Balik cermin kecil Carla termenung sendirian dalam kamar ia melihat wajahnya semakin kurus. Ia ingin semua orang-orang sekitarnya mengerti perasaannya sakit kerap kali mengingat wajah Victor dan Julia.
Rava masuk ke dalam tidak sengaja melihat wajah Carla yang sendu.
Pria tampan itu hembuskan napas kuat selama ini dia memang ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada Carla.
"Kalau aku beritahu kau tidak akan mau tinggal bersama kami lagi Carla. Terlebih lagi Ozora sangat menyukaimu, aku tidak bisa melepaskanmu sebelum waktunya tiba." Rava tidak tega melihat Carla setiap hari harus menderita.
"Carla!" panggil Rava pelan.
Carla hanya menoleh saja lalu kembali melihat kolam renang airnya tenang namun perasaannya tidak.
"Kau mau apa?" tanya Carla ketika merasa Rava sudah berada di belakangnya.
"Maafkan aku," bisik Rava dari belakang.
Carla berbalik tapi kena tahan Rava agar posisi mereka tetap saling membelakangi.
Rava merasa Carla sudah lebih baik daripada sebelumnya kebanyakan memberontak. Pelan namun pasti dia akan ceritakan yang terjadi sebenarnya.
"Apa kau mencintaiku?" tanya Carla tiba-tiba hingga pria beranak satu itu terkejut.
"Tentu, kau adalah ibu Ozora," jawab Rava santai.
"Maka sentuhlah aku kalau kau mencintaiku Rava." Carla berbalik ia melihat manik mata Rava yang tajam.
"Kesehatanmu belum pulih lebih baik istirahat karena esok kita ke rumah sakit memeriksa kesehatanmu." Setelah mengatakan itu Rava duluan naik ke atas tempat tidur.
Carla tertegun menyadari menyuruh Rava menyentuh dirinya.
Kini mereka berdua satu ruangan yang hangat namun tubuh mereka berdua terasa dingin.
Rava senang Carla sudah mau membuka hati kepadanya apalagi permintaan ya itu membuat bulu kuduknya berdiri.
"Kenapa belum tidur?" tanya Rava karena tidak merasakan apapun di sampingnya.
"Boleh aku tahu wajah mantan istrimu?" seketika raut wajah tampan Rava tidak bersahabat.
"Untuk apa? Masa lalu tidak perlu dibahas karena sekarang kita sudah suami-istri," ujar Rava tidak senang.
Carla merasa bodoh melayangkan pertanyaan semacam itu lagi.
Kembali Carla menitikkan air mata ia membandingkan Victor dan Rava jauh beda. Semakin lama suara tangisan mulai terdengar karena tidak bisa lagi ditahan Carla merasa kalau pria ini mencintainya.
"Apa aku akan bahagia?" tanyanya.
Rava mengangguk dia dapat memastikan kebahagiaan Carla asal mau mendengar apa yang dikatakannya.
Tangan kekar itu perlahan menariknya menuju tempat tidur.
"Tidurlah setidaknya kau sudah menerimaku dan Ozora," ucap Rava halus sambil mengusap kepala Carla, wanita itu dalam sekejap menuruti apa yang dikatakan Rava.
Disisi lain sepasang kekasih gelap sedang melakukan hubungan terlarang.
Wanita yang paling dibenci Carla terus menggoda Victor agar terus memuaskannya.
"Aku milikmu sekarang Victor, lakukan apapun yang kau inginkan," ucap Julia Kefira langsung duduk pangkuan pria itu.
"Yakin? Malam ini akan aku buat kau menjerit sayang!" Julia tertawa terbahak-bahak merasakan sapuan kasar mengenai kulitnya.
Victor dan Julia hampir tiap jam merayakan kemenangan atas meninggalnya Carla.
Saham Carla telah direbut Victor hingga pundi-pundi terus mengalir ke rekening atas nama Julia.
