Rava kembali naik ke atas memastikan keadaan Carla, dia khawatir kesehatan wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu.
Pria itu tidak tahu kalau putri kecilnya telah mengikuti dari belakang sama-sama masuk ke dalam kamar.
"Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Rava lembut.
"Bisa kau bebaskan aku sekarang? Ada sesuatu yang ingin aku selesaikan di luar sana!" pinta Carla memohon.
"Ibu mau meninggalkan kita lagi ayah?!" Rava dan Carla terkejut dan langsung berbalik.
Gadis manis itu tiba-tiba menangis sesenggukan sambil memeluk boneka kelinci.
"Bagaimana bisa kau masuk ke sini sayang?" tanya Rava khawatir lalu membawa Ozora masuk ke dalam pelukan hangatnya.
"Jawab Ozora ayah?" tangisnya sesenggukan namun tatapannya kosong melihat Carla sama sekali tidak bergeming.
Rava memilih menurunkan Ozora ditengah-tengah mereka berdua dia melirik kepada Carla berharap wanita ini mau membantu menenangkan putri kecilnya.
Carla geleng-geleng kepala karena belum bisa menjadi ibu bagi Ozora.
Rava membawa Ozora keluar dia semakin kecewa terhadap Carla tidak mau mengambil hati putri kecilnya.
"Kenapa ayah belum menjawab pertanyaan Ozora?" tanyanya sambil menangis.
"Diam Ozora?! Kau terlalu banyak bertanya!" tiba-tiba Rava membentaknya.
Ozora tersentak kaget langsung lari ke kamar pertama kalinya Rava mengeluarkan suara kuat terhadap dirinya.
Carla yang menyaksikan itu semua seketika langsung merasa bersalah. Ia benci Rava terlalu kasar terhadap anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
"Kalian urus Ozora jangan kasih izin keluar sebelum aku kembali!" perintah Rava.
"Baik Tuan," jawab pelayan cepat.
"Apa yang kau lakukan? Dia hanya anak kecil tidak pantas diperlakukan seperti itu?" potong Carla.
"Kau saja tidak peduli apalagi aku." Rava meninggalkan kamar Ozora.
Carla menoleh kepada Ozora yang meringkuk ia tidak bisa melihat Ozora dikurung lantas langsung menerobos masuk ke dalam.
"Ozora?" panggil Carla pelan.
"Pergi! Ozora tidak membutuhkan ibu?" teriaknya.
"Sayang kau mau kan memeluk ibu?" pinta Carla selembut mungkin.
Ozora geleng-geleng malah mundur kebelakang takut kena bentak namun, Carla langsung menangkap membawa masuk ke dalam pelukan hangatnya.
"Ibu minta maaf sayang," bisik Carla sambil merasakan tubuh Ozora bergetar.
"Ibu tidak akan bentak Ozora kan?" tanyanya takut.
"Tidak sayang karena kau adalah putri cantikku," ucap Carla sambil tersenyum lebar untuk pertama kalinya.
Rava belum berangkat ke kantor teduh melihat dua wanita yang akan dia jaga mulai saat ini.
Carla tidak menyadari Rava sedang memperhatikan mereka berdua dari balik cermin kecil Ozora.
"Ibu tahu Ozora anak kuat, lembut, mau kan maafkan ibu dan ayah?" ucap Carla sambil melepaskan pelukannya lalu mengusap wajah Ozora yang sembab.
Ozora ketakutan dia malah memilih bersembunyi karena melihat kedatangan Rava.
"Ozora!" panggil Rava halus.
"Ibu, Ozora takut," ucapnya.
"Ayah juga minta maaf ya sayang," pinta Rava.
"Ozora mau sama ibu." Ozora memeluk erat Carla hingga wanita itu bingung.
Niat ingin melarikan diri dari rumah ini jadi ia urungkan karena Ozora tiba-tiba lengket dengannya.
"Ozora menyukaimu boleh kau berikan dia kasih sayang? Dari kecil dia tidak pernah merasakan kehangatan seorang ibu." Carla tidak sengaja melihat manik mata Ozora yang menganak.
"Ibu tidak menyukai Ozora ya?" Carla tersentak kaget merasakan sentuhan jari mungil itu mengusap wajahnya.
"Suka sayang," balas Carla lembut walaupun masih belum bisa menerima kenyataan ia menjadi ibu bagi seorang anak kecil bukan dari kandungannya.
Setelah keadaan tenang Carla kembali ke kamar, terlalu lama mengulur waktu tinggal di sini ia akan semakin terjebak dengan keluarga kecil Rava.
Dirinya ingin bebas agar bisa secepatnya balas dendam kepada Victor dan Kekasihnya. Walaupun Rava sudah menyelamatkan nyawanya tapi pernikahan ini tidaklah benar.
Secara perlahan Carla membuka pintu namun pandangan mereka berdua langsung saling beradu.
Rava tersenyum hangat langsung berdiri mendekati Carla yang enggan masuk ke dalam.
"Kenapa berdiri di sana?" tanya Rava hangat.
"Aku mau bicara soal." Carla tidak melanjutkan ucapannya karena Rava menerima panggilan.
"Apa yang kamu temukan di hutan rimba?" Carla melebarkan kedua bola matanya.
"Itukan tempat aku kecelakaan?" batin Carla.
Rava selesai berbicara langsung mendekati Carla menunjukkan bukti kecelakan kemarin malam itu.
"Ternyata kau mengalami kecelakaan murni di sana." Carla terbelalak mendengar perkataan Rava.
"Jelas-jelas Victor dan Julia ingin melenyapkanku?" Carla berargumen pada dirinya sendiri.
"Kau tahu kalau mantan suamimu sudah memiliki istri baru. Ingat, saat ini kau sudah menjadi istriku kembali ke sana sama saja mempermalukan diri sendiri." Carla semakin marah mendengar fakta baru tentang suaminya itu.
Rava berhasil menyakinkan Carla semakin membenci suaminya itu biar bagaimanapun saat ini dia butuh seorang wanita untuk putri semata wayangnya.
"Keterlaluan mereka berdua." Carla mengutuk mereka berdua bahagia diatas penderitaannya.
"Ini semua buktinya kalau kita sudah menikah dan akta cerai." Carla menerima itu semua air matanya tumpah melihat semua bukti itu.
"Apa tidak terlalu cepat kau menikahiku? Bahkan goresan tinta ini belum kering?" tanya Carla bergetar.
"Aku sama sekali tidak permasalahkan cukup kau mau buka hatimu terhadap putriku, dia butuh kasih sayang seorang ibu," balas Rava.
"Kau serius aku sedang amnesia?" tanya Carla dingin.
"Dengar, daripada kau malu kembali kepadanya lebih baik ikuti yang kukatakan dan tinggal di sini." Rava memilih meninggalkan Carla yang semakin bingung dia buat.
Ozora sedang baca buku terkejut melihat Rava, ketakutan masih menyelimuti dirinya.
"Ayah?" tanyanya takut.
"Ayah mau peluk Ozora bisa gak?" anak kecil itu menundukkan kepalanya dia masih ingat ucapan Rava tadi.
"Ozora akan mematuhi ucapan ayah tidak banyak bicara dan bertanya," celotehnya.
Rava langsung membawa Ozora masuk ke dalam pelukan hangatnya. Dia bersalah melakukan itu kepada seorang anak kecil.
"Ozora mau memaafkan ayah kan?" ucap Rava lagi.
"Ya ayah," jawabnya singkat.
"Mau tidur dengan ayah tidak malam ini? Ada ibu juga menemani kita?" Ozora langsung mengangguk dia benar-benar bahagia akhirnya bisa tidur bersama kedua orang tuanya.
Carla baru mengganti pakaiannya terkejut melihat ayah dan anak itu masuk sambil tersenyum lepas.
Wanita itu menjadi salah tingkah ia gugup dengan situasi yang begitu canggung.
"Ibu cantik sekali ayah," seru Ozora.
"Kalian mau apa?" tanya Carla gugup.
"Ayah, ibu kita bertiga tidur bersama malam ini ya?" pinta Ozora.
Carla tidak menjawab ia menatap tajam Rava karena memanfaatkan situasi agar mereka bersama.
"Sayang sepertinya ibu tidak ingin kita tidur bersama," bisik Rava.
"Ibu tidak mau ya?" Carla tidak tega menolak apalagi manik mata polos itu mulai menganak.
"Ibu mau sayang," balasnya sambil sejajarkan tingginya dengan Ozora agar anak kecil ini tidak sedih sekaligus membencinya.
Rava sebagai pendengar yang setia Carla sedang bercerita kancil dan buaya. Tidak lama kemudian Ozora terlelap dalam mimpinya. Satu tempat tidur dengan pria asing Carla merasa canggung dan gugup lalu turun pelan-pelan. "Kau mau ke mana?" Carla berbalik ia melihat Rava ternyata masih belum tidur. "Tidak baik bicara di sini," ucap Carla sambil melihat Ozora. Rava mengangguk lalu mengikuti Carla menuju ke balkon kamar, angin kencang mengenai wajahnya hingga rambut hitam mengkilap itu menari-nari. "Namaku Carla Amaris," ucapnya pelan. "Aku sudah tahu, namaku Rava Alfin." Dugaannya benar ternyata pria yang menikahinya bukanlah orang sembarangan. Obrolan kembali putus namun tatapan Carla lurus ke depan sambil memikirkan cara balas dendam kepada Victor. Walaupun menikah dengan pria kaya di kota Bandung ini, ia beranggapan kalau Rava tidak akan mau menolongnya. Wajah Carla berubah tidak bersahabat langsung masuk ke dalam meninggalkan pria itu di sana sendirian. "Sampai kapan kau menghin
Balik cermin kecil Carla termenung sendirian dalam kamar ia melihat wajahnya semakin kurus. Ia ingin semua orang-orang sekitarnya mengerti perasaannya sakit kerap kali mengingat wajah Victor dan Julia. Rava masuk ke dalam tidak sengaja melihat wajah Carla yang sendu. Pria tampan itu hembuskan napas kuat selama ini dia memang ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada Carla. "Kalau aku beritahu kau tidak akan mau tinggal bersama kami lagi Carla. Terlebih lagi Ozora sangat menyukaimu, aku tidak bisa melepaskanmu sebelum waktunya tiba." Rava tidak tega melihat Carla setiap hari harus menderita. "Carla!" panggil Rava pelan. Carla hanya menoleh saja lalu kembali melihat kolam renang airnya tenang namun perasaannya tidak. "Kau mau apa?" tanya Carla ketika merasa Rava sudah berada di belakangnya. "Maafkan aku," bisik Rava dari belakang. Carla berbalik tapi kena tahan Rava agar posisi mereka tetap saling membelakangi. Rava merasa Carla sudah lebih baik daripada sebelumnya kebany
Carla baik menjaga Ozora layaknya seorang anak kandungnya sendiri. Ketika hanya mereka berdua bermain di taman, Carla hanya diam sambil memperhatikan dari jarak jauh. Mereka berdua tidak menyadari kalau Rava sudah kembali sambil membawa martabak manis kesukaan Ozora. "Aku pulang," ucap Rava. Carla terperanjat ia berbalik melihat tubuh kekar itu sudah berdiri di belakangnya. "Kapan kau pulang? Di mana mobilmu?" Sederet pertanyaan Carla membuat Rava tersenyum tipis. "Luar, aku tidak mau mengganggu Ozora bermain lagian anak itu sudah tidak mau menyambutku karena dia sudah lebih menyayangi ibunya," ucapnya lembut. Carla mengerutkan dahinya bingung mau mengatakan apa lagi, ia lebih memilih memperhatikan Ozora dari jarak jauh bersama dengan pengasuhnya. "Akan ku panggil Ozora!" serunya. "Tidak perlu, sebagai gantinya boleh kamu bantu aku?" Carla melihat manik mata Rava sejenak. "Ya," angguknya cepat. Pengasuh melihat kepergian kedua majikannya langsung ambil peran penting menjaga
