Author minta maaf hanya bisa update 1 bab, penyakit author kambuh lagi, besok author usahakan update seperti biasa ya
Di luar, hujan masih turun dengan lebat, membasahi rumah kecil yang terletak di tengah-tengah hutan belantara. Suasana di sekitarnya tampak gelap gulita, hanya terlihat pepohonan meliuk-liuk halus akibat terkena angin ribut malam. Mata Karl mendadak gelap sekarang, pecahan kaca dari luar membuatnya menerka-nerka, apa Frederick telah mengutus seseorang membuntutinya. Akan tetapi, mengingat keamanan di sekitar sangatlah ketat. Ia ragu-ragu. Meski rumah ini hanyalah rumah kayu. Namun, di depan sana ada pagar menjulang tinggi dan tidak dapat ditembus siapa pun selain ia dan para komplotannya. Memikirkan hal itu Karl malah menyungging senyum sinis lalu melirik Montero. Kemudian tanpa mengeluarkan suara, dia memberi kode kepada Montero untuk memeriksa keadaan di luar.Montero mengangguk patuh lalu bergegas keluar bersama dua pria lainnya. Sesampainya di depan pintu berlapis kayu itu. Montero arahkan pistol dan senter bersamaan ke sumber suara sembari mengerakkan mata ke segala arah. Dia
Lea sangat terkejut. Namun tangannya tak berhenti mengelap paha Frederick."Jauhkan tanganmu!" Suara bariton Frederick membuat Lea reflek mendongak. Tatapan jijik yang dia dapatkan dari bola mata biru itu. Lea dapat merasakan atmosfer di sekitar menjadi dingin, seakan-akan dia seperti tinggal di kutub utara sekarang.Lea terpaku di tempat. "Kau dengar jauhkan tanganmu!" seru Katherine.Katherine langsung berdiri di samping Frederick lalu menggandeng tangan suaminya erat-erat.Secara perlahan Lea menurunkan tangan lalu bangkit berdiri dan membungukkan badan sedikit di hadapan pasangan suami istri itu."Maafkan aku Pangeran, maafkan aku juga Kak, tadi aku tidak sengaja menumpahkan teh," kilah Lea dengan menunjukkan mimik muka bersalah. Katherine tersenyum sinis. "Tidak sengaja, jelas-jelas kau sengaja menumpahkan teh itu, kau pikir aku tidak melihatmu tadi."Katherine baru saja selesai sarapan dan berencana menemui Frederick. Setelah bertanya pada pelayan di mana keberadaan Frederick
"Apa kau tidak kasihan dengan Karl, atau jangan-jangan dia tahu rencanamu," lanjut Katherine kembali dengan seringai tajam terukir di wajahnya. Lidah Lea mendadak kelu dan sulit untuk digerakkan sekarang. Mendadak air mata yang meluruh dari netranya berhenti mengalir seketika. Senyuman Katherine membuat dirinya mematung di tempat. Katherine tersenyum puas lalu secara perlahan menegakkan tubuh. "Pengawal, bawa Lea keluar, cambuk dia sebanyak 10 kali." Begitu perintah terdengar, dua orang pria melangkah terburu-buru masuk ke dalam. Lea diseret keduanya keluar dari ruangan. Tak ada perlawanan, wanita itu masih termenung, sibuk dengan pikirannya. "Puteri apa hukumannya tidak berat, kasihan Lea," kata Karl seketika setelah melihat Lea menghilang bersama dua pengawal di balik pintu. Katherine tersenyum sinis." Berat katamu, sesuai peraturan istana seharusnya aku memberikannya 100 kali cambukan, Lea patut bersyukur aku hanya memberikannya 10 kali cambukan, apa kau mau mengantikan Lea?"