"Victor, kalau aku sudah tidak cantik kau akan melakukan hal yang sama seperti dialami Carla?" pertanyaan itu membuat kening Victor mengerut.
Victor mengeratkan pelukannya setelah habis melepaskan penyatuan dengan Julia.
"Kau mau aku melakukan itu?" tanya balik Victor.
"Apa maksudmu, Victor?" Julia mengamuk langsung duduk.
Walaupun kelak dia menua tapi tubuh Victor tidak boleh ada merebut darinya.
"Aku tidak menyukai pertanyaanmu itu jadi jangan coba-coba menyebut nama Carla," peringat Victor.
Senyuman Julia mengembang dia yakin betul perasaaan Victor terhadapnya.
"Maaf ya, Carla sudah jadi abu seutuhnya tapi aku sudah bertanya hal seperti itu," ucap Julia.
Victor mengangguk tentang Carla tidak mau lagi diungkit-ungkit karena itu sudah tidak penting untuknya. Kejadian naas di hutan rimba sudah cukup baginya agar segera melupakan Carla.
Waktu begitu cepat berlalu tidak ada yang aneh ataupun mencurigakan meninggalnya Carla di hutan rimba. Kekasih atau selingkuhannya bahkan sudah hilang bagaikan ditelan bumi.
Dunia tahu apa yang dialami Carla, masyarakat sangat membencinya bahkan mereka sama sekali tidak ada belas kasih terhadapnya.
"Tuan, kami baru mengirim data ke email anda," ucap sang sekretaris hati-hati.
"Data apa sayang?" tanya Julia Kefira.
"Saham Carla, sisanya sudah aku rebut dari pengacaranya." Julia senang bukan main lantas dia tidak segan-segan mencium Victor di hadapan sekretaris kekasihnya itu.
"Alihkan atas namaku ya sayang," pinta Julia manja.
"Tentu," jawab Victor cepat.
Julia memberikan belaian setiap anggota tubuh Victor bahkan mereka tidak peduli sekretaris masih berada di sana menunggu perintah.
Victor memantapkan hatinya kepada Julia yakin kepada wanita yang dicap orang-orang diluar sana penggoda namun, dia sama sekali tidak peduli.
"Maaf Tuan, saya mengganggu karena masih ada kendala pengalihan saham Nona Carla saat ini." Julia langsung hentikan belaiannya terkejut mendengar perkataan sang sekretaris.
"Sayang, kenapa masih ada masalah?" rengek Julia.
"Tenanglah! Masalah apa sampai saham mantan istriku belum bisa sepenuhnya dialihkan?" tanya Victor kesal.
"Kematian Nona Carla mendadak, ternyata beliau selama ini sudah menanamkan sahamnya ke salah satu perusahaan raksasa di Asia tenggara jadi." Victor langsung memotong ucapan sekretaris itu.
"Apa nama perusahaan itu?" tanyanya geram.
"Group Serafin Tuan." Julia kesal langsung meninggalkan ruang kerja Victor.
"Menjadi orang kaya ternyata sangat sulit, keterlaluan kau Carla," maki Julia.
"Sayang jangan pergi!" panggil Victor.
Victor mengamuk apapun di sekelilingnya dia hancurkan, rencana yang sudah tersusun rapi ternyata Carla diam-diam menanamkan saham tanpa sepengetahuannya.
"Kau harus rebut kembali saham Carla, kalau sampai jatuh ke tangan yang salah bisa berakibat fatal perusahan kita!" perintah Victor.
"Hanya ada satu cara Tuan, kita harus melakukan kerjasama dengan group Serafin," jawabnya.
"Siapa CEO ya? Aku heran Carla bisa tembus ke sana padahal perusahaan itu sulit untuk dimasuki. Kalau dibandingkan dengan perusahaan kita mana mungkin mereka mau menerima saham Carla tertanam di sana," gerutu Victor.
"Rava Alfin Serafin Tuan. Beliau saat ini berada di Bandung bersama dengan keluarga besarnya. Saya akan coba melobi mereka agar kerjasama dua perusahaan berjalan," ucapnya.
