“Kartu undangannya palsu.”“Palsu?” seru Yuna terkejut. Dia sempat berpikir kemungkinan akan terjadi sesuatu dengan undangan kali ini, atau mungkin mereka yang punya rencana lain, tapi dia tidak pernah berpikir sampai bahkan kartu undangan yang dikirim saja palsu. “Kok, bisa palsu? Aku lihat di atasnya ada cap resmi asosiasi, kelihatannya nggak mungkin palsu. Kalau memang ada orang yang berniat jahat, kita lapor polisi saja.”“Masalahnya nggak segampang itu. Tadi aku sudah periksa, capnya memang asli, berarti ada orang yang menyalahgunakan cap resmi asosiasi. Pertanyaannya sekarang, kenapa capnya segampang itu diambil sama orang lain? Dan juga … kamu tahu rumah yang kamu tempati sekarang punya siapa?”“Siapa?” tanya Yuna.“Kamu pernah dengar nama keluarga Hermawan?” Tidak yakin seberapa jauh yang Yuna ketahui tentang tempat ini, Brandon pun menjelaskannya pelan-pelan. “Rumah ini dibeli atas nama Louis Hermawan.”“Louis?!”“Kamu kenal dia?” tanya Brandon curiga melihat reaksi Yuna yang
Sesuai perkiraan, Brandon menggelengkan kepalanya menepis pernyataan yang baru saja Yuna ucapkan.“Dia sudah bersusah payah memancing kamu ke sini. Aku rasa nggak mungkin dia cuma minta tanding ulang sama kamu.”Dugaan Brandon masuk akal kalau memang ternyata pelakunya adalah Louis. Dengan wewenang yang dia miliki sebagai pengurus asosiasi, mendapatkan cap resmi itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Hanya saja, undangan itu masih belum melalui persetujuan dari asosiasi, melainkan hanya perbuatan Louis sendiri. Tak heran saat itu Brandon tidak menyadari ada yang janggal.“Kalau begitu, coba kita lihat saja sebenarnya apa yang dia mau,” kata Yuna santai tanpa ada rasa khawatir sedikit pun.“Kamu nggak takut?”“Kenapa harus takut? Kayak yang tadi kamu bilang, dia sudah repot-repot mancing aku sampai ke sini, jadi nggak mungkin dia cuma mau tanding ulang doang, dan nggak mungkin juga dia berniat membunuhku. Kalau memang begitu, apa lagi yang perlu aku takutkan. Kita lihat saja apa y
Yuna tahu kalau dibiarkan begini terus, yang ada dia akan semakinmerindukan pelukan Brandon. Maka itu, dia langsung berpaling dan menguatkan dirinya untuk berpisah dengan sang kekasih.Ketika tangannya baru saja memegang gagang pintu mobil, Brandon langsung menariknya kembali dan berkata, “Kamu pulangnya gimana? Manjat tembok lagi?”Walaupun harus memanjat tembok tidak jadi masalah dengan keahlian yang Yuna kuasai, Brandon masih tidak tenang jika dia harus melakukannya. Bagaimanapun juga tembok itu memiliki tinggi 5 meter!“Nggak. Ada yang bukain pintunya,” kata Yuna.Brandon, “?”Yuna membungkukkan badan dan mencium ujung bibir Brandon, kemudian membuka pintu mobilnya dan langsung turun secepat kilat.Brandon, “….”Gerakan Yuna begitu cepat hingga Brandon tidak sempat bereaksi. Sekarang dia hanya bisa melihat istrinya berjalan menuju pintu masuk. Di depan pintu yang besar itu ada sebuah lampu gantung yang menerangi, tapi dari situ Brandon juga bisa melihat pintunya terkunci. Yuna berj
“Ting!”Suara yang cukup nyaring berbunyi dan disusul dengan terbukanya pintu depan rumah tersebut. Orang itu kini sudah paham bahwa wanita yang kelihatannya lemah lembut ini ternyata bukanlah orang yang bisa mereka perlakukan semena-mena. Dengan nada yang santun pun dia berkata, “Silakan masuk, Bu Yuna.”Ketika Yuna menginjakan kakinya masuk ke dalam, kedua tangan yang dia taruh di belakang membentuk isyarat “Oke” dengan jarinya. Dia tahu Brandon pasti sedang menoleh ke arahnya dan melihat isyarat tersebut.Brandon menggelengkan kepalanya ketika melihat pintu itu akhirnya tertutup kembali. Tanpa sadar sudut bibir Brandon sedikit terangkat memperlihatkan senyum tipis di wajahnya. Dia cukup tenang mengetahui Yuna sanggup melindungi dirinya sendiri, walau andaikan Yuna tidak bisa, masih ada dia yang tentu akan melindunginya. ***Tebakan Yuna tepat sasaran rupanya. Sesuai perkiraan, keesokan harinya Louis langsung datang menemui Yuna pagi-pagi. Yuna bisa mendengar pintu depan terbuka ke
