"Kau pikir kau siapa?! Kalau bukan karena kekayaan yang kakek miliki, kau tidak akan jadi sebesar ini, Alfreed! Kau boleh saja menjadi seorang CEO yang hebat, tapi jangan pernah lupa kalau aku adalah owner-nya. Aku yang sesungguhnya pemilik ratusan hotel Scott di seluruh dunia. Namaku yang orang-orang kenal, Scott Ferdinand. Jadi stop mendebatku dengan berbagai macam alasanmu itu! Cukup turuti mauku kalau kau masih ingin menikmati semua yang kumiliki! Jika tidak, aku akan menyerahkan seluruhnya ke panti sosial! Camkan itu!
--------
Bruak!
“Aarrrgh ..., fuck this shit!” Alfreed menendang kursi kebesarannya di kantor saat mengingat kejadian sore tadi. Ancaman sang kakek yang membuat emosinya langsung mendidih.
“Sialan! Si tua bangka itu lagi-lagi mengancamku dengan tuntutannya! Kenapa dia tidak mati saja?! Umurnya terlalu panjang menjadi manusia, bahkan ayahku lebih dulu mati daripada dia! Damn it!”
“Ini tidak adil! Apa hak dia memaksaku menikah dan punya anak? Ini hidupku! Aku yang menentukan aku mau melakukannya atau tidak, bukan urusan dia. Tapi untuk kesekian kalinya dia datang mengancamku. Ah, shit!”
“Aku muak! Aku benar-benar muak! Kalau bukan karena dia kakek kandungku, sudah kubunuh si tua bangka itu sejak awal!”
Menghela napas, batin Alfreed dipenuhi amarah. Tak henti dia memaki kakeknya yang memaksa dia untuk menikah.
Alfreed lalu mengambil sebotol wine dari lemari. Kepalanya serasa mau pecah. Sudah dua minggu ini, hampir setiap hari kakeknya datang menanyakan perkara itu. Bahkan dia mengancam akan mewariskan semua hartanya untuk panti sosial, jika Alfreed tidak menurut. Itu artinya hasil kerja keras Alfreed mengembangkan Scott Corp selama tujuh tahun ini sia-sia saja.
Sejujurnya bukan Alfreed tidak punya keinginan menikah , tapi sejak tunangannya kepergok selingkuh dengan rekan bisnisnya lima tahun yang lalu, dia jadi tidak lagi memiliki hasrat untuk punya hubungan. Semua wanita dianggapnya sama, pengkhianat, tak cukup dengan satu pria saja. Alhasil , sejak saat itu Alfreed hanya memerlukan wanita sebagai pemuas nafsunya saja.
Namun, alasan itu tidak berlaku untuk kakeknya. Scott Ferdinand tetap pada tuntutannya yakni menginginkan cucu menantu yang kelak akan melahirkan cicit sebagai penerus keturunan Scott.
“Aku tahu pekerjaan yang kulakukan sekarang hanya meneruskan perusahaan kakek. Tapi perlu dia ingat, kalau profit perusahaan ini bisa meningkatkan tiga puluh persen karena aku! Karena aku yang mengendalikannya!”
“Aku yang sudah bekerja keras selama tujuh tahun menjadi CEO di sini. Berkat aku, Scott Corp tidak hanya memiliki hotel tapi juga puluhan resort mewah yang tersebar di mana-mana. Itu artinya aku yang menjadikan si tua bangka itu semakin bertambah kaya!”
Alfreed menghela napas panjang usai mengoceh sendiri. “Paul ...,” teriaknya memanggil asisten pribadinya.
Tak sampai dua menit, pria bernama Paul sudah berdiri di hadapannya. "Ya, Tuan. Apa yang harus saya lakukan untuk anda?”
“Aku sudah muak dengan tuntutan si tua bangka itu. Jika dia ingin menghibahkan seluruh hartanya ke panti sosial, aku sudah tidak peduli. Sekalian aku akan keluar dari keluarga Scott!” Alfreed menenggak wine langsung dari botolnya. Dia sudah tidak butuh lagi gelas.
