Carla baik menjaga Ozora layaknya seorang anak kandungnya sendiri. Ketika hanya mereka berdua bermain di taman, Carla hanya diam sambil memperhatikan dari jarak jauh.
Mereka berdua tidak menyadari kalau Rava sudah kembali sambil membawa martabak manis kesukaan Ozora.
"Aku pulang," ucap Rava.
Carla terperanjat ia berbalik melihat tubuh kekar itu sudah berdiri di belakangnya.
"Kapan kau pulang? Di mana mobilmu?" Sederet pertanyaan Carla membuat Rava tersenyum tipis.
"Luar, aku tidak mau mengganggu Ozora bermain lagian anak itu sudah tidak mau menyambutku karena dia sudah lebih menyayangi ibunya," ucapnya lembut.
Carla mengerutkan dahinya bingung mau mengatakan apa lagi, ia lebih memilih memperhatikan Ozora dari jarak jauh bersama dengan pengasuhnya.
"Akan ku panggil Ozora!" serunya.
"Tidak perlu, sebagai gantinya boleh kamu bantu aku?" Carla melihat manik mata Rava sejenak.
"Ya," angguknya cepat.
Pengasuh melihat kepergian kedua majikannya langsung ambil peran penting menjaga Ozora agar tidak merengek.
Kamar utama Carla menyiapkan air mandi Rava, ia teringat kepada Victor dahulu ketika habis pulang kerja.
Carla mengusap air matanya tiba-tiba lolos begitu saja mengingat mantan suami bodohnya itu.
Rava masuk ke dalam hanya menggunakan handuk bawah saja tiba-tiba Carla berbalik terkejut wajahnya kena tubruk ke tubuh kekar Rava.
"Aduh sakit?!" pekiknya.
"Kau tidak apa-apa, Carla?" tanya Rava panik sambil memeriksa Claire wajah polos itu.
Carla termangu tidak mengindahkan ucapan Rava karena kedua bola matanya telah menangkap sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat.
"Besar sekali?!" teriaknya kencang lalu berhambur keluar Bahkan pintu kena tutup kencang.
"Apa maksudnya yang besar?" gumam Rava masih belum menyadari kalau handuk yang dikenakannya telah melorot ke lantai.
Carla turun kebawah terburu-buru sampai tidak menyadari Ozora baru kembali terlihat panik melihat langkah kakinya tidak sama menuruni anak tangga.
"Stop ibu?! Nanti jatuh?" teriaknya.
"Oh sayang, ibu minta maaf," ucap Carla sambil mengatur pernapasannya yang naik turun.
"Ibu kenapa turun seperti itu? Jatuh nanti bagaimana?" Ozora terlihat hampir menangis karena tadi sempat khawatir terhadap Carla.
"Maaf, ibu tidak akan mengulanginya lagi sayang." Carla membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya coba tenangkan.
"Kenapa ibu tidak ada di taman? Ozora cari ternyata sudah di rumah?" tanya Ozora sela pelukan Carla.
"Ibu tadi bantu ayah di atas." Kedua bola mata coklat itu berkedip-kedip berulang kali sampai Carla gemas melihatnya.
"Ayah sudah pulang?" tanyanya lagi sambil menatap Carla berbinar.
"Ayah sedang mandi." Ozora kembali cemberut karena Rava tidak memeluknya ketika pulang.
"Ayah sudah tidak sayang Ozora," rengeknya lalu melipat kedua tangannya hingga wajahnya dia buang ke samping dengan bibir yang manyun.
"Sayang, ayah tadi memiliki alasan langsung mandi," rayu Carla berusaha tetap tenang hadapi anak kecil ini yang bukan darah dagingnya sendiri.
"Ozora marah," celetuknya.
"Ya ampun anak ini sungguh keterlaluan sekali manjanya, kalau seperti ini setiap hari aku malah makin gemas," kekeh Carla Amaris.
Tidak lama kemudian Rava turun menggunakan pakaian sederhana dipadukan celana pendek. Tangan kanannya tidak lupa membawa martabak manis.