"Oh Rava, tahan jangan sampai kau merusak semua yang sudah kau bangun," ucapnya lalu pelan-pelan menutup pintu agar Carla tidak marah kepadanya. Rava menenangkannya diri di balkon sambil merasakan jantungnya masih berdebar membayangkan Carla dan Ozora masih mandi di dalam sana. "Besok-besok Ozora mau mandi sama ibu lagi ya," serunya. "Ibu tidak janji sayang. Ayo pakai bajumu nanti masuk angin!" Ozora mengangguk mengerti lalu melakukan apapun yang dikatakan Carla. "Ozora mau main dengan ayah," celotehnya lagi setelah selesai berpakaian. "Baiklah! Ayah tadi di bawah kau temui saja sana," tambah Carla. "Ya Bu," balas Ozora lalu dia tidak lupa mencium kedua pipi Carla masih basah. Carla Amaris menyentuh pipinya baru disentuh anak kecil yang selalu menggemaskan itu. "Jantungku kenapa berdebar setiap kali Ozora melakukannya ya?" kekehnya. "Mana Ozora?" Carla berbalik ia terkejut bahkan nyaris menjerit karena Rava muncul di waktu yang tidak tepat. "Kau sedang apa di sini?" tanya Ca
Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng
Kembali Rava menerima laporan dari sekretaris Hardiman kalau Victor sudah pergi. "Kita ke toko boneka, Ozora menginginkan boneka panda," ucap Rava. "Baik tuan," angguknya. Mobil Rava berhenti di pusat perbelanjaan penuh dengan mainan anak-anak pria maupun wanita. Rava menyentuh mainan mobil-mobilan dia ingin sekali memiliki putra kelak ada penerusnya suatu saat. "Hardiman, bagaimana kalau aku memiliki anak dari Carla?" tanyanya tersenyum kecut. "Saya hanya bisa mendukung dari belakang kalau tuan menginginkannya," jawab sekretaris Hardiman dingin. "Carla tidak akan pernah mau Har, dia akan marah kepadaku terlebih lagi Ozora akan kembali kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya," lirihnya. "Tuan," ucap sekretaris Hardiman pelan. "Kita pulang, aku sudah dapatkan boneka panda." Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan Rava bergegas meninggalkan tempat itu. Kepulangan Rava langsung disambut hangat Carla dan Ozora terlebih lagi, bocah itu lari hampiri mobil itu yang masih belum ber
Rava tertegun baru menyadari apa yang dia lakukan kepada Carla barusan bahkan, wanita yang ada di hadapannya ini sudah bergetar karena mendapatkan serangan dadakan dari pria yang bukan suaminya."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya yang tadi itu kecelakaan Carla, kumohon jangan marah kepadaku," ucap Rava memohon.Carla mundur pelan-pelan ia tidak bisa menahan kedua kakinya berdiri pasca kejadian tadi. Berbalik, langsung lari menuju pintu lift meninggalkan Rava apalagi di lantai yang sama ada Victor dan Julia hingga pernafasannya tambah sesak."Semua pria sama saja," tangisnya dalam lift sambil mengusap wajahnya."Carla tunggu!" Sayangnya Carla sudah turun.Rava bergegas menuju tangga darurat dia tidak mau Carla pergi dari hidupnya apalagi Ozora sudah terlanjur sayang kepadanya.Tidak lama kemudian pintu terbuka Carla bingung cari pintu keluar karena banyak pengunjung yang berlalu-lalang di hadapannya."Tadi aku masuk dari mana?" batinnya."Ada yang bisa saya bantu Nona?" Petugas rese