“Terima kekalahan atau nggak, mana bisa tahu kalau kita belum tanding! Kamu pikir kamu sehebat itu?” tutur Rosa menantang.Rosa pun berjalan mendekati Yuna dengan mata berapi-api penuh dengan tekad bertarung. Di tengah situasi yang sangat tegang itu, tiba-tiba terdengar seorang pria yang memanggil nama Rosa. Suaranya terdengar lembut, tapi orang yang namanya disebut itu justru syok. Rasa syok itu tidak hanya terlihat dari gerak tubuh, tapi juga dari tatapan matanya. Spontan, dia pun membalikkan badan dan menyapa pria itu dengan canggung.“Om?”“Ngapain kamu di sini?” tanya pria itu. Meski pakaiannya terlihat sederhana, aura orang kayanya tetap tidak bisa ditutupi.“A-aku lagi tanding sama temanku?” ujar Rosa, tapi kali ini nada bicaranya tidak lagi lantang seperti semula.“Sudah selesai?”“Su-sudah,” jawab Rosa lirih. Rosa masih tidak mengira omnya akan datang kemari. Dia juga sedikit pun tidak tahu sejak kapan omnya ini datang.“Kalau sudah selesai, cepat pulang ke rumah, sekarang sud
“Kita pernah ketemu dulu waktu di Prancis.”Pria itu berusaha untuk mengingatkan Yuna, tapi Yuna benar-benar tidak ingat siapa dia. Setelah yakin kalau Yuna bukan mengada-ada, akhirnya pria itu pun menyerah dan berkata secara langsung, “Waktu di kompetisi, kamu menang tipis dari aku. Aku Louis.”Seusai memperkenalkan diri, Louis mengulurkan tangannya untuk menunjukkan keramahan, tapi Yuna tidak menyambut jabat tangan Louis dan hanya mengangguk.“Oh, oke.”Louis, “….”Oke? Cuma itu saja jawabannya?“Tadinya aku di Prancis cuma mau unjuk kebolehan saja, nggak tahunya ternyata aku dapat sesuatu yang lebih berharga. Kalau ada waktu, kamu nggak keberatan kita tanding lagi secara resmi?” tanya Louis.Yuna menyadari nada bicara Louis memang terdengar sangat santun, tapi di baliknya tersirat rasa tidak terima atas kekalahannya di Prancis terakhir kali. Secara tidak langsung, Louis ingin mengatakan kalau kekalahannya waktu itu semata-mata karena kecerobohannya. Dia tidak bertanding dengan sepen
“Kayaknya aku masih datang tepat waktu.”Meski Brandon tahu Yuna pasti akan baik-baik saja berkat keahlian bertarung yang Yuna miliki, tetap saja dia akan lebih tenang ketika bisa bertemu dengan Yuna secara langsung. Setelah insiden penculikan yang terjadi di Prancis waktu lalu, Brandon jadi lebih waspada.“Ada apa?” tanya Yuna.“Kita ngobrol di tempat lain saja,” ujar Brandon. Kemudian, dia membawa Yuna ke bawah pohon besar yang terletak tidak jauh dari tempat mereka semula. Di dekat sana juga ada mobil Brandon yang sedang terparkir. Di tengah gelapnya malam dan bayang-bayang pohon di malam hari, keberadaan mereka tidak akan disadari oleh orang lain dengan mudah.“Kamu mau ke mana malam-malam begini?” tanya Brandon.“Aku lagi mau cari harta karun,” jawab Yuna tersenyum mengingat tentang barang berharga yang baru saja dia temukan. Kegirangannya itu juga terpancar melalui alis matanya yang ikut melengkung seolah sedang ikut tersenyum.“Masih bisa senyum-senyum saja kamu.”Brandon juga i
“Kartu undangannya palsu.”“Palsu?” seru Yuna terkejut. Dia sempat berpikir kemungkinan akan terjadi sesuatu dengan undangan kali ini, atau mungkin mereka yang punya rencana lain, tapi dia tidak pernah berpikir sampai bahkan kartu undangan yang dikirim saja palsu. “Kok, bisa palsu? Aku lihat di atasnya ada cap resmi asosiasi, kelihatannya nggak mungkin palsu. Kalau memang ada orang yang berniat jahat, kita lapor polisi saja.”“Masalahnya nggak segampang itu. Tadi aku sudah periksa, capnya memang asli, berarti ada orang yang menyalahgunakan cap resmi asosiasi. Pertanyaannya sekarang, kenapa capnya segampang itu diambil sama orang lain? Dan juga … kamu tahu rumah yang kamu tempati sekarang punya siapa?”“Siapa?” tanya Yuna.“Kamu pernah dengar nama keluarga Hermawan?” Tidak yakin seberapa jauh yang Yuna ketahui tentang tempat ini, Brandon pun menjelaskannya pelan-pelan. “Rumah ini dibeli atas nama Louis Hermawan.”“Louis?!”“Kamu kenal dia?” tanya Brandon curiga melihat reaksi Yuna yang