“Kalau misalkan aku nggak tertarik sama tawaran itu, gimana tanggapan kamu?”“Kamu yakin?”Louis mungkin bisa mengerti keputusan Yuna apabila Yuna memang ingin mengembangkan karirnya di luar negeri, tapi faktanya, Yuna sudah menolak tawaran Will dan berkata ingin berkarya di dalam negeri. Berhubung Yuna sudah bertekad ingin berkarya di dalam negeri, tidak bisa dipungkiri bahwa Asosiasi Peracik Aroma adalah instansi yang paling berwenang dalam industri parfum dan wewangian di sini. Tawaran yang Louis berikan ini menjadi tawaran yang tidak mungkin ditolak oleh siapa pun, tapi Yuna masih saja tidak tertarik? Apa mungkin Yuna sengaja jual mahal?!“Jadi, kamu sudah bersusah payah memancing aku datang ke sini cuma untuk itu? Sayang banget kamu sampai harus keluar banyak uang, padahal tinggal telepon saja cukup,” pungkas Yuna.Toh sudah sampai sejauh ini, sekalian saja Louis mengatakan semuanya. Lagi pula, dia juga sudah cukup lelah berbicara memutar ke sana kemari.“Memancing?” ujar Louis te
“Tembok ini ….”Louis sempat berpikir untuk menambahkan jaring-jaring yang bisa mengalirkan listrik, tapi dia rasa sepertinya itu agak berlebihan. Belum lagi tidak semudah itu untuk memasang jaring listrik.“Ah, sudahlah! Panggil orang untuk tebang pohon ini. Semakin cepat semakin baik!”“Eh, Pak Louis yakin mau tebang pohonnya?!”Pohon itu sudah ada di halaman tersebut selama beberapa tahun silam. Bisa tumbuh sampai setinggi itu tentu saja bukanlah hal yang mudah, mana mungkin mereka tega menebangnya begitu saja?“Tebang! Bikin mataku sakit saja!” ujar Louis kesal.Louis tahu betul orang-orang di keluarga Tanoto memang menguasai ilmu bela diri, tapi sehebat apa pun mereka, pasti ada batasnya. Mustahil mereka bisa terbang seperti burung. Satu-satunya kemungkinan yang bisa dia pikirkan hanyalah melarikan diri dengan memanjat pohon ini, jadi dia memutuskan untuk menebangnya saja.Sebenarnya, arah tindakan yang Louis ambil sudah benar, tapi satu hal yang dia tidak tahu adalah bahwa Brando
Selama beberapa hari ini, Rachel sedang tidak ada mood untuk memedulikan apa yang terjadi pada Yuna karena sedang ada masalah keluarga yang lebih merepotkan. Tak peduli betapa enggan atau bagaimanapun caranya Cecilia mengelak, Daniel masih tetap membawa anak itu masuk ke dalam keluarga besar mereka, bahkan sampai menamakannya dengan marga Kusumo.Seketika bertemu dengan anak itu, Cecilia langsung menemui Beny. Dia tahu masalah keluarga ini sudah tidak bisa diatasi lagi oleh ibunya. Jika memang ada orang yang bisa menghentikan ide gila ayahnya itu, orang itu sudah pasti adalah omnya sendiri.“Dengar-dengar Om Beny lagi kurang sehat. Ini aku bawain makanan suplemen dan vitamin dari luar negeri. Semoga saja bisa membantu,” tutur Cecilia dengan raut wajah ramah dan senyum yang lebar.Beny mengangguk dan berkata dengan suaranya yang serak disertai batuk, “Makasih, ya, sudah repot-repot bawain. Papa mama kamu nggak datang?”“Mama lagi sibuk urusin yang lain. Mama juga khawatir sama Om, jadi
“Benar apa yang kamu bilang. Om juga merasa begitu, makanya Om nggak menentang keputusan yang papa kamu ambil,” jawab Beny mengangguk.Cecilia, “….”Andaikan Cecilia tidak meyakinkan diri bahwa orang yang sedang berbicara dengannya ini adalah paman yang sudah menemaninya tumbuh besar dari kecil, mungkin Cecilia sudah meragukan apakah Beny ini adalah Om Beny yang selama ini dia kenal.“Tapi, Om, kita berdua nggak sama. Apa pun yang papaku lakukan, aku bakal selamanya mendukung karena aku anak perempuannya. Beda sama Om yang punya tanggung jawab sebagai kepala keluarga Kusumo. Aku kira Om bakal lebih menjaga kehormatan keluarga kita dan menentang keputusan papaku. Om pasti sudah dengar juga rumor-rumor nggak mengenakkan yang sudah tersebar di luar sana. Adikku ini masih muda, tapi papaku mau dia kerja di perusahaan keluarga. Nantinya para pemegang saham dan para karyawan pasti bakal ngomongin dan jadi omongan lagi. Aku cuma khawatir sama martabat keluarga kita,” ujar Cecilia seraya mengh