“Sekarang aku minta kau siapkan semua kebutuhanku dan tolong pesankan tiket ke Inggris besok. Aku akan pindah ke sana dan memulai hidup yang baru tanpa nama Scott,” perintahnya.
“Dan setelah itu kau bebas, Paul. Kau bisa tetap bekerja di sini atau keluar, kau yang tentukan sendiri.”
Tidak bergerak dari tempatnya, Paul menatap Alfreed terkejut.
“Apa yang kau tunggu? Cepat lakukan perintahku!” tegas Alfreed padanya.
“Ma-maaf, Tuan. Sebelumnya bolehkah saya mengatakan sesuatu?” Paul meminta ijin untuk bicara.
“Apa itu? Katakan ...”
“Menurut saya anda tidak perlu mengambil keputusan sampai sejauh itu, Tuan. Jika anda berkenan, saya punya ide untuk mengatasi masalah anda,” ucap Paul.
“Ide?” Alfreed menatap asistennya serius.
“Pastikan idemu brilian, kalau tidak aku pecat kau malam ini juga!” Emosi Alfreed sudah kacau, hal kecilpun bisa membuatnya marah.
“B-begini, Tuan. Bagaimana jika Tuan nikah kontrak saja?” Paul mendekat dan mengutarakan idenya.
Alfreed mengerutkan dahi.
'Idenya lumayan bagus dan aku yakin tidak akan ada perempuan yang menolak menikah denganku. Tapi masalahnya si tua bangka itu bukan orang bodoh. Dia bisa langsung tahu jika itu hanya pernikahan pura-pura.’
Alfreed lalu menggeleng. “Kau kenal siapa kakek ku. Sangat mudah baginya mengetahui kalau aku membayar seseorang untuk itu. Dan lagi aku rasa ini bukan jalan keluar, sebab pernikahan tidak cocok untukku.”
“Tapi Tuan, ini hanya pernikahan kontrak. Sama saja seperti anda yang melepas stres dengan perempuan bayaran namun dengan waktu yang sedikit lebih panjang,” terang Paul.
“Mengenai Tuan Ferdinand, kita bisa ciptakan situasi pura-pura tersebut menjadi hal yang wajar tanpa harus ada kepura-puraan.”
Alfreed terdiam. ‘Apa sesungguhnya maksudmu Paul?’
“Beri saya waktu tiga hari Tuan, saya pastikan akan menemukan perempuan yang mau menikah dengan Tuan tanpa kepura-puraan. Dan tentunya juga tanpa dia ketahui siapa sesungguhnya Tuan. Jadi tidak akan ada pertimbangan harta, tahta atau apapun yang dia harapkan dari Tuan.”
Sedikit terperangah Alfreed dengan kalimat Paul. Bahkan dia hampir saja tertawa. Siapa yang tidak mengenal Scoot JR? Memangnya ada? Tapi melihat raut wajah Paul yang serius, dia akan memberikan kesempatan untuk membuktikan itu.
“Oke, buktikan ucapanmu, dan jika ini berhasil, sebagai hadiah aku akan berikan dua apartemen di gedung biru untukmu.” Paul tersenyum merekah sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan bos besarnya itu.
-------*##*------
Sudah tiga hari sejak ucapan Paul kemarin, tapi dia belum juga kelihatan batang hidungnya di kantor. Alfreed jadi yakin kalau kemarin itu dia hanya omong kosong. Ke lubang semut sekalipun, tidak akan dia temukan perempuan bodoh yang tidak mengenal siapa Alfreed. Artinya pilihan untuk pindah sekaligus keluar dari keluarga Scott adalah satu-satunya jalan agar hidupnya bisa bebas dari ancaman sang kakek.
Sekarang jam sudah hampir tengah malam, Alfreed memutuskan untuk pulang. Dia tekan line telepon yang tersambung ke security gedung kantor.
“Ya, Tuan,” sahut si security.
“Edo, katakan pada Sam, siapkan mobil. Aku akan turun sekarang.”
“Baik, Tuan.”
Menenteng jas di tangan kanan, Alfreed memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu melangkah keluar dari ruangannya. Dan saat pintu lift terbuka, orang yang dia tunggu-tunggu muncul.
“Tuan, syukurlah anda ada di sini. Ponsel anda tidak bisa dihubungi, saya sudah menelepon anda berkali-kali.” Orang itu adalah Paul.
“Ya, aku memang sengaja mematikan ponsel sebab si tua bangka itu terus-terusan meneleponku.” Maksud Alfreed adalah kakeknya.
“Begini, Tuan. Saya sudah berhasil menemukan orang itu. Perempuan tepat yang bisa menjadi calon istri kontrak untuk anda,” terang Paul antusias.
“Ohya, siapa dia?” Walau tidak percaya dengan ucapan asistennya, tapi Alfreed tetap menyahut.
“Ayo, Tuan. Ikut saya. Anda harus melihatnya sendiri.”
Paul mengambil alih untuk mengemudi mobil Alfreed. Dia membawa bosnya itu ke hotel kecil di sudut kota.
“Perempuan itu ada di hotel ini, Tuan. Tapi sebelum itu saya mohon Tuan mau berganti pakaian dengan ini.” Paul menyerahkan satu kemeja lusuh yang dia keluarkan dari ranselnya.
“Paul! Kau mau menghinaku, ya?!” hardik Alfreed.
“Tidak, Taun. Jangan salah paham dulu. Bukan begitu maksud saya. Ini demi kelancaran rencana kita dan saya bisa jamin seratus persen, perempuan itu tidak akan meminta sepeserpun dari Tuan asalkan Tuan mau berpenampilan sederhana,” jelas Paul.
Menimbang-nimbang sebentar, akhirnya Alfreed menurut. Sudah jelas tujuan pernikahan kontrak ini adalah demi harta dan tahta, jadi tidak ada salahnya dia menurunkan sedikit harga dirinya.
“Kalau sampai rencana bodohmu ini gagal, aku akan menyiksamu, Paul!” ancam Alfred sembari tangannya sibuk berganti pakaian.
Sekarang mereka sudah berada di dalam hotel. Paul meninggalkan Alfreed sebentar di lobi lalu kembali bersama seorang perempuan berkulit eksotis yang entah kenapa matanya terlihat sembab.
“Perkenalkan Luisa, ini Alfreed, sepupuku,” ucap Paul yang tentu membuat Alfreed mendelik sempurna.
‘Sialan! Sejak kapan aku menjadi sepupumu, Paul?!!’ batin Alfreed kesal.
Berbanding terbalik dengan wajah ketat Alfreed, Luisa justru tampak terkejut dengan pria yang dikenalkan Paul.
‘Benarkah pria ini Alfreed yang sama?’
(Tiga hari sebelumnya)Malam itu Paul bergegas menuju bandara. Tujuannya adalah Mexico, sebab selain karena Bibinya tinggal di sana, Paul yakin kalau tidak akan ada satupun perempuan Mexico yang mengenal siapa keluarga Scott.Menempuh perjalanan udara lebih kurang 6 jam dari Washington DC, akhirnya Paul pun sampai. Tempat pertama yang dia kunjungi setelah dari bandara adalah panti asuhan. Paul mengira bisa menemukan perempuan cantik yang hidup sebatang kara dan mau menikah kontrak dengan bosnya. Tapi sayang pilihannya itu zonk. Enam panti asuhan sudah Paul datangi selama dua hari, tapi tak dia temukan gadis menarik yang cocok bersanding dengan bosnya. Sekalinya ada yang memenuhi kriteria, saat ditanyai cita-citanya justru menjadi biarawati. “Ah, kacau ... Waktuku sudah terbuang sia-sia di sini,” gumam Paul berdecak. Dia pikir bisa dengan mudah menemukan perempuan itu, tapi ternyata sulitnya bukan main. Saat Paul sedang duduk menikmati kopi sembari berpikir, Bibinya datang mendekat.