Sesuai perkiraan, Brandon menggelengkan kepalanya menepis pernyataan yang baru saja Yuna ucapkan.“Dia sudah bersusah payah memancing kamu ke sini. Aku rasa nggak mungkin dia cuma minta tanding ulang sama kamu.”Dugaan Brandon masuk akal kalau memang ternyata pelakunya adalah Louis. Dengan wewenang yang dia miliki sebagai pengurus asosiasi, mendapatkan cap resmi itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Hanya saja, undangan itu masih belum melalui persetujuan dari asosiasi, melainkan hanya perbuatan Louis sendiri. Tak heran saat itu Brandon tidak menyadari ada yang janggal.“Kalau begitu, coba kita lihat saja sebenarnya apa yang dia mau,” kata Yuna santai tanpa ada rasa khawatir sedikit pun.“Kamu nggak takut?”“Kenapa harus takut? Kayak yang tadi kamu bilang, dia sudah repot-repot mancing aku sampai ke sini, jadi nggak mungkin dia cuma mau tanding ulang doang, dan nggak mungkin juga dia berniat membunuhku. Kalau memang begitu, apa lagi yang perlu aku takutkan. Kita lihat saja apa y
Yuna tahu kalau dibiarkan begini terus, yang ada dia akan semakinmerindukan pelukan Brandon. Maka itu, dia langsung berpaling dan menguatkan dirinya untuk berpisah dengan sang kekasih.Ketika tangannya baru saja memegang gagang pintu mobil, Brandon langsung menariknya kembali dan berkata, “Kamu pulangnya gimana? Manjat tembok lagi?”Walaupun harus memanjat tembok tidak jadi masalah dengan keahlian yang Yuna kuasai, Brandon masih tidak tenang jika dia harus melakukannya. Bagaimanapun juga tembok itu memiliki tinggi 5 meter!“Nggak. Ada yang bukain pintunya,” kata Yuna.Brandon, “?”Yuna membungkukkan badan dan mencium ujung bibir Brandon, kemudian membuka pintu mobilnya dan langsung turun secepat kilat.Brandon, “….”Gerakan Yuna begitu cepat hingga Brandon tidak sempat bereaksi. Sekarang dia hanya bisa melihat istrinya berjalan menuju pintu masuk. Di depan pintu yang besar itu ada sebuah lampu gantung yang menerangi, tapi dari situ Brandon juga bisa melihat pintunya terkunci. Yuna berj
“Ting!”Suara yang cukup nyaring berbunyi dan disusul dengan terbukanya pintu depan rumah tersebut. Orang itu kini sudah paham bahwa wanita yang kelihatannya lemah lembut ini ternyata bukanlah orang yang bisa mereka perlakukan semena-mena. Dengan nada yang santun pun dia berkata, “Silakan masuk, Bu Yuna.”Ketika Yuna menginjakan kakinya masuk ke dalam, kedua tangan yang dia taruh di belakang membentuk isyarat “Oke” dengan jarinya. Dia tahu Brandon pasti sedang menoleh ke arahnya dan melihat isyarat tersebut.Brandon menggelengkan kepalanya ketika melihat pintu itu akhirnya tertutup kembali. Tanpa sadar sudut bibir Brandon sedikit terangkat memperlihatkan senyum tipis di wajahnya. Dia cukup tenang mengetahui Yuna sanggup melindungi dirinya sendiri, walau andaikan Yuna tidak bisa, masih ada dia yang tentu akan melindunginya. ***Tebakan Yuna tepat sasaran rupanya. Sesuai perkiraan, keesokan harinya Louis langsung datang menemui Yuna pagi-pagi. Yuna bisa mendengar pintu depan terbuka ke
“Kalau misalkan aku nggak tertarik sama tawaran itu, gimana tanggapan kamu?”“Kamu yakin?”Louis mungkin bisa mengerti keputusan Yuna apabila Yuna memang ingin mengembangkan karirnya di luar negeri, tapi faktanya, Yuna sudah menolak tawaran Will dan berkata ingin berkarya di dalam negeri. Berhubung Yuna sudah bertekad ingin berkarya di dalam negeri, tidak bisa dipungkiri bahwa Asosiasi Peracik Aroma adalah instansi yang paling berwenang dalam industri parfum dan wewangian di sini. Tawaran yang Louis berikan ini menjadi tawaran yang tidak mungkin ditolak oleh siapa pun, tapi Yuna masih saja tidak tertarik? Apa mungkin Yuna sengaja jual mahal?!“Jadi, kamu sudah bersusah payah memancing aku datang ke sini cuma untuk itu? Sayang banget kamu sampai harus keluar banyak uang, padahal tinggal telepon saja cukup,” pungkas Yuna.Toh sudah sampai sejauh ini, sekalian saja Louis mengatakan semuanya. Lagi pula, dia juga sudah cukup lelah berbicara memutar ke sana kemari.“Memancing?” ujar Louis te
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi