Rava sebagai pendengar yang setia Carla sedang bercerita kancil dan buaya. Tidak lama kemudian Ozora terlelap dalam mimpinya. Satu tempat tidur dengan pria asing Carla merasa canggung dan gugup lalu turun pelan-pelan.
"Kau mau ke mana?" Carla berbalik ia melihat Rava ternyata masih belum tidur.
"Tidak baik bicara di sini," ucap Carla sambil melihat Ozora.
Rava mengangguk lalu mengikuti Carla menuju ke balkon kamar, angin kencang mengenai wajahnya hingga rambut hitam mengkilap itu menari-nari.
"Namaku Carla Amaris," ucapnya pelan.
"Aku sudah tahu, namaku Rava Alfin." Dugaannya benar ternyata pria yang menikahinya bukanlah orang sembarangan.
Obrolan kembali putus namun tatapan Carla lurus ke depan sambil memikirkan cara balas dendam kepada Victor.
Walaupun menikah dengan pria kaya di kota Bandung ini, ia beranggapan kalau Rava tidak akan mau menolongnya. Wajah Carla berubah tidak bersahabat langsung masuk ke dalam meninggalkan pria itu di sana sendirian.
"Sampai kapan kau menghindariku Carla?" gumam Rava.
Pengkhianatan yang telah dilakukan sepasang kekasih gelap itu mampu membuat nama baik Carla Amaris tercoreng diluar sana.
Berita terbaru telah tiba-tiba panas dibahas luar sana karena foto Carla bersama dengan seorang pria asing berselingkuh di hotel Serafin.
Media telah memburu kediaman Carla namun fakta tentangnya telah membuat mereka dalam sekejap lemas.
"Aku mendapatkan informasi kalau istriku dan selingkuhannya kecelakaan di hutan rimba hingga mobilnya telah jatuh ke jurang. Selingkuhannya selamat sekarang berada di rumah sakit," ucap Victor terang-terangan sambil memelas.
"Lalu, apa yang akan anda lakukan sekarang Pak Victor?" tanya wartawan.
"Saya sakit hati kepadanya tapi yang namanya musibah saya memaafkannya. Pria itu sudah saya berikan tempat tinggal kalau sudah pulih." Masyarakat tiba-tiba bersimpati kepada Victor lalu, pria itu menunjukkan foto Carla.
"Foto ini kan aku dan Victor ketika menemui kliennya beberapa bulan lalu?!" pekik Carla tidak terima berita tentangnya diluar sana buruk sekali.
"Saya juga mengumumkan perceraian kami sudah dilakukan sebelum kejadian menimpa Carla. Maka dari itu, pendamping saya saat ini adalah Julia Kefira." Wartawan mengambil foto mereka berdua lalu disebarkan seluruh penjuru dunia.
Carla histeris dalam kamar hidupnya hancur hanya karena seorang wanita penggoda. Kebohongan Victor tidak bisa ditolerir lagi hingga dendam dalam diri Carla semakin dalam.
"Semua yang dikatakannya itu sama sekali tidak ada benar?!" teriak Carla kuat hingga suara pecahan terdengar sampai ke bawah.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Rava terkejut melihat isi kamar.
Air matanya menetes bayang-bayang wajah Victor dan Julia semakin menghantui pikirannya.
Rava diam saja mulai beranggapan kemungkinan besar Carla bakal sakit kalau pikirannya tidak bisa dikondisikan.
"Berdirilah! Ozora sedang menunggu kita di bawah." Carla menggeleng ia merasa tidak ada ikatan dengan anak kecil itu.
"Aku tidak mau," tolaknya.
"Kalau kau ingin bebas aku tidak bisa melakukannya?" tanya Rava berusaha tetap sabar.
Carla melepaskan diri dari genggaman tangan Rava pandangannya tertuju layar televisi.
Pria tampan itu sebentar memejamkan mata sambil menenangkan pikiran.