Victor mengusir sekretaris karena nama Rava Alfian Serafin tidak asing di telinganya.
"Mami!" panggil seorang anak kecil berlari ke arah seorang wanita muda hendak keluar dari pintu gerbang.
"Jangan lari seperti itu, nanti jatuh bagaimana?" Carla menggendong Ozora masuk kedalam.
Niat ingin pergi dari kediaman Rava ia urungkan hanya karena Ozora membutuhkannya saat ini.
Carla Amaris kali ini mematuhi semua peraturan dan perintah Rava demi kebaikannya. Kasih sayang seorang ibu juga tidak lepas kepadanya karena kedua orang tua Rava sangat menyukainya.
Carla baik menjaga Ozora layaknya seorang anak kandungnya sendiri. Ketika hanya mereka berdua bermain di taman, Carla hanya diam sambil memperhatikan dari jarak jauh. Mereka berdua tidak menyadari kalau Rava sudah kembali sambil membawa martabak manis kesukaan Ozora. "Aku pulang," ucap Rava. Carla terperanjat ia berbalik melihat tubuh kekar itu sudah berdiri di belakangnya. "Kapan kau pulang? Di mana mobilmu?" Sederet pertanyaan Carla membuat Rava tersenyum tipis. "Luar, aku tidak mau mengganggu Ozora bermain lagian anak itu sudah tidak mau menyambutku karena dia sudah lebih menyayangi ibunya," ucapnya lembut. Carla mengerutkan dahinya bingung mau mengatakan apa lagi, ia lebih memilih memperhatikan Ozora dari jarak jauh bersama dengan pengasuhnya. "Akan ku panggil Ozora!" serunya. "Tidak perlu, sebagai gantinya boleh kamu bantu aku?" Carla melihat manik mata Rava sejenak. "Ya," angguknya cepat. Pengasuh melihat kepergian kedua majikannya langsung ambil peran penting menjaga
"Oh Rava, tahan jangan sampai kau merusak semua yang sudah kau bangun," ucapnya lalu pelan-pelan menutup pintu agar Carla tidak marah kepadanya. Rava menenangkannya diri di balkon sambil merasakan jantungnya masih berdebar membayangkan Carla dan Ozora masih mandi di dalam sana. "Besok-besok Ozora mau mandi sama ibu lagi ya," serunya. "Ibu tidak janji sayang. Ayo pakai bajumu nanti masuk angin!" Ozora mengangguk mengerti lalu melakukan apapun yang dikatakan Carla. "Ozora mau main dengan ayah," celotehnya lagi setelah selesai berpakaian. "Baiklah! Ayah tadi di bawah kau temui saja sana," tambah Carla. "Ya Bu," balas Ozora lalu dia tidak lupa mencium kedua pipi Carla masih basah. Carla Amaris menyentuh pipinya baru disentuh anak kecil yang selalu menggemaskan itu. "Jantungku kenapa berdebar setiap kali Ozora melakukannya ya?" kekehnya. "Mana Ozora?" Carla berbalik ia terkejut bahkan nyaris menjerit karena Rava muncul di waktu yang tidak tepat. "Kau sedang apa di sini?" tanya Ca
Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng
Kembali Rava menerima laporan dari sekretaris Hardiman kalau Victor sudah pergi. "Kita ke toko boneka, Ozora menginginkan boneka panda," ucap Rava. "Baik tuan," angguknya. Mobil Rava berhenti di pusat perbelanjaan penuh dengan mainan anak-anak pria maupun wanita. Rava menyentuh mainan mobil-mobilan dia ingin sekali memiliki putra kelak ada penerusnya suatu saat. "Hardiman, bagaimana kalau aku memiliki anak dari Carla?" tanyanya tersenyum kecut. "Saya hanya bisa mendukung dari belakang kalau tuan menginginkannya," jawab sekretaris Hardiman dingin. "Carla tidak akan pernah mau Har, dia akan marah kepadaku terlebih lagi Ozora akan kembali kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya," lirihnya. "Tuan," ucap sekretaris Hardiman pelan. "Kita pulang, aku sudah dapatkan boneka panda." Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan Rava bergegas meninggalkan tempat itu. Kepulangan Rava langsung disambut hangat Carla dan Ozora terlebih lagi, bocah itu lari hampiri mobil itu yang masih belum ber
