sambil matanya sesekali melirik ke depan. Ia bergeming, sedang mengambil ancang-ancang untuk mengikuti Karl. Sejak tadi bersembunyi di balik hamparan bunga yang menjulang tinggi di sekitar taman. Mata Katherine seketika membola saat dari arah selatan, seorang pria yang wajahnya tidak jelas menyembul dari balik semak-semak. Katherine kesulitan melihat wajah pria tersebut. Karena lelaki itu membelakangi Katherine. Namun yang jelas bukan Leon, kaki tangan Karl dan juga bukan orang yang pernah dia tem
Dalam keadaan minim pencahayaan, Katherine berusaha memberontak dan tanpa pikir panjang menginjak kaki si pelaku. "Awh!" Berhasil, si pelaku reflek menurunkan tangan. Akan tetapi dahi Katherine berkerut samar saat mendengar rintihan yang tak asing sekarang. Secepat kilat ia memutar badan. Mata Katherine terbelalak. "Frederick ..., mengapa kau ada di sini?" tanyanya heran dan penasaran. Frederick terlihat meringis. "Tenagamu lumayan kuat, uh. Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau malam-malam begini ada di hutan?" Katherine hendak membalas namun akan teringat tujuannya masuk ke dalam hutan tadi. Lantas dengan cepat memutar tubuh ke belakang. Dahinya kembali berkerut sebab kumpulan manusia tadi tiba-tiba menghilang. Dia bergegas berlari kecil ke depan sambil mengabaikan suara panggilan Frederick di belakang."Katherine, hei kau mau ke mana? Ayo kita kembali ke istana, di sini berbahaya!" Frederick berlari cepat, mengekori Katherine. Katherine tak langsung menjawab, malah menoleh
Katherine terjatuh ke tanah. Dia tak sengaja menabrak punggung belakang Frederick barusan. Sebab lelaki bermata biru menghentikan langkahnya tiba-tiba. Sepertinya Frederick mendengar obrolan mereka tadi. Katherine amat terkejut tatkala mendengar suara teriakan Frederick barusan. Dengan cepat dia mendongak, melihat raut wajah Frederick merah padam. "Berhenti membicarakan dia!" seru Frederick seketika."Puteri, Anda tidak apa-apa 'kan?" Logan nampak khawatir lantas bergegas membantu Katherine berdiri.Mata Katherine mulai berkaca-kaca. Menahan sesak yang seketika merasuk jiwanya. Hari ini sudah dua kali Frederick membentaknya. Katherine pun tidak tahu mengapa hari ini suasana hatinya begitu sensitif. "Apa kau marah jika aku membicarakan Victoria? Aku hanya ingin tahu, apa itu salah, siapa tahu saja aku bisa membantumu." Suara Katherine terdengar bergetar. Menahan air matanya agar tak meluruh.Riak muka Frederick mendadak berubah menjadi datar. Lelaki itu terdiam tapi matanya tak berk
Melihat kemolekan tubuh Katherine, Frederick terpaku di tempat. Bagi lelaki dewasa seperti Frederick pasti akan tergiur. Walaupun selama ini ia selalu mengatai tubuh Katherine kecil dan bukan tipenya. Sejak tadi jakun Frederick naik dan turun, menelan air ludahnya sendiri. Tetesan air hujan di atas genteng istana membuat keheningan di dalam kamar semakin terasa, sampai pada akhirnya Katherine segera tersadar. Dengan cepat ia menutup dada lalu memutar badan ke belakang sambil berkata," Frederick, keluarlah, aku mau pakai pakaian dulu." Katherine geleng-geleng kepala, rasanya begitu malu saat tubuhnya dilihat seseorang selain dirinya sekarang. Sebenarnya ini hal wajar bukan bagi pasangan suami istri. Tetapi, status pernikahan dia dan Frederick hanya pernikahan kontrak saja! Tak ada tanggapan, di belakang Frederick masih asik memandang ke arah Katherine, dengan mata tak berkedip-kedip. "Frederick, keluarlah, kau ingat kan status kita!" seru Katherine kembali, tatkala tak mendenga
Di luar, hujan masih turun dengan lebat, membasahi rumah kecil yang terletak di tengah-tengah hutan belantara. Suasana di sekitarnya tampak gelap gulita, hanya terlihat pepohonan meliuk-liuk halus akibat terkena angin ribut malam. Mata Karl mendadak gelap sekarang, pecahan kaca dari luar membuatnya menerka-nerka, apa Frederick telah mengutus seseorang membuntutinya. Akan tetapi, mengingat keamanan di sekitar sangatlah ketat. Ia ragu-ragu. Meski rumah ini hanyalah rumah kayu. Namun, di depan sana ada pagar menjulang tinggi dan tidak dapat ditembus siapa pun selain ia dan para komplotannya. Memikirkan hal itu Karl malah menyungging senyum sinis lalu melirik Montero. Kemudian tanpa mengeluarkan suara, dia memberi kode kepada Montero untuk memeriksa keadaan di luar.Montero mengangguk patuh lalu bergegas keluar bersama dua pria lainnya. Sesampainya di depan pintu berlapis kayu itu. Montero arahkan pistol dan senter bersamaan ke sumber suara sembari mengerakkan mata ke segala arah. Dia