Rava langsung duduk sebelah Ozora masih tetap posisinya seperti itu tidak mau menatap kedua orang tuanya.
"Ozora, ayah membawa sesuatu kepadamu sayang," bisik Rava.
"Ozora lagi tidak mau bicara," balasnya.
Carla melotot melihat sikap Ozora namun berbeda dengan Rava tetap merayu putri kecilnya itu.
"Ayah membeli martabak manis, ibu mau?" tawar Rava kepada Carla.
"Aku?" tunjuk Carla pada dirinya.
"Bantu aku," bisik Rava.
"Baik, terima kasih ayah martabaknya enak," ucap Carla berpura-pura padahal ia ingin menjerit dengan drama ini.
Perlahan Ozora melirik dia tergoda dengan aroma martabak manis yang dibawa Rava.
"Tahan Ozora, ayah sengaja melakukan ini," ucapnya dalam hati.
"Yakin Ozora tidak mau makan martabak manis, ayah lho yang belikan dari kakek simpang empat." Ozora berbalik dia tahu soal kakek simpang empat rumahnya itu.
"Ayah pasti mengantri di sana lima jam?" sentak Ozora.
"Astaga bocah ini hampir saja jantungku mau copot," jerit Carla dalam hati.
"Ya, demi martabak manis kesukaan malaikat kecilku ini." Rava memencet hidung mancung Ozora hingga memerah.
"Ayah manis sekali," ucap Ozora layaknya seperti orang dewasa.
"Apa-apaan mereka ini? Ozora bahkan sudah melupakan dia masih baby?!" pekik Carla sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak dan ayah itu sungguh menggemaskan.
Rava melirik kepada Carla terlihat kepanasan karena tingkah laku Ozora yang menggemaskan. Pria itu tersenyum tipis merasa sudah memiliki keluarga yang lengkap karena kehadiran Carla ditengah-tengah mereka berdua.
Carla tidak sengaja melihat wajah dan tangan mungil itu belepotan karena coklat martabak manis itu.
"Ozora, makannya pelan-pelan sayang." Carla lalu mengusap menggunakan jari-jarinya yang lentik.
"Kamu juga kotor." Rava mengambil tissue lalu meraih tangan Carla hati-hati dan penuh kelembutan.
Carla tertegun ia tidak bisa menarik kembali tangannya karena Ozora bahagia melihat mereka berdua seperti ini.
"Pegang terus tangan ibu, ayah," soraknya girang.
"Ibu sepertinya tidak mau sayang, mau bantu ayah tidak?" goda Rava.
"Peluk ibu saja ayah!" Carla melotot mendengar celoteh Ozora.
Tubuhnya bergetar tidak mau dipeluk pria asing yang bukan suaminya sendiri. Ya, sampai saat ini Carla belum bisa mengakui Rava suaminya walaupun sudah dikenalnya kepada keluarga besarnya.
Semenjak pasca kejadian itu Carla banyak diam namun tatapannya kosong bahkan pikirannya tidak tahu ke mana.
"Sayang, lain kali saja ya. Ibu belum mandi nanti ayah mual," alasan Carla.
Rava hendak tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Carla namun, dia pria pengertian tidak mau ambil kesempatan dalam kesempitan.
"Ozora mau mandi dengan ibu tidak?" tawar Rava agar Carla terbiasa kepada Ozora.
"Apa yang kau katakan, Rava?" tanya Carla penuh penekanan.
"Mau tidak?" tanya Rava lagi tidak peduli terhadap pertanyaan Carla.
"Mau ayah kebetulan Ozora sudah kotor karena habis main tanah di luar." Carla lemas mendengar jawaban Ozora, ia hembuskan nafas kuat ke samping.
Mau tidak mau ia harus kembali menuruti keinginan Ozora lalu mereka meninggalkan Rava di sana sendirian sambil menikmati sisa martabak manis.
"Pelan-pelan namun pasti kalian akan kusatukan Carla, Ozora," ucap Rava lalu dia juga naik ke atas.
