Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng
Kembali Rava menerima laporan dari sekretaris Hardiman kalau Victor sudah pergi. "Kita ke toko boneka, Ozora menginginkan boneka panda," ucap Rava. "Baik tuan," angguknya. Mobil Rava berhenti di pusat perbelanjaan penuh dengan mainan anak-anak pria maupun wanita. Rava menyentuh mainan mobil-mobilan dia ingin sekali memiliki putra kelak ada penerusnya suatu saat. "Hardiman, bagaimana kalau aku memiliki anak dari Carla?" tanyanya tersenyum kecut. "Saya hanya bisa mendukung dari belakang kalau tuan menginginkannya," jawab sekretaris Hardiman dingin. "Carla tidak akan pernah mau Har, dia akan marah kepadaku terlebih lagi Ozora akan kembali kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya," lirihnya. "Tuan," ucap sekretaris Hardiman pelan. "Kita pulang, aku sudah dapatkan boneka panda." Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan Rava bergegas meninggalkan tempat itu. Kepulangan Rava langsung disambut hangat Carla dan Ozora terlebih lagi, bocah itu lari hampiri mobil itu yang masih belum ber
Rava tertegun baru menyadari apa yang dia lakukan kepada Carla barusan bahkan, wanita yang ada di hadapannya ini sudah bergetar karena mendapatkan serangan dadakan dari pria yang bukan suaminya."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya yang tadi itu kecelakaan Carla, kumohon jangan marah kepadaku," ucap Rava memohon.Carla mundur pelan-pelan ia tidak bisa menahan kedua kakinya berdiri pasca kejadian tadi. Berbalik, langsung lari menuju pintu lift meninggalkan Rava apalagi di lantai yang sama ada Victor dan Julia hingga pernafasannya tambah sesak."Semua pria sama saja," tangisnya dalam lift sambil mengusap wajahnya."Carla tunggu!" Sayangnya Carla sudah turun.Rava bergegas menuju tangga darurat dia tidak mau Carla pergi dari hidupnya apalagi Ozora sudah terlanjur sayang kepadanya.Tidak lama kemudian pintu terbuka Carla bingung cari pintu keluar karena banyak pengunjung yang berlalu-lalang di hadapannya."Tadi aku masuk dari mana?" batinnya."Ada yang bisa saya bantu Nona?" Petugas rese
Rava tidak mau Carla hilang arah apalagi saat ini ia mengalami guncangan karena bertemu dengan Victor Walt."Masuk Carla, kau tidak boleh seperti ini!" ujar Rava."Lepaskan aku Rava, jangan menyentuhku karena kau tidak berhak." Carla menyentak Rava hingga mereka berdua saling adu tatap.Carla berbalik namun masih satu selangkah ia jalan kesadarannya sudah hilang."Maaf Carla, saat ini aku harus melakukan sesuatu kepadamu." Rava membuat Carla pingsan lalu kembali membawanya ke hotel miliknya sendiri."Apa masih ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya petugas hotel Serafin tersebut."Kau boleh keluar dan terima kasih," balas Rava. Pelayan itu menunduk lalu pergi sambil menutup mulut bahwasanya Rava ada di hotel ini bersama dengan wanita asing.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam saatnya dia menghubungi Ozora agar bocah itu tidak menunggu mereka berdua."Halo ayah, kalian kenapa belum pulang dan ibu mana?" Rava tersenyum mendengar celoteh Ozora mampu membuat suasana hatinya tenang
Pintu kamar terbuka lebar mereka berdua saling adu tatap namun tidak ada yang membuka suara. Rava begitu saja masuk karena ponselnya tertinggal tanpa melirik Carla lagi. "Kau mau ke mana?" tanya Carla pelan. "Kamarku di sebelah kalau ingin sesuatu hubungi saja pelayan hotel." Setelah mengatakan itu Rava meninggalkan Carla. "Dia marah," batin Carla. Rava benar-benar tidak jadi ke kamarnya tapi bersandar di pintu sambil memejamkan mata. "Tenanglah Rava, wanita itu kapan pun bisa marah," ucapnya pelan. Carla sedari tadi mondar-mandir memikirkan Victor dan Julia Kefira pasti merayakan kemenangan untuk kedua kalinya. "Bodoh Carla, seharusnya jangan menandatangani surat itu." Carla baru menyesali perbuatannya setelah berpikir panjang. Beda dengan Rava dia memperhatikan dokumen baru kirim sekretaris Hardiman saham Carla sudah berpindah tangan. "Dia benar-benar mengambil saham Carla," ucap Rava kesal. Pria beranak satu itu tidak terlalu merespons soal saham Carla lalu kembali menut
Rava mengusap wajah Ozora penuh dengan kelembutan karena sebagai ayah dia harus memberikan perhatian khusus untuk anak semata wayangnya ini. Setelah memiliki ibu baru Rava berharap Ozora bisa tersenyum lagi seperti dahulu namun dia salah besar. Kehadiran Carla sama sekali tidak membuahkan hasil terhadap Ozora sangat menginginkan sosok ibu."Mau ikut dengan ayah!" ajak Rava."Kemana ayah? Ozora menangis nih," celotehnya.Rava begitu gemas melihat putrinya ini lalu dia menggendong keluar menuju ke mobilnya."Ayah mau kita ke taman," ucap Rava sambil memasangkan sabuk pengaman mobil."Asik main tanah," girangnya.Rava hanya tersenyum kecil lalu dia membawa mobil itu pelan-pelan karena taman tidak terlalu jauh dari kediamannya.Banyak pengunjung datang ayah dan anak itu juga gabung sambil bergandengan tangan."Kamu boleh bermain sepuasmu sayang," bisik Rava."Benarkah ayah?" tanya Ozora sambil menyentuh wajah tampan Rava yang kurang tidur."Ya sayang tapi ingat jangan jauh-jauh mainnya a
Carla diam melihat gundukan selimut yang menutupi seluruh tubuh Ozora di balik sana, terdengar suara tangisan."Nak, kau sudah tidur?" panggil Carla pelan."Ibu?!" pekik Ozora lalu dia berusaha untuk diam."Kau sudah tidur, Ozora?" panggil Carla lagi.Ozora membuka selimut dia menunduk tidak mau Carla melihat wajahnya yang sembab."Ozora mengantuk, Bu," lirihnya."Ibu minta maaf ya sudah hadir ditengah-tengah kalian." Ozora spontan langsung menatap Carla.Anak kecil itu tersentak dia tidak terima Carla mengatakan itu langsung menangis kuat."Ibu mau meninggalkan Ozora ya? Jangan pergi? Ozora akan menjadi anak yang baik!" Carla ingin tertawa melihat wajah mengiba Ozora padahal ia tadi hanya bercanda."Duduklah! Ibu mau bicara denganmu." Ozora menurut namun tidak berani menatap wajah Carla."Ibu mau apa?" tanya Ozora masih takut."Kamu menyukai ibu tidak?" Ozora diam termangu pertanyaan Carla membuat kepalanya berdenyut."Kalau ibu menyukai Ozora, tentu Ozora juga menyukai ibu." Carla m