"Malam ini kita ke luar negeri sepertinya kau butuh waktu agar bisa menerima semua kenyataan ini," ucap Rava dingin.
"Untuk apa kesana? Aku sehat Rava tidak sakit seperti yang dikatakan dokter?!" sentak Carla.
"Kita menemui kedua orang tuaku sekaligus memperkenalkan ibu baru Ozora," tambah Rava.
"Apa kau bilang kedua orang tuamu? Hubungan ini jangan bawa terlalu jauh Rava karena kau adalah pria pembohong!" balas Carla tidak terima.
"Di mana letak kebohonganku katakan Carla? Apa belum cukup bukti yang kau lihat?" Rava membuat Carla ketakutan hingga wanita muda itu mundur beberapa kali.
Carla berpikir panjang semua kebohongan ini memang ada sebagian yang benar namun, hal yang membuatnya saat ini tidak terima menikah dengan Rava.
"Apa yang harus kulakukan sekarang," lirihnya pelan namun tatapannya kosong ke depan.
Rava tetap kukuh sementara ini membawa Carla ke luar negeri agar bisa tenang.
"Ayah, ibu masih sakit ya?" tanya Ozora sendu.
"Maafkan ayah ya belum bisa membuat ibu sehat," ucap Rava halus.
"Ya ayah, mungkin nenek dan kakek bisa membuat ibu sehat nanti." Rava mengangguk mengerti lalu memeluk putri kecilnya itu.
Carla tidak ada mengeluarkan sepatah kata pun semenjak berangkat hingga tiba di negeri kincir angin.
Pintu terbuka otomatis hingga sepasang suami-istri paruh baya keluar menyambut kedatangan putra semata wayangnya itu serta cucu.
"Rava, Ozora!" panggil nenek tidak lain adalah ibu Rava.
Ozora berhambur memeluk nenek ya tidak lupa anak kecil itu menarik Carla agar ikut dengannya.
"Nenek, sekarang Ozora sudah memiliki ibu," celotehnya.
Ibu Rava menoleh kepada putranya itu yang lebih memilih menoleh ke samping.
"Ayo kita masuk, di luar dingin!" ajak ibu Rava.
Carla merasakan kalau kedua orang tua Rava tidak menyukai ia apalagi kedatangannya seperti ini.
"Ozora bisa naik sebentar ke atas, nanti ayah dan ibu nyusul," pinta Rava.
"Tidak mau, Ozora mau sama ibu," rengeknya lalu memeluk leher Carla.
Rava mengangguk memberikan isyarat agar Carla merayu Ozora agar naik ke atas.
"Sayang, dengarkan kata ayah nanti ibu menyusul," bisik Carla.
"Benar, Bu?" Ozora mengedipkan mata ya berulangkali sampai Carla hampir dibuat gemas.
"Ya sayang," ucapnya lembut.
Ibu Rava tercengang melihat interaksi cucunya dengan wanita muda yang baru dia lihat ini.
"Ibu ingin mengatakan sesuatu kepada kalian dua datang secara tiba-tiba dan Ozora memanggilnya dengan sebutan ibu, ada apa ini Rava?" tanya ibu dingin.
"Bu, ayah, Carla sudah menjadi istriku sekaligus ibu Ozora mohon restui pernikahan kami. Maaf Rava memberitahukan terlambat, sebagai anak nakal Rava siap dihukum," ucapnya sambil bersimpuh kedua kaki wanita lanjut usia itu.
Carla tertegun melihat Rava berani mengakui kesalahannya di hadapan ibunya sendiri, sementara ia tidak melakukan apapun dari tadi.
"Sudah berapa lama kalian menikah?" tanya ibu Rava sedih.
"Satu Minggu Bu. Sebelumnya Carla saat ini sakit karena baru mengalami kecelakaan, dokter mengatakan ia amnesia." Rava menceritakan kejadian di hutan rimba sekaligus masa lalu Carla dengan mantan suaminya.
