Keadaan toko itu cukup sunyi. Sedikit saja keributan di toko itu akan mudah menarik perhatian orang lain.“Kalah! Kalah! Kali ini kamu pasti kalah!”“Jangan ngomong begitu dulu, masih belum tentu!”“Kita sudah pernah cobain punya dia, aku nggak percaya kamu jauh lebih baik dibandingkan dia.”Yuna menoleh ke arah itu dan berkebetulan dengan karyawan yang membawa beberapa gelas air. Karyawan itu meletakkannya di hadapan Yuna dan buru-buru dia bertanya, “Apa yang sedang mereka lakukan?”Bar atau kelab biasa, kemungkinan mereka tengah adu minum alkohol. Akan tetapi tempat ini bukan tempat seperti itu. Karyawan tadi menoleh ke arah yang ditunjuk Yuna dan tertawa sambil berkata, “Karena kamu baru pertama kali datang, jadi masih nggak begitu mengerti. Tapi kamu kemungkinan juga peracik aroma, bukan? Kenapa bisa nggak tahu ‘Dupa Surgawi’?”“Dupa Surgawi? Bukannya itu salah satu dupa yang dibuat dengan khusus?”“Yang aku maksud adalah sebuah permainan,” sahut orang itu. Dia mengambil selembar k
Terdorong rasa penasaran, Yuna beranjak dari meja bar dan berjalan mendekati kerumunan itu. Setelah mendekati mereka, Yuna melihat di tengah meja terdapat sebuah rumput yang kelihatannya tak lebih dari sekadar rumput biasa.“Kalian semua nggak ngerti. Kalau nggak percaya, coba saja cium ini!”Gadis itu masih berkukuh menganggap rumput yang dia bawa adalah barang berharga. Akan tetapi, kegigihannya ini tentu saja mengundang tawa orang-orang yang mendengar perkataannya.“Sudahlah, mau dicium berapa kali pun tetap saja itu cuma rumput biasa. Paling-paling bau rumput biasa. Memangnya kamu bisa cium bau apa dari rumput itu? Ayam goreng? Hahaha ….”Diawali dengan satu ledekan, yang lainnya pun satu per satu ikut meledek, “Sudahlah, mending ngaku kalah saja, nggak usah malu. Tapi kamu berani bawa rumput beginian ke tempat ini, sih ….”Mungkin karena merasa sudah jelas siapa yang menang dan tidak menarik lagi, mereka pun satu per satu bubar hingga tak ada lagi satu orang pun yang peduli dengan
“Kamu peracik parfum, ya?”“Iya,” jawab Yuna, dengan mata yang masih tertuju ke rumput itu. “Kamu bisa kasih tahu aku di mana kamu dapat rumput ini, nggak? Atau … apa boleh aku beli dari kamu?”“Ini nggak dijual!”Tak disangka gadis itu malah langsung menolak tawaran Yuna dengan tegas. Namun, itu hal yang wajar mengingat rumput tersebut sangat berharga baginya. Tidak menutup kemungkinan orang lain ingin memanfaatkannya. Dan sebelum Yuna sempat berbicara sampai tuntas, gadis itu sudah berlari ke arah orang-orang yang tadi meledeknya.“Kalian semua, lihat ini. Peracik parfum saja tahu kalau rumputku ini istimewa!” ujar gadis tersebut dengan raut wajah bangga bagaikan seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan piala.Yuna pun kaget tidak mengira permintaannya akan langsung ditolak mentah-mentah, dan malah pamer ke orang lain yang tidak bisa menghargainya.“Peracik parfum apaan? Nggak usah ngibul kamu. Kami ini memang bukan peracik parfum, tapi kami tetap seorang profesional yang nggak
Ada alasan yang jelas mengapa pria itu terkejut, karena saat ini seharusnya Yuna berada di dalam rumah. Satu-satunya pintu untuk keluar masuk terkunci rapat, dan dinding yang mengelilingi bangunan juga memiliki tinggi 5 meter. Mana mungkin Yuna bisa melompat setinggi itu dan melarikan diri.Sementara itu perhatian Yuna masih terfokus kepada rumput yang dimiliki oleh Erika, jadi dia tidak menyadari ada orang lain yang meneriakinya.“Kalau nggak percaya, ini depositnya,” kata Yuna sembari memberikan setumpuk uang ke Erika. “Kasih tahu alamat kamu di mana, nanti aku datang untuk bikin surat perjanjiannya.”Melihat Yuna begitu serius, mereka yang tadi meledek Erika hanya menatap Yuna aneh dan menertawakannya.“Selamat, ya, Erika. Akhirnya ada orang yang bisa mengehargai rumput kamu!”Yuna sendiri tidak terlalu menanggapi mereka dengan serius. Kalau di dunia ini banyak orang yang bisa mengehargai betapa istimewanya rumput itu, maka yang namanya peracik parfum tidak akan menjadi profesi yang
