Share

Menikah. Haruskah?

Author: Niamh Alora
last update Last Updated: 2025-01-22 10:04:12

Alia duduk di meja kerjanya yang berantakan, pensil di tangan, matanya kosong menatap lembaran kertas putih yang tergeletak di depannya. Komputer di sampingnya menunjukkan layar penuh dengan pekerjaan yang belum selesai. Semua tampak begitu kabur, dan pikirannya tak bisa fokus. Ini sudah hari keempat ia terjebak dalam kebuntuan kreatif, dan ia merasa sangat lelah.

Sejak kecil, ia selalu dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta dan perhatian, namun tidak pernah bebas dari harapan.

PERNIKAHAN!!! selalu menjadi topik utama dalam setiap percakapan keluarga, terutama ibu Alia akhir-akhir ini mengingat Alia sudah masuk usia akhir 20an.

Ibunya sering kali memberi nasihat tentang betapa pentingnya menikah di usia muda, sementara Alia hanya bisa mendengarkan tanpa banyak berkata.

"Kamu tahu kan, nak, umurmu sudah semakin matang. 28 tahun loh. Pikirkan masa depan. Tidak baik hidup melajang sampai tua" begitu kata ibu, setiap kali berbicara dengan nada penuh harapan.

"Iya Bu, nanti kita bicars lagi ya Bu. Aku sedang banyak deadline pekerjaan." Alia mencoba mengelak dari pertanyaan rutinitas itu.

"Nanti, Alia telpon Ibu lagi ya. Jangan lupa makan Ibu." Alia buru-buru menutup telpon itu. Ia benar-benar sudah muak dengan pertanyaan itu walaupun dia tahu orang tuanya sebenarnya hanya khawatir tentang hidupnya.

Namun, Alia tidak merasa siap. Ia merasa dunia ini lebih dari sekadar pernikahan. Sebagai ilustrator freelance, ia lebih memilih kebebasan untuk berkarya, merangkai impian-impian yang ia tuangkan dalam gambar dan tulisan.

Pernikahan, baginya, bukanlah tujuan, tetapi sebuah tuntutan yang tak bisa ia hindari.

Ia merasa bahwa sekarang hidupnya bukan milik dirinya sendiri, tetapi milik harapan ORANG LAIN.

Alia memejamkan mata sejenak, menenangkan pikiran yang terus bertanya-tanya;

Apakah pernikahan benar-benar akan memberikan kebahagiaan? Ataukah justru sebuah penjara bagi kebebasan yang selama ini ia perjuangkan?

. . . .

Pagi itu, Alia menerima telepon dari ibu dan ayahnya. Dengan suara penuh kehangatan namun tegas, ibunya mengungkit lagi masalah yang sama.

"Sayang, kenapa kamu tidak segera mencari pasangan? Semua teman-temanmu sudah menikah. Tak ada lagi waktu untuk berpikir panjang."

Alia menghela napas pelan, mencoba menahan amarah yang ingin ia lepaskan.

"Ibu, aku butuh waktu," jawabnya dengan nada lembut, mencoba untuk tidak menyinggung perasaan ibunya. Tetapi, suara ibu yang terdengar penuh kekhawatiran itu membuat hati Alia semakin berat.

"Tidak selamanya kamu bisa hidup sendiri, Nak. Kamu harus belajar untuk membangun kehidupan keluarga yang baik. Jangan sampai terlambat." Isak ibunya.

"Kalau kamu belum juga punya pasangan dan menikah sampai akhir tahun ini. Ayah akan menjodohkan kamu sama anak teman Ayah.Titik. "sambung ayahnya dengan nada agak keras

Alia merasa berada di jurang, antara rasa sayang pada orang tuanya dan keinginan untuk menjalani hidup dengan caranya sendiri.

Kenapa cinta dan pernikahan menjadi beban begitu berat?

Bukankah cinta seharusnya datang dengan sendirinya, bukan karena tekanan?

Sebelum ia sempat membalas, suara ibu terdengar lagi, lebih lembut sekarang.

"Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu, Alia. Cobalah untuk berpikir lebih serius."