Dalam kamar mandi Ozora tertawa lepas karena Carla menggelitik tubuhnya penuh dengan busa.
"Ibu, hentikan! Ozora mengaku kalah," tawanya.
"Nah anak ibu pinter, sekarang jawab pertanyaan ibu lagi dua kali lima berapa?" tanya Carla lagi.
"Dua puluh ibu," jawabnya cepat.
"Sepuluh sayang, kau harus ibu hukum lagi." Carla kembali melakukan itu sampai mereka berdua tidak menyadari Rava tertegun balik pintu yang terbuka sedikit.
Rava melihat semuanya jelas bahkan dia tidak munafik ingin bergabung ke sana bermain bersama dalam bathtub penuh busa.
"Oh Rava, tahan jangan sampai kau merusak semua yang sudah kau bangun," ucapnya lalu pelan-pelan menutup pintu agar Carla tidak marah kepadanya. Rava menenangkannya diri di balkon sambil merasakan jantungnya masih berdebar membayangkan Carla dan Ozora masih mandi di dalam sana. "Besok-besok Ozora mau mandi sama ibu lagi ya," serunya. "Ibu tidak janji sayang. Ayo pakai bajumu nanti masuk angin!" Ozora mengangguk mengerti lalu melakukan apapun yang dikatakan Carla. "Ozora mau main dengan ayah," celotehnya lagi setelah selesai berpakaian. "Baiklah! Ayah tadi di bawah kau temui saja sana," tambah Carla. "Ya Bu," balas Ozora lalu dia tidak lupa mencium kedua pipi Carla masih basah. Carla Amaris menyentuh pipinya baru disentuh anak kecil yang selalu menggemaskan itu. "Jantungku kenapa berdebar setiap kali Ozora melakukannya ya?" kekehnya. "Mana Ozora?" Carla berbalik ia terkejut bahkan nyaris menjerit karena Rava muncul di waktu yang tidak tepat. "Kau sedang apa di sini?" tanya Ca
Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng
Kembali Rava menerima laporan dari sekretaris Hardiman kalau Victor sudah pergi. "Kita ke toko boneka, Ozora menginginkan boneka panda," ucap Rava. "Baik tuan," angguknya. Mobil Rava berhenti di pusat perbelanjaan penuh dengan mainan anak-anak pria maupun wanita. Rava menyentuh mainan mobil-mobilan dia ingin sekali memiliki putra kelak ada penerusnya suatu saat. "Hardiman, bagaimana kalau aku memiliki anak dari Carla?" tanyanya tersenyum kecut. "Saya hanya bisa mendukung dari belakang kalau tuan menginginkannya," jawab sekretaris Hardiman dingin. "Carla tidak akan pernah mau Har, dia akan marah kepadaku terlebih lagi Ozora akan kembali kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya," lirihnya. "Tuan," ucap sekretaris Hardiman pelan. "Kita pulang, aku sudah dapatkan boneka panda." Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan Rava bergegas meninggalkan tempat itu. Kepulangan Rava langsung disambut hangat Carla dan Ozora terlebih lagi, bocah itu lari hampiri mobil itu yang masih belum ber
Rava tertegun baru menyadari apa yang dia lakukan kepada Carla barusan bahkan, wanita yang ada di hadapannya ini sudah bergetar karena mendapatkan serangan dadakan dari pria yang bukan suaminya."Maaf, aku tidak sengaja melakukannya yang tadi itu kecelakaan Carla, kumohon jangan marah kepadaku," ucap Rava memohon.Carla mundur pelan-pelan ia tidak bisa menahan kedua kakinya berdiri pasca kejadian tadi. Berbalik, langsung lari menuju pintu lift meninggalkan Rava apalagi di lantai yang sama ada Victor dan Julia hingga pernafasannya tambah sesak."Semua pria sama saja," tangisnya dalam lift sambil mengusap wajahnya."Carla tunggu!" Sayangnya Carla sudah turun.Rava bergegas menuju tangga darurat dia tidak mau Carla pergi dari hidupnya apalagi Ozora sudah terlanjur sayang kepadanya.Tidak lama kemudian pintu terbuka Carla bingung cari pintu keluar karena banyak pengunjung yang berlalu-lalang di hadapannya."Tadi aku masuk dari mana?" batinnya."Ada yang bisa saya bantu Nona?" Petugas rese