Benar-benar … gadis kecil yang aneh. Di usianya yang masih muda ini dia sudah sangat ambisius dan punya keinginan untuk menang yang sangat besar. Tidak ada gunanya mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah di situasi seperti ini. Melihat Yuna yang tak kunjung berbicara, mereka pun jadi mengira kalau tuduhan itu benar dan mulai meledeknya.“Nggak berani ngaku kalau kalian bersekongkol, ya?!”“Oke, kalau mau tanding apa?” jawab Yuna tiba-tiba, yang mana membuat mereka semua seketika tertegun.“Kita adu pengetahuan tentang wewangian,” ujar gadis yang tadi mengejek Eria. Tubuh gadis itu memang tidak tinggi, tapi auranya terlihat sangat menonjol dan teman-temannya pun menuruti perkataannya.“Lawan kamu?” tanya Yuna, tapi dia malah disambut dengan tawa.“Hahaha, lawan dia? Kamu nggak tahu dia siapa? Sombong banget!”“Erika, harusnya kamu kasih tahu dulu yang jelas ke orang ini. Masa dia berani nantang Rosa? Cari mati kali!”“Siapa, sih, yang nggak tahu kalau Rosa paling jago soal wewang
Bagi mereka yang baru saja berkecimpung di dunia parfum, pertandingan ini pasti akan terasa sangat sulit. Namun bagi Yuna yang sudah berpengalaman, ini adalah hal yang sangat mudah. Yuna sebenarnya tidak ingin repot-repot meladeni pertandingan yang kekanak-kanakan ini, tapi dia terpaksa melakukannya demi mendapatkan rumput yang dimiliki oleh Erika. Hasil dari pertandingan pun tidak perlu ditebak lagi, Yuna menang telak hanya dalam hitungan detik.Setelah Yuna menang, raut wajah anak-anak itu jadi sangat tidak sedap untuk dipandang. Mereka semua tenggelam dalam rasa syok tidak menyangka Yuna akan melibas mereka semudah itu.Setelah meraih kemenangan, Yuna langsung mengambil kotak tersebut dari tangan Erika, “Ingat janji kamu. Dua hari lagi aku datang buat ambil semua barangnya.”Erika betul-betul tercengang dengan kemenangan Yuna. Dia tahu kalau Yuna memang sangat berpengetahuan dan tahu bagaimana caranya mengapresiasi bahan-bahan wewangian, tapi dia tidak menyangka Yuna bisa menang sem
“Terima kekalahan atau nggak, mana bisa tahu kalau kita belum tanding! Kamu pikir kamu sehebat itu?” tutur Rosa menantang.Rosa pun berjalan mendekati Yuna dengan mata berapi-api penuh dengan tekad bertarung. Di tengah situasi yang sangat tegang itu, tiba-tiba terdengar seorang pria yang memanggil nama Rosa. Suaranya terdengar lembut, tapi orang yang namanya disebut itu justru syok. Rasa syok itu tidak hanya terlihat dari gerak tubuh, tapi juga dari tatapan matanya. Spontan, dia pun membalikkan badan dan menyapa pria itu dengan canggung.“Om?”“Ngapain kamu di sini?” tanya pria itu. Meski pakaiannya terlihat sederhana, aura orang kayanya tetap tidak bisa ditutupi.“A-aku lagi tanding sama temanku?” ujar Rosa, tapi kali ini nada bicaranya tidak lagi lantang seperti semula.“Sudah selesai?”“Su-sudah,” jawab Rosa lirih. Rosa masih tidak mengira omnya akan datang kemari. Dia juga sedikit pun tidak tahu sejak kapan omnya ini datang.“Kalau sudah selesai, cepat pulang ke rumah, sekarang sud
“Kita pernah ketemu dulu waktu di Prancis.”Pria itu berusaha untuk mengingatkan Yuna, tapi Yuna benar-benar tidak ingat siapa dia. Setelah yakin kalau Yuna bukan mengada-ada, akhirnya pria itu pun menyerah dan berkata secara langsung, “Waktu di kompetisi, kamu menang tipis dari aku. Aku Louis.”Seusai memperkenalkan diri, Louis mengulurkan tangannya untuk menunjukkan keramahan, tapi Yuna tidak menyambut jabat tangan Louis dan hanya mengangguk.“Oh, oke.”Louis, “….”Oke? Cuma itu saja jawabannya?“Tadinya aku di Prancis cuma mau unjuk kebolehan saja, nggak tahunya ternyata aku dapat sesuatu yang lebih berharga. Kalau ada waktu, kamu nggak keberatan kita tanding lagi secara resmi?” tanya Louis.Yuna menyadari nada bicara Louis memang terdengar sangat santun, tapi di baliknya tersirat rasa tidak terima atas kekalahannya di Prancis terakhir kali. Secara tidak langsung, Louis ingin mengatakan kalau kekalahannya waktu itu semata-mata karena kecerobohannya. Dia tidak bertanding dengan sepen