Lea bagai orang kesurupan, berteriak-teriak kencang. Penampilannya sangat berantakan, gaun yang dikenakannya pun terlihat kotor karena pingsan di pelataran istana tadi."Lea, tenanglah! Apa maksudmu, mama tidak mengerti!" Zara semakin heran. Dia guncang-guncang kuat pundak Lea berulang kali. Lea sesenggukan, cairan bening mengalir deras membasahi pipinya. Bola matanya pun terlihat memerah juga. "Pokoknya aku tidak mau tahu, Mama harus membunuh Katherine!!!" jerit Lea sekali lagi. Napas Zara terdengar memburu, tersulut emosi karena Lea membuatnya kebingungan. Tanpa banyak kata dia menampar kuat pipi Lea."Berhenti menangis, sialan!" teriak Zara.Kepala Lea bergerak ke samping. Wanita berusia 20 tahun itu terkejut dan segera menghentikan tangisnya. Dengan cepat ia memalingkan wajah ke depan. "Mama, kenapa menamparku?" tanya Lea, memegangi pipinya yang terasa sangat pedas sekarang. "Bagaimana mama tidak menamparmu! Dari tadi kau menangis seperti orang gila! Sebenarnya apa yang terja
Lea bergeming, tak langsung pergi, masih memandang ke depan sana, hendak memastikan apakah obat berkerja dengan sempurna atau tidak. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga beberapa menit pun berlalu. Di depan sana, dengan raut wajah meringis kesakitan dan dahi mulai dipenuhi keringat, Katherine memegangi kepalanya. 'Mampus kau, ini saatnya kau dicampakkan Frederick.' batin Lea, mengulas senyum licik. Saat ini suasana di istana begitu sepi, bagaikan tak ada penghuni di dalamnya. Lea ingat bila tadi sempat melihat Frederick pergi entah ke mana. Dalam sepersekian detik, Katherine tiba-tiba bangkit berdiri. Wanita bermata abu itu berjalan dengan sempoyongan ke lorong lain. "Panas," Katherine bergumam-gumam sembari memejamkan mata sesaat. Katherine merasakan ada sesuatu yang sangat aneh dan asing menjalar di sekujur tubuhnya sekarang. Dengan sekuat tenaga dia berjalan di lorong-lorong istana dan sesekali matanya berpendar ke segala arah. Tampak sepi, sunyi, senyap, tak
Katherine memilih diam, berusaha meredam sensasi panas yang semakin menerpa sekujur tubuhnya sejak tadi. Dia lantas mundur beberapa langkah ke belakang, sedang menjaga jarak dengan Karl. Jangan sampai lelaki ini tahu bahwa dia diberi obat perangsang tadi dan jangan sampai pula Karl menyentuh tubuhnya. "Pergilah Karl, jangan hiraukan aku." Katherine ingin memutar tumit hendak melarikan diri. Akan tetapi, gerakkannya kalah cepat. Karl telah berhasil mencekal pergelangan tangannya sekarang dengan sangat kuat dan erat.Dengan sekuat tenaga Katherine berusaha memberontak. Meski tubuhnya begitu panas, seolah-olah ingin meminta sesuatu. "Ada apa Katherine? Kenapa kau menghindariku?" tanya Karl dengan raut wajah datar. "Diam! Lepaskan tanganku!" pekik Katherine sambil menggerakkan tangan ke segala arah, "Logan, di mana kau!" Kini kening Karl berkerut, terlihat kebingungan dengan sikap Katherine. Namun, dia tak berniat melepaskan tangan Katherine malah menggenggamnya dengan erat-erat. Hin
Melihat air muka Katherine berubah. Frederick turunkan cepat tangannya. Dia sangat kesal karena Katherine tidak memberitahunya aksi penyerangan Lea. Tadi, saat baru saja sampai di depan gerbang istana, Frederick keheranan melihat Logan bersama dokter tua turun dari mobil. Dia pun bertanya pada kaki tangannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan, perasaan tak nyaman mulai merasuk jiwanya, Frederick berharap rencana Katherine berhasil. Kemudian dengan tergesa-gesa dia masuk ke istana lalu mencari keberadaan Katherine, yang sialnya dihadang Karl. Frederick mengepalkan tangan, menahan marah dan geram. Tentu saja dia tahu efek samping dari obat perangsang. "Aku marah karena kau sudah melanggar janjimu kemarin, kau mengatakan kita harus jadi partner yang baik bukan, tapi lihatlah kau malah melanggar janjimu, bagaimana kalau Karl berhasil menyentuh tubuhmu tadi?!""Apa kau tidak memikirkan dampak ke depannya, pandangan masyarakat jika tahu istri seorang Pangeran bercinta dengan pria lain
"Sebaiknya Puteri kembali ke kamar, kondisi Puteri masih belum sepenuhnya pulih." Logan tiba-tiba angkat suara. Sejak tadi berdiri di belakang Katherine. Katherine melirik sekilas sambil berkata,"Kau tenang saja, aku baik-baik saja kok, lagipula aku mau memeriksa keadaan Lea, aku tidak mau dia juga dijahati seseorang, cukup aku saja yang merasakan kesakitan tadi."Mendengar hal itu Lea tertegun sejenak. Sorot matanya yang semula bak lautan api seketika lenyap.'Apa Katherine tidak tahu kalau dia diberi obat perangsang tadi?' Lea menerka-nerka tanpa mengalihkan pandangan dari depan. 'Tapi baguslah, setidaknya dia tidak menaruh curiga padaku dan aku masih menetap di sini!'Lea tak tahu bila Katherine dan Logan tengah berakting. Di sepanjang jalan tadi Katherine meminta Logan mengucapkan kata-kata tadi. Logan pun menuruti kemauan sang tuan. "Lea," panggil Katherine berusaha mendekat,"kenapa diam? Ada apa denganmu? Kau masih marah karena aku hukum tadi."Lea segera tersadar, cepat-cepat