Rava tidak mau Carla hilang arah apalagi saat ini ia mengalami guncangan karena bertemu dengan Victor Walt."Masuk Carla, kau tidak boleh seperti ini!" ujar Rava."Lepaskan aku Rava, jangan menyentuhku karena kau tidak berhak." Carla menyentak Rava hingga mereka berdua saling adu tatap.Carla berbalik namun masih satu selangkah ia jalan kesadarannya sudah hilang."Maaf Carla, saat ini aku harus melakukan sesuatu kepadamu." Rava membuat Carla pingsan lalu kembali membawanya ke hotel miliknya sendiri."Apa masih ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya petugas hotel Serafin tersebut."Kau boleh keluar dan terima kasih," balas Rava. Pelayan itu menunduk lalu pergi sambil menutup mulut bahwasanya Rava ada di hotel ini bersama dengan wanita asing.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam saatnya dia menghubungi Ozora agar bocah itu tidak menunggu mereka berdua."Halo ayah, kalian kenapa belum pulang dan ibu mana?" Rava tersenyum mendengar celoteh Ozora mampu membuat suasana hatinya tenang
Pintu kamar terbuka lebar mereka berdua saling adu tatap namun tidak ada yang membuka suara. Rava begitu saja masuk karena ponselnya tertinggal tanpa melirik Carla lagi. "Kau mau ke mana?" tanya Carla pelan. "Kamarku di sebelah kalau ingin sesuatu hubungi saja pelayan hotel." Setelah mengatakan itu Rava meninggalkan Carla. "Dia marah," batin Carla. Rava benar-benar tidak jadi ke kamarnya tapi bersandar di pintu sambil memejamkan mata. "Tenanglah Rava, wanita itu kapan pun bisa marah," ucapnya pelan. Carla sedari tadi mondar-mandir memikirkan Victor dan Julia Kefira pasti merayakan kemenangan untuk kedua kalinya. "Bodoh Carla, seharusnya jangan menandatangani surat itu." Carla baru menyesali perbuatannya setelah berpikir panjang. Beda dengan Rava dia memperhatikan dokumen baru kirim sekretaris Hardiman saham Carla sudah berpindah tangan. "Dia benar-benar mengambil saham Carla," ucap Rava kesal. Pria beranak satu itu tidak terlalu merespons soal saham Carla lalu kembali menut
Rava mengusap wajah Ozora penuh dengan kelembutan karena sebagai ayah dia harus memberikan perhatian khusus untuk anak semata wayangnya ini. Setelah memiliki ibu baru Rava berharap Ozora bisa tersenyum lagi seperti dahulu namun dia salah besar. Kehadiran Carla sama sekali tidak membuahkan hasil terhadap Ozora sangat menginginkan sosok ibu."Mau ikut dengan ayah!" ajak Rava."Kemana ayah? Ozora menangis nih," celotehnya.Rava begitu gemas melihat putrinya ini lalu dia menggendong keluar menuju ke mobilnya."Ayah mau kita ke taman," ucap Rava sambil memasangkan sabuk pengaman mobil."Asik main tanah," girangnya.Rava hanya tersenyum kecil lalu dia membawa mobil itu pelan-pelan karena taman tidak terlalu jauh dari kediamannya.Banyak pengunjung datang ayah dan anak itu juga gabung sambil bergandengan tangan."Kamu boleh bermain sepuasmu sayang," bisik Rava."Benarkah ayah?" tanya Ozora sambil menyentuh wajah tampan Rava yang kurang tidur."Ya sayang tapi ingat jangan jauh-jauh mainnya a