Rava tertegun baru menyadari apa yang dia lakukan kepada Carla barusan bahkan, wanita yang ada di hadapannya ini sudah bergetar karena mendapatkan serangan dadakan dari pria yang bukan suaminya."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya yang tadi itu kecelakaan Carla, kumohon jangan marah kepadaku," ucap Rava memohon.Carla mundur pelan-pelan ia tidak bisa menahan kedua kakinya berdiri pasca kejadian tadi. Berbalik, langsung lari menuju pintu lift meninggalkan Rava apalagi di lantai yang sama ada Victor dan Julia hingga pernafasannya tambah sesak."Semua pria sama saja," tangisnya dalam lift sambil mengusap wajahnya."Carla tunggu!" Sayangnya Carla sudah turun.Rava bergegas menuju tangga darurat dia tidak mau Carla pergi dari hidupnya apalagi Ozora sudah terlanjur sayang kepadanya.Tidak lama kemudian pintu terbuka Carla bingung cari pintu keluar karena banyak pengunjung yang berlalu-lalang di hadapannya."Tadi aku masuk dari mana?" batinnya."Ada yang bisa saya bantu Nona?" Petugas rese
Rava tidak mau Carla hilang arah apalagi saat ini ia mengalami guncangan karena bertemu dengan Victor Walt."Masuk Carla, kau tidak boleh seperti ini!" ujar Rava."Lepaskan aku Rava, jangan menyentuhku karena kau tidak berhak." Carla menyentak Rava hingga mereka berdua saling adu tatap.Carla berbalik namun masih satu selangkah ia jalan kesadarannya sudah hilang."Maaf Carla, saat ini aku harus melakukan sesuatu kepadamu." Rava membuat Carla pingsan lalu kembali membawanya ke hotel miliknya sendiri."Apa masih ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya petugas hotel Serafin tersebut."Kau boleh keluar dan terima kasih," balas Rava. Pelayan itu menunduk lalu pergi sambil menutup mulut bahwasanya Rava ada di hotel ini bersama dengan wanita asing.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam saatnya dia menghubungi Ozora agar bocah itu tidak menunggu mereka berdua."Halo ayah, kalian kenapa belum pulang dan ibu mana?" Rava tersenyum mendengar celoteh Ozora mampu membuat suasana hatinya tenang
Pintu kamar terbuka lebar mereka berdua saling adu tatap namun tidak ada yang membuka suara. Rava begitu saja masuk karena ponselnya tertinggal tanpa melirik Carla lagi. "Kau mau ke mana?" tanya Carla pelan. "Kamarku di sebelah kalau ingin sesuatu hubungi saja pelayan hotel." Setelah mengatakan itu Rava meninggalkan Carla. "Dia marah," batin Carla. Rava benar-benar tidak jadi ke kamarnya tapi bersandar di pintu sambil memejamkan mata. "Tenanglah Rava, wanita itu kapan pun bisa marah," ucapnya pelan. Carla sedari tadi mondar-mandir memikirkan Victor dan Julia Kefira pasti merayakan kemenangan untuk kedua kalinya. "Bodoh Carla, seharusnya jangan menandatangani surat itu." Carla baru menyesali perbuatannya setelah berpikir panjang. Beda dengan Rava dia memperhatikan dokumen baru kirim sekretaris Hardiman saham Carla sudah berpindah tangan. "Dia benar-benar mengambil saham Carla," ucap Rava kesal. Pria beranak satu itu tidak terlalu merespons soal saham Carla lalu kembali menut