Telepon pun terputus. Alia terduduk lesu seperti benar-benar tidak ada semangat hidup setelah perbincangan di telpon tadi, ia meremas gelas teh yang kini sudah dingin karena kesal dengan keadaan.

"Apakah pernikahan akan menjadi solusi untuk mengakhiri semua tekanan ini?"

. . .

Hari itu, Alia memutuskan untuk bertemu dengan sahabat lamanya, Maya, yang sudah lama tidak ia temui. Maya, yang kini sudah menikah dengan Kenji, sahabat Darren, pria yang akan menjadi pintu masuk bagi Alia ke dalam dunia yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Maya sudah mengenal Alia sejak mereka masih kecil, dan meskipun gaya hidup mereka sangat berbeda, Maya selalu tahu cara membuat Alia merasa lebih baik.

Saat mereka duduk di kafe kecil di sudut kota, Maya tersenyum sambil menyodorkan secangkir kopi hangat ke Alia.

"Kamu terlihat lelah, Alll," ujar Maya, memandang Alia dengan tatapan penuh perhatian.

Alia hanya tersenyum tipis. "Aku merasa terjebak, May. Sepertinya hidupku bukan milikku lagi."

Maya mendengarkan dengan seksama, lalu perlahan berbicara. "Mungkin ada jalan keluar yang bisa kamu coba."

Alia mengerutkan dahi, penasaran.

"Jalan keluar?"

Maya menarik napas dalam-dalam dan berkata,

"Kenji punya sahabat, Darren. Dia juga membutuhkan seseorang untuk menikah. Dan aku pikir, kalian bisa membantu satu sama lain."

Alia terkejut. "Pernikahan? Tapi aku tidak tahu apa-apa tentang dia."

Maya tertawa ringan.

"Itulah yang justru menarik. Ini bukan tentang cinta, Alia. Ini tentang memenuhi harapan tanpa harus terikat oleh perasaan. Aku tahu, kamu mencari kebebasan, kan?"

Alia terdiam, mencerna kata-kata Maya.

"Pernikahan tanpa cinta"

apakah ini jalan keluar yang ia cari? Apakah ini cara untuk menanggalkan beban yang selama ini menekan hidupnya?

Maya melanjutkan dengan penuh keyakinan. "Darren bukan tipe pria yang mencari cinta dalam pernikahan. Dia juga ingin kebebasan. Kalian berdua hanya perlu akad nikah, hidup masing-masing, dan kamu bisa menjalani hidup seperti yang kamu inginkan. Bebas dari semua yang membelenggu kamu selama ini"

Alia merenung. Di satu sisi, ia merasa ragu. Tapi di sisi lain, ide itu menawarkan kesempatan untuk melarikan diri dari beban yang terus menghantuinya. Apakah ini solusi yang tepat?

. . . .

Pikirannya terus berputar, tetapi malam itu, setelah berbincang panjang lebar dengan Maya, Alia akhirnya memutuskan untuk mencoba. Mungkin ini bukan jalan ideal, tetapi ini adalah satu-satunya jalan yang ia rasa bisa membebaskan dirinya dari belenggu yang ada.

Ia menulis pesan singkat kepada Maya, menyatakan bahwa ia siap untuk bertemu dengan Darren dan membahas pernikahan yang tidak memerlukan cinta, namun bisa memberikan kebebasan.

"Ini bukan tentang cinta, ini tentang hidupku. Dan aku akan menjalani hidupku dengan cara yang aku inginkan."

Namun, di balik keputusan itu, ada ketidakpastian yang menggelayuti hati Alia. Apakah pernikahan ini benar-benar bisa memberikan kebebasan yang ia harapkan? Ataukah malah akan membawa masalah baru yang lebih rumit?

. . . .

Alia menatap layar ponselnya, jari-jarinya mengetik pesan kepada Maya untuk menegaskan keputusan yang sudah diambil.

"Aku setuju May, setuju untuk MENIKAH"

Namun, meski ia sudah memutuskan, ada perasaan yang tak bisa ia hilangkan-rasa takut akan apa yang akan datang. Apa yang menanti di balik pernikahan ini?

. . . .

Saat Alia menunggu balasan pesan dari Maya, sebuah panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal.

"Apakah ini Darren?" bisik Alia dalam hati.

Namun, ia tidak tahu bahwa ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang jauh lebih rumit dan emosional dari yang ia bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Cinta itu Ilusi

    Pagi itu . . .Darren duduk di meja kantornya, memandang layar komputer dengan ekspresi dingin yang menjadi ciri khasnya. Fokusnya tidak pernah terpecah. Setiap angka yang diproses, setiap keputusan yang diambil, semua adalah bagian dari rencana besar yang telah ia susun bertahun-tahun dengan penuh perhitungan."Permisi Pak Darren, dokumen untuk rapat siang nanti sudah siap di meja Anda," ujar sekretarisnya, Lisa, dengan nada sopan namun canggung."Baik. Pastikan semua laporan sudah diperiksa ulang."" Saya tidak mau ada kesalahan," jawab Darren tanpa mengangkat pandangannya dari layar.Darren selalu seperti itu, tepat, tegas, dan tak kenal kompromi. Tidak ada ruang untuk kesalahan dalam hidupnya, termasuk dalam urusan pribadi. Baginya, hidup adalah tentang kontrol penuh.Ketika layar komputernya menampilkan kalender yang penuh dengan jadwal rapat, sebuah notifikasi pesan dari Papinya muncul di ponselnya:"Kapan kamu akan membawa calon istrimu ke rumah? Jangan menunda-nunda lagi DARRE

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Pertemuan

    Acara malam itu hanyalah makan malam santai di rumah Maya dan Kenji, atau setidaknya begitulah yang Alia pikirkan. Maya dan Kenji, sahabatnya sejak masa kuliah, tahu betul apa yang sedang ia alami. Tekanan keluarga yang terus-menerus menuntutnya untuk menikah membuat Alia merasa terjebak.Sebagai seorang ilustrator freelance, ia mencintai kebebasannya dan enggan melepas kariernya hanya demi memenuhi ekspektasi orang lain.Sementara itu, Darren, sahabat Kenji, berada di situasi serupa meskipun latar belakangnya berbeda.Sebagai seorang manajer proyek di perusahaan multinasional, ia sibuk dengan pekerjaannya yang penuh tanggung jawab, sehingga keluarganya mulai khawatir ia akan melewatkan usia ideal untuk menikah.Tanpa sepengetahuan Alia dan Darren, malam itu Maya dan Kenji sengaja mempertemukan mereka.Jeng jeng . . .. . . .Ketika Alia sampai dirumah Maya ia disambut dengan hangat oleh Maya yang memeluknya erat.Namun, suasana hatinya berubah saat matanya bertemu dengan Darren yang

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   SEPAKAT

    Hari itu udara sore terasa berat bagi Alia, meski matahari terbenam dengan warna jingga yang indah.Duduk di sebuah kafe kopi sederhana favoritnya, ia berhadapan dengan Darren yang tengah menyeruput es kopinya tanpa ekspresi. Pertemuan ini bukan untuk berbicara tentang masa depan penuh cinta, melainkan tentang menyelesaikan masalah yang sama-sama menekan mereka.“Jadi. . . ” Darren memulai, suaranya datar.“Kita sepakat menikah. Tidak ada basa-basi, tidak ada perasaan yang perlu dilibatkan, hanya ini.” Ia menunjuk ke arah daftar poin-poin yang baru saja ia tulis di secarik kertas.Alia menatap kertas itu.Poin-poinnya rapi dan langsung ke inti, tapi terasa dingin.“Pernikahan. Tanpa cinta. Tanpa harapan. Hanya untuk menyelesaikan tekanan kehidupan masing-masing.”“Kurang lebih begitu,” jawab Alia pelan, mencoba mencerna kata-kata tersebut.“Kamu yakin bisa menjalani ini?” sambungnya lagi raguDarren mengangkat bahu. “Tentu saja. Aku lebih suka pernikahan seperti ini. Tidak ada drama,

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Pernikahan yang Dingin

    Pernikahan Alia dan Darren berlangsung di taman kecil salah satu vila milik keluarga Darren. Tempatnya memang indah, tetapi atmosfernya terasa jauh dari kesan hangat. Tidak ada cinta yang bersemi di sini, hanya janji pernikahan yang dingin dan penuh formalitas.Langit sore menjadi latar belakang. Matahari hampir tenggelam, menyisakan semburat oranye di cakrawala.Di tengah taman, sebuah meja kecil dengan kain putih bersih berdiri di bawah pohon rindang. Beberapa kursi tertata rapi, dihuni oleh keluarga dekat yang datang lebih karena kewajiban daripada antusiasme.Alia berdiri di ruang ganti kecil di dalam vila, menatap bayangannya di cermin."Gaun putih sederhana membalut tubuhnya. Tidak ada renda mewah atau perhiasan yang mencolok, hanya gaun satin polos yang dipilih untuk acara ini." gumam Alia.Ibu Alia, berdiri di belakang, membantu merapikan kerudung putrinnya."Kamu cantik banget, Sayang," ujar Ibu dengan suara pelan.Alia tersenyum tipis."Makasih Bu." jawab Alia singkat"Seben

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Malammm Perr,,,

    Malam pertama mereka dimulai dengan suasana yang aneh, canggung, dan penuh keheningan yang menggantung seperti kabut tipis. Kamar pengantin mereka sangat mewah, luas dengan langit-langit tinggi yang dihiasi lampu gantung kristal berkilauan. Tirai beludru merah marun melambai lembut di dekat jendela besar yang menghadap ke taman luas dengan air mancur bercahaya. Tempat tidur ukuran king berdiri megah di tengah ruangan, dilapisi sprei satin putih. Lilin aromaterapi yang diletakkan di meja-meja kecil di setiap sisi tempat tidur memancarkan keharuman lembut vanila dan mawar, menciptakan nuansa intim yang bertolak belakang dengan keheningan yang melingkupi dua penghuni barunya.Setelah mereka menyelesaikan sholat isya berjamaah. Darren duduk di sisi kanan tempat tidur, tubuhnya tegap namun kaku, seperti sedang bersiap untuk menghadapi rapat penting. Jemarinya terus memutar-mutar jam tangan, kebiasaannya saat gugup. Sementara itu, Alia duduk di sisi kiri, memainkan ujung kerudungnya dengan

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   PROLOG

    C I N T A ? ?Siti Nur Alia, ia tidak pernah benar-benar memahaminya. Baginya, cinta hanyalah DONGENG INDAH yang terlalu sering dibungkus dengan ekspektasi, tuntutan, dan janji-janji palsu. Sejak kecil, ia terbiasa melihat cinta sebagai konsep yang indah di permukaan, tetapi rapuh dan penuh luka ketika diuji oleh realita. Alia tumbuh dalam keluarga yang penuh tekanan. Hidupnya adalah lingkaran tuntutan tanpa jeda, terutama desakan orang tua untuk segera menikah dan membangun keluarga. Namun, bagi Alia, menikah tidak pernah menjadi prioritas, apalagi sebuah impian.“Alia, kamu ini sudah cukup umur. Apa tidak ingin membahagiakan orang tua?”Itulah kalimat yang terus-menerus ia dengar. Setiap kali kata-kata itu muncul, hatinya terasa penuh, tetapi ia tak pernah menunjukkan perasaannya. Sebagai seorang wanita yang independen dan realistis, Alia memilih memusatkan hidupnya pada pekerjaannya. Tempat di mana ia bisa merasa berguna dan diakui tanpa perlu memedulikan perasaan yang rumit sepert

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Malammm Perr,,,

    Malam pertama mereka dimulai dengan suasana yang aneh, canggung, dan penuh keheningan yang menggantung seperti kabut tipis. Kamar pengantin mereka sangat mewah, luas dengan langit-langit tinggi yang dihiasi lampu gantung kristal berkilauan. Tirai beludru merah marun melambai lembut di dekat jendela besar yang menghadap ke taman luas dengan air mancur bercahaya. Tempat tidur ukuran king berdiri megah di tengah ruangan, dilapisi sprei satin putih. Lilin aromaterapi yang diletakkan di meja-meja kecil di setiap sisi tempat tidur memancarkan keharuman lembut vanila dan mawar, menciptakan nuansa intim yang bertolak belakang dengan keheningan yang melingkupi dua penghuni barunya.Setelah mereka menyelesaikan sholat isya berjamaah. Darren duduk di sisi kanan tempat tidur, tubuhnya tegap namun kaku, seperti sedang bersiap untuk menghadapi rapat penting. Jemarinya terus memutar-mutar jam tangan, kebiasaannya saat gugup. Sementara itu, Alia duduk di sisi kiri, memainkan ujung kerudungnya dengan

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Pernikahan yang Dingin

    Pernikahan Alia dan Darren berlangsung di taman kecil salah satu vila milik keluarga Darren. Tempatnya memang indah, tetapi atmosfernya terasa jauh dari kesan hangat. Tidak ada cinta yang bersemi di sini, hanya janji pernikahan yang dingin dan penuh formalitas.Langit sore menjadi latar belakang. Matahari hampir tenggelam, menyisakan semburat oranye di cakrawala.Di tengah taman, sebuah meja kecil dengan kain putih bersih berdiri di bawah pohon rindang. Beberapa kursi tertata rapi, dihuni oleh keluarga dekat yang datang lebih karena kewajiban daripada antusiasme.Alia berdiri di ruang ganti kecil di dalam vila, menatap bayangannya di cermin."Gaun putih sederhana membalut tubuhnya. Tidak ada renda mewah atau perhiasan yang mencolok, hanya gaun satin polos yang dipilih untuk acara ini." gumam Alia.Ibu Alia, berdiri di belakang, membantu merapikan kerudung putrinnya."Kamu cantik banget, Sayang," ujar Ibu dengan suara pelan.Alia tersenyum tipis."Makasih Bu." jawab Alia singkat"Seben

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   SEPAKAT

    Hari itu udara sore terasa berat bagi Alia, meski matahari terbenam dengan warna jingga yang indah.Duduk di sebuah kafe kopi sederhana favoritnya, ia berhadapan dengan Darren yang tengah menyeruput es kopinya tanpa ekspresi. Pertemuan ini bukan untuk berbicara tentang masa depan penuh cinta, melainkan tentang menyelesaikan masalah yang sama-sama menekan mereka.“Jadi. . . ” Darren memulai, suaranya datar.“Kita sepakat menikah. Tidak ada basa-basi, tidak ada perasaan yang perlu dilibatkan, hanya ini.” Ia menunjuk ke arah daftar poin-poin yang baru saja ia tulis di secarik kertas.Alia menatap kertas itu.Poin-poinnya rapi dan langsung ke inti, tapi terasa dingin.“Pernikahan. Tanpa cinta. Tanpa harapan. Hanya untuk menyelesaikan tekanan kehidupan masing-masing.”“Kurang lebih begitu,” jawab Alia pelan, mencoba mencerna kata-kata tersebut.“Kamu yakin bisa menjalani ini?” sambungnya lagi raguDarren mengangkat bahu. “Tentu saja. Aku lebih suka pernikahan seperti ini. Tidak ada drama,

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Pertemuan

    Acara malam itu hanyalah makan malam santai di rumah Maya dan Kenji, atau setidaknya begitulah yang Alia pikirkan. Maya dan Kenji, sahabatnya sejak masa kuliah, tahu betul apa yang sedang ia alami. Tekanan keluarga yang terus-menerus menuntutnya untuk menikah membuat Alia merasa terjebak.Sebagai seorang ilustrator freelance, ia mencintai kebebasannya dan enggan melepas kariernya hanya demi memenuhi ekspektasi orang lain.Sementara itu, Darren, sahabat Kenji, berada di situasi serupa meskipun latar belakangnya berbeda.Sebagai seorang manajer proyek di perusahaan multinasional, ia sibuk dengan pekerjaannya yang penuh tanggung jawab, sehingga keluarganya mulai khawatir ia akan melewatkan usia ideal untuk menikah.Tanpa sepengetahuan Alia dan Darren, malam itu Maya dan Kenji sengaja mempertemukan mereka.Jeng jeng . . .. . . .Ketika Alia sampai dirumah Maya ia disambut dengan hangat oleh Maya yang memeluknya erat.Namun, suasana hatinya berubah saat matanya bertemu dengan Darren yang

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Cinta itu Ilusi

    Pagi itu . . .Darren duduk di meja kantornya, memandang layar komputer dengan ekspresi dingin yang menjadi ciri khasnya. Fokusnya tidak pernah terpecah. Setiap angka yang diproses, setiap keputusan yang diambil, semua adalah bagian dari rencana besar yang telah ia susun bertahun-tahun dengan penuh perhitungan."Permisi Pak Darren, dokumen untuk rapat siang nanti sudah siap di meja Anda," ujar sekretarisnya, Lisa, dengan nada sopan namun canggung."Baik. Pastikan semua laporan sudah diperiksa ulang."" Saya tidak mau ada kesalahan," jawab Darren tanpa mengangkat pandangannya dari layar.Darren selalu seperti itu, tepat, tegas, dan tak kenal kompromi. Tidak ada ruang untuk kesalahan dalam hidupnya, termasuk dalam urusan pribadi. Baginya, hidup adalah tentang kontrol penuh.Ketika layar komputernya menampilkan kalender yang penuh dengan jadwal rapat, sebuah notifikasi pesan dari Papinya muncul di ponselnya:"Kapan kamu akan membawa calon istrimu ke rumah? Jangan menunda-nunda lagi DARRE

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   Menikah. Haruskah?

    Alia duduk di meja kerjanya yang berantakan, pensil di tangan, matanya kosong menatap lembaran kertas putih yang tergeletak di depannya. Komputer di sampingnya menunjukkan layar penuh dengan pekerjaan yang belum selesai. Semua tampak begitu kabur, dan pikirannya tak bisa fokus. Ini sudah hari keempat ia terjebak dalam kebuntuan kreatif, dan ia merasa sangat lelah.Sejak kecil, ia selalu dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta dan perhatian, namun tidak pernah bebas dari harapan.PERNIKAHAN!!! selalu menjadi topik utama dalam setiap percakapan keluarga, terutama ibu Alia akhir-akhir ini mengingat Alia sudah masuk usia akhir 20an.Ibunya sering kali memberi nasihat tentang betapa pentingnya menikah di usia muda, sementara Alia hanya bisa mendengarkan tanpa banyak berkata."Kamu tahu kan, nak, umurmu sudah semakin matang. 28 tahun loh. Pikirkan masa depan. Tidak baik hidup melajang sampai tua" begitu kata ibu, setiap kali berbicara dengan nada penuh harapan."Iya Bu, nanti kita bicars

  • Istri Kontrak CEO Blasteran Jepang   PROLOG

    C I N T A ? ?Siti Nur Alia, ia tidak pernah benar-benar memahaminya. Baginya, cinta hanyalah DONGENG INDAH yang terlalu sering dibungkus dengan ekspektasi, tuntutan, dan janji-janji palsu. Sejak kecil, ia terbiasa melihat cinta sebagai konsep yang indah di permukaan, tetapi rapuh dan penuh luka ketika diuji oleh realita. Alia tumbuh dalam keluarga yang penuh tekanan. Hidupnya adalah lingkaran tuntutan tanpa jeda, terutama desakan orang tua untuk segera menikah dan membangun keluarga. Namun, bagi Alia, menikah tidak pernah menjadi prioritas, apalagi sebuah impian.“Alia, kamu ini sudah cukup umur. Apa tidak ingin membahagiakan orang tua?”Itulah kalimat yang terus-menerus ia dengar. Setiap kali kata-kata itu muncul, hatinya terasa penuh, tetapi ia tak pernah menunjukkan perasaannya. Sebagai seorang wanita yang independen dan realistis, Alia memilih memusatkan hidupnya pada pekerjaannya. Tempat di mana ia bisa merasa berguna dan diakui tanpa perlu memedulikan perasaan yang rumit sepert

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status