Washington DC. Tak pernah terbayangkan oleh Luisa dia akan menjejakkan kaki di kota ini. Turun dari taksi, Paul membantu Luisa untuk check-in di hotel. “Oke, ini kuncinya.” Paul menyerahkan kunci kamar pada Luisa.“Kau bisa langsung beristirahat di kamar, Luisa. Dan aku harus pergi, ada hal mendesak yang wajib kuselesaikan,” sambung Paul.Luisa tak menjawab. Dia hanya menatap Paul dengan raut wajah khawatir.“Jangan khawatir, aku pasti akan kembali. Aku tidak terpikir sedikitpun untuk menipumu. Sesuai kesepakatan kita tadi, aku akan membantumu dan kau tentu juga akan membantuku ‘kan?” Luisa pun mengangguk.Dua jam lebih setelah kepergian Paul, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kamar Luisa. Reflek gadis itu menyeka air matanya. Ya, kesendiriannya di kamar hotel itu membuat dia kembali teringat dengan nasib malang yang silih berganti menimpanya.“Luisa ..., ini aku, Paul. Aku tunggu kau di lobi sekarang, ya,” ucap Paul dari luar.Sampai di lobi hotel, ternyata Paul memperkenalkan Luis
Alfreed bersiap dengan setelan kantornya. Usai menyemprotkan parfum di beberapa bagian, pria berjas itu melangkah keluar dari kamar. Langsung dia dikejutkan dengan Kakek Scott yang ternyata sudah berdiri di depan pintu. “Sudah kuduga, kau hanya membohongi kakekmu.” Sang kakek melihat penampilan cucunya yang sudah rapi dengan setelan kantor. “Membohongi?” Alfreed mengernyit tak mengerti. “Semalam kau berjanji akan membawa calon istrimu padaku,” jawab Kakek “Astaga ... Iya, aku lupa. Tunda saja hari ini. Besok aku janji akan membawanya padamu.” Dengan enteng Alfreed mengganti janjinya ke hari esok sebab dia juga belum memberitahu Paul prihal ini. “Tidak bisa! Seenaknya saja kau mengganti hari! Aku paling benci yang seperti itu!” Kakek Scott melotot. “Tapi aku ada meeting pagi, Kek, dan ini penting.” “Kau bisa menyuruh Paul untuk mewakilimu di meeting, jadi sekarang kau harus mengantarkan aku bertemu dengannya!” Kakek Scott bersikeras. Sudah jelas jika berdebat dengan san
“Shit! Si tua bangka itu sungguh-sungguh menguji kesabaranku!” Alfreed langsung mengumpat, begitu dia sampai di pintu keluar kantor sipil. Sengaja dia meninggalkan Luisa dan kakeknya lebih dulu sebab sudah tak tahan ingin meledak. Satu-satunya orang yang terpikirkan olehnya sekarang adalah Paul. Langsung dia telepon asistennya itu. “Kau tahu, kesialan sudah menimpaku saat ini. Si tua bangka itu menikahkan kami seperti kilat, dan setelahnya dia malah beracting menjadi orang termiskin di dunia yang tidak punya tempat tinggal selain menumpang di rumahku. Damn it!” Alfreed berteriak di ujung kalimatnya. Dia bahkan menendang ban mobil orang sampai alarmnya berbunyi. Terkejut, buru-buru dia berpindah tempat. Tak mau sampai ada yang tahu kelakuan bodohnya itu. “Suara apa itu, Tuan?” Di ujung telepon Paul juga ikut terkejut. “Tidak perlu kau tanyakan! Sekarang cepat pikirkan solusinya! Sebab kau yang harus bertanggung jawab atas ide bodohmu ini!” hardik Alfreed. Paul menelan