Ibu Rava sedih mendengar cerita Rava langsung merangkul Carla karena sesama wanita tahu apa yang dirasakannya.
"Mulai saat ini kau adalah keluarga kami nak. Jangan sedih lagi Rava dan Ozora akan ada disisimu selalu," ucap ibu Rava sambil mengusap kepala Carla berulang kali.
Carla semakin tidak bisa mengatakan apapun situasi ini hampir membuatnya gila. Ia melirik Rava hanya tersenyum tipis sesekali mengangguk.
"Oh Tuhanku, aku belum bisa menjadi bagian keluarga harmonis Rava. Jangan buat aku semakin egois pria ini terlalu baik!" teriak Carla dalam hati.
Balik cermin kecil Carla termenung sendirian dalam kamar ia melihat wajahnya semakin kurus. Ia ingin semua orang-orang sekitarnya mengerti perasaannya sakit kerap kali mengingat wajah Victor dan Julia. Rava masuk ke dalam tidak sengaja melihat wajah Carla yang sendu. Pria tampan itu hembuskan napas kuat selama ini dia memang ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada Carla. "Kalau aku beritahu kau tidak akan mau tinggal bersama kami lagi Carla. Terlebih lagi Ozora sangat menyukaimu, aku tidak bisa melepaskanmu sebelum waktunya tiba." Rava tidak tega melihat Carla setiap hari harus menderita. "Carla!" panggil Rava pelan. Carla hanya menoleh saja lalu kembali melihat kolam renang airnya tenang namun perasaannya tidak. "Kau mau apa?" tanya Carla ketika merasa Rava sudah berada di belakangnya. "Maafkan aku," bisik Rava dari belakang. Carla berbalik tapi kena tahan Rava agar posisi mereka tetap saling membelakangi. Rava merasa Carla sudah lebih baik daripada sebelumnya kebany
Carla baik menjaga Ozora layaknya seorang anak kandungnya sendiri. Ketika hanya mereka berdua bermain di taman, Carla hanya diam sambil memperhatikan dari jarak jauh. Mereka berdua tidak menyadari kalau Rava sudah kembali sambil membawa martabak manis kesukaan Ozora. "Aku pulang," ucap Rava. Carla terperanjat ia berbalik melihat tubuh kekar itu sudah berdiri di belakangnya. "Kapan kau pulang? Di mana mobilmu?" Sederet pertanyaan Carla membuat Rava tersenyum tipis. "Luar, aku tidak mau mengganggu Ozora bermain lagian anak itu sudah tidak mau menyambutku karena dia sudah lebih menyayangi ibunya," ucapnya lembut. Carla mengerutkan dahinya bingung mau mengatakan apa lagi, ia lebih memilih memperhatikan Ozora dari jarak jauh bersama dengan pengasuhnya. "Akan ku panggil Ozora!" serunya. "Tidak perlu, sebagai gantinya boleh kamu bantu aku?" Carla melihat manik mata Rava sejenak. "Ya," angguknya cepat. Pengasuh melihat kepergian kedua majikannya langsung ambil peran penting menjaga
"Oh Rava, tahan jangan sampai kau merusak semua yang sudah kau bangun," ucapnya lalu pelan-pelan menutup pintu agar Carla tidak marah kepadanya. Rava menenangkannya diri di balkon sambil merasakan jantungnya masih berdebar membayangkan Carla dan Ozora masih mandi di dalam sana. "Besok-besok Ozora mau mandi sama ibu lagi ya," serunya. "Ibu tidak janji sayang. Ayo pakai bajumu nanti masuk angin!" Ozora mengangguk mengerti lalu melakukan apapun yang dikatakan Carla. "Ozora mau main dengan ayah," celotehnya lagi setelah selesai berpakaian. "Baiklah! Ayah tadi di bawah kau temui saja sana," tambah Carla. "Ya Bu," balas Ozora lalu dia tidak lupa mencium kedua pipi Carla masih basah. Carla Amaris menyentuh pipinya baru disentuh anak kecil yang selalu menggemaskan itu. "Jantungku kenapa berdebar setiap kali Ozora melakukannya ya?" kekehnya. "Mana Ozora?" Carla berbalik ia terkejut bahkan nyaris menjerit karena Rava muncul di waktu yang tidak tepat. "Kau sedang apa di sini?" tanya Ca
Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng
Kembali Rava menerima laporan dari sekretaris Hardiman kalau Victor sudah pergi. "Kita ke toko boneka, Ozora menginginkan boneka panda," ucap Rava. "Baik tuan," angguknya. Mobil Rava berhenti di pusat perbelanjaan penuh dengan mainan anak-anak pria maupun wanita. Rava menyentuh mainan mobil-mobilan dia ingin sekali memiliki putra kelak ada penerusnya suatu saat. "Hardiman, bagaimana kalau aku memiliki anak dari Carla?" tanyanya tersenyum kecut. "Saya hanya bisa mendukung dari belakang kalau tuan menginginkannya," jawab sekretaris Hardiman dingin. "Carla tidak akan pernah mau Har, dia akan marah kepadaku terlebih lagi Ozora akan kembali kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya," lirihnya. "Tuan," ucap sekretaris Hardiman pelan. "Kita pulang, aku sudah dapatkan boneka panda." Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan Rava bergegas meninggalkan tempat itu. Kepulangan Rava langsung disambut hangat Carla dan Ozora terlebih lagi, bocah itu lari hampiri mobil itu yang masih belum ber
Rava tertegun baru menyadari apa yang dia lakukan kepada Carla barusan bahkan, wanita yang ada di hadapannya ini sudah bergetar karena mendapatkan serangan dadakan dari pria yang bukan suaminya."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya yang tadi itu kecelakaan Carla, kumohon jangan marah kepadaku," ucap Rava memohon.Carla mundur pelan-pelan ia tidak bisa menahan kedua kakinya berdiri pasca kejadian tadi. Berbalik, langsung lari menuju pintu lift meninggalkan Rava apalagi di lantai yang sama ada Victor dan Julia hingga pernafasannya tambah sesak."Semua pria sama saja," tangisnya dalam lift sambil mengusap wajahnya."Carla tunggu!" Sayangnya Carla sudah turun.Rava bergegas menuju tangga darurat dia tidak mau Carla pergi dari hidupnya apalagi Ozora sudah terlanjur sayang kepadanya.Tidak lama kemudian pintu terbuka Carla bingung cari pintu keluar karena banyak pengunjung yang berlalu-lalang di hadapannya."Tadi aku masuk dari mana?" batinnya."Ada yang bisa saya bantu Nona?" Petugas rese
Rava tidak mau Carla hilang arah apalagi saat ini ia mengalami guncangan karena bertemu dengan Victor Walt."Masuk Carla, kau tidak boleh seperti ini!" ujar Rava."Lepaskan aku Rava, jangan menyentuhku karena kau tidak berhak." Carla menyentak Rava hingga mereka berdua saling adu tatap.Carla berbalik namun masih satu selangkah ia jalan kesadarannya sudah hilang."Maaf Carla, saat ini aku harus melakukan sesuatu kepadamu." Rava membuat Carla pingsan lalu kembali membawanya ke hotel miliknya sendiri."Apa masih ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya petugas hotel Serafin tersebut."Kau boleh keluar dan terima kasih," balas Rava. Pelayan itu menunduk lalu pergi sambil menutup mulut bahwasanya Rava ada di hotel ini bersama dengan wanita asing.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam saatnya dia menghubungi Ozora agar bocah itu tidak menunggu mereka berdua."Halo ayah, kalian kenapa belum pulang dan ibu mana?" Rava tersenyum mendengar celoteh Ozora mampu membuat suasana hatinya tenang