“A-apa yang kau bicarakan, Kek?” Kakek mendecis, muak dia dengan pertanyaan Alfreed. Padahal sejujurnya cucunya itu kalut bukan main. Bagaimana tidak, perusahaan yang sudah susah payah dia pimpin hingga sebesar ini, harus diserahkan ke panti sosial begitu saja. Hal gila yang sungguh menghancurkan hidupnya. “Aku tidak menjanjikan apapun padanya. Dia sungguh wanita yang ingin kunikahi. Kan sudah aku bilang padamu!” Alfreed berusaha mengelak. “Halah ... kau kira aku sebodoh itu untuk tahu mana yang sepasang kekasih sungguhan dan yang tidak.” Kakek Scott melotot. “Kapan aku bilang kami sepasang kekasih?” Tercengang Kakek mendengar pernyataan itu. “Lalu apa hubungan kalian sesungguhnya?” “Dia ...” Alfreed bingung harus mengarang cerita apa sekarang. Tatapan kakeknya membuat dia tak bisa berpikir jernih. “Dia wanita yang sudah lama kukenal. Kami memang tidak pernah punya hubungan. Tapi dia menyukaiku dan aku ..., ya, aku juga menyukainya.” Alfreed tidak berani menatap mata k
“A-apa yang kau bicarakan, Kek?” Kakek mendecis, muak dia dengan pertanyaan Alfreed. Padahal sejujurnya cucunya itu kalut bukan main. Bagaimana tidak, perusahaan yang sudah susah payah dia pimpin hingga sebesar ini, harus diserahkan ke panti sosial begitu saja. Hal gila yang sungguh menghancurkan hidupnya. “Aku tidak menjanjikan apapun padanya. Dia sungguh wanita yang ingin kunikahi. Kan sudah aku bilang padamu!” Alfreed berusaha mengelak. “Halah ... kau kira aku sebodoh itu untuk tahu mana yang sepasang kekasih sungguhan dan yang tidak.” Kakek Scott melotot. “Kapan aku bilang kami sepasang kekasih?” Tercengang Kakek mendengar pernyataan itu. “Lalu apa hubungan kalian sesungguhnya?” “Dia ...” Alfreed bingung harus mengarang cerita apa sekarang. Tatapan kakeknya membuat dia tak bisa berpikir jernih. “Dia wanita yang sudah lama kukenal. Kami memang tidak pernah punya hubungan. Tapi dia menyukaiku dan aku ..., ya, aku juga menyukainya.” Alfreed tidak berani menatap mata k
“Shit! Si tua bangka itu sungguh-sungguh menguji kesabaranku!” Alfreed langsung mengumpat, begitu dia sampai di pintu keluar kantor sipil. Sengaja dia meninggalkan Luisa dan kakeknya lebih dulu sebab sudah tak tahan ingin meledak. Satu-satunya orang yang terpikirkan olehnya sekarang adalah Paul. Langsung dia telepon asistennya itu. “Kau tahu, kesialan sudah menimpaku saat ini. Si tua bangka itu menikahkan kami seperti kilat, dan setelahnya dia malah beracting menjadi orang termiskin di dunia yang tidak punya tempat tinggal selain menumpang di rumahku. Damn it!” Alfreed berteriak di ujung kalimatnya. Dia bahkan menendang ban mobil orang sampai alarmnya berbunyi. Terkejut, buru-buru dia berpindah tempat. Tak mau sampai ada yang tahu kelakuan bodohnya itu. “Suara apa itu, Tuan?” Di ujung telepon Paul juga ikut terkejut. “Tidak perlu kau tanyakan! Sekarang cepat pikirkan solusinya! Sebab kau yang harus bertanggung jawab atas ide bodohmu ini!” hardik Alfreed. Paul menelan
Alfreed bersiap dengan setelan kantornya. Usai menyemprotkan parfum di beberapa bagian, pria berjas itu melangkah keluar dari kamar. Langsung dia dikejutkan dengan Kakek Scott yang ternyata sudah berdiri di depan pintu. “Sudah kuduga, kau hanya membohongi kakekmu.” Sang kakek melihat penampilan cucunya yang sudah rapi dengan setelan kantor. “Membohongi?” Alfreed mengernyit tak mengerti. “Semalam kau berjanji akan membawa calon istrimu padaku,” jawab Kakek “Astaga ... Iya, aku lupa. Tunda saja hari ini. Besok aku janji akan membawanya padamu.” Dengan enteng Alfreed mengganti janjinya ke hari esok sebab dia juga belum memberitahu Paul prihal ini. “Tidak bisa! Seenaknya saja kau mengganti hari! Aku paling benci yang seperti itu!” Kakek Scott melotot. “Tapi aku ada meeting pagi, Kek, dan ini penting.” “Kau bisa menyuruh Paul untuk mewakilimu di meeting, jadi sekarang kau harus mengantarkan aku bertemu dengannya!” Kakek Scott bersikeras. Sudah jelas jika berdebat dengan san
Washington DC. Tak pernah terbayangkan oleh Luisa dia akan menjejakkan kaki di kota ini. Turun dari taksi, Paul membantu Luisa untuk check-in di hotel. “Oke, ini kuncinya.” Paul menyerahkan kunci kamar pada Luisa.“Kau bisa langsung beristirahat di kamar, Luisa. Dan aku harus pergi, ada hal mendesak yang wajib kuselesaikan,” sambung Paul.Luisa tak menjawab. Dia hanya menatap Paul dengan raut wajah khawatir.“Jangan khawatir, aku pasti akan kembali. Aku tidak terpikir sedikitpun untuk menipumu. Sesuai kesepakatan kita tadi, aku akan membantumu dan kau tentu juga akan membantuku ‘kan?” Luisa pun mengangguk.Dua jam lebih setelah kepergian Paul, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kamar Luisa. Reflek gadis itu menyeka air matanya. Ya, kesendiriannya di kamar hotel itu membuat dia kembali teringat dengan nasib malang yang silih berganti menimpanya.“Luisa ..., ini aku, Paul. Aku tunggu kau di lobi sekarang, ya,” ucap Paul dari luar.Sampai di lobi hotel, ternyata Paul memperkenalkan Luis
(Tiga hari sebelumnya)Malam itu Paul bergegas menuju bandara. Tujuannya adalah Mexico, sebab selain karena Bibinya tinggal di sana, Paul yakin kalau tidak akan ada satupun perempuan Mexico yang mengenal siapa keluarga Scott.Menempuh perjalanan udara lebih kurang 6 jam dari Washington DC, akhirnya Paul pun sampai. Tempat pertama yang dia kunjungi setelah dari bandara adalah panti asuhan. Paul mengira bisa menemukan perempuan cantik yang hidup sebatang kara dan mau menikah kontrak dengan bosnya. Tapi sayang pilihannya itu zonk. Enam panti asuhan sudah Paul datangi selama dua hari, tapi tak dia temukan gadis menarik yang cocok bersanding dengan bosnya. Sekalinya ada yang memenuhi kriteria, saat ditanyai cita-citanya justru menjadi biarawati. “Ah, kacau ... Waktuku sudah terbuang sia-sia di sini,” gumam Paul berdecak. Dia pikir bisa dengan mudah menemukan perempuan itu, tapi ternyata sulitnya bukan main. Saat Paul sedang duduk menikmati kopi sembari berpikir, Bibinya datang mendekat.
"Kau pikir kau siapa?! Kalau bukan karena kekayaan yang kakek miliki, kau tidak akan jadi sebesar ini, Alfreed! Kau boleh saja menjadi seorang CEO yang hebat, tapi jangan pernah lupa kalau aku adalah owner-nya. Aku yang sesungguhnya pemilik ratusan hotel Scott di seluruh dunia. Namaku yang orang-orang kenal, Scott Ferdinand. Jadi stop mendebatku dengan berbagai macam alasanmu itu! Cukup turuti mauku kalau kau masih ingin menikmati semua yang kumiliki! Jika tidak, aku akan menyerahkan seluruhnya ke panti sosial! Camkan itu!--------Bruak!“Aarrrgh ..., fuck this shit!” Alfreed menendang kursi kebesarannya di kantor saat mengingat kejadian sore tadi. Ancaman sang kakek yang membuat emosinya langsung mendidih.“Sialan! Si tua bangka itu lagi-lagi mengancamku dengan tuntutannya! Kenapa dia tidak mati saja?! Umurnya terlalu panjang menjadi manusia, bahkan ayahku lebih dulu mati daripada dia! Damn it!”“Ini tidak adil! Apa hak dia memaksaku menikah dan punya anak? Ini hidupku! Aku yang men