Beranda / Romansa / Istri Dalam Sangkar Emas / Bab 2 Rumput Tetangga

Share

Bab 2 Rumput Tetangga

Penulis: Aurel Ntsya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 19:23:12

"Mas, ini bekalnya. Aku juga sudah buatkan kopi dan sarapan, aku ke atas dulu untuk membantu Aluna bersiap." Seperti inilah rutinitasku setiap pagi, mengurus keluarga.

Tidak ada jawaban dari Mas Fajar, tapi aku yakin dia mendengarnya. Jadi aku segera berjalan menaiki tangga menuju kamar putriku, Aluna. Meskipun sudah berusia tujuh belas tahun, tapi aku masih membantunya bersiap untuk berangkat sekolah.

Mungkin ada banyak orang yang merasa iri dengan kehidupanku, hanya di rumah mengurus anak dan suami. Tapi uang bulanan selalu terpenuhi, segala sesuatu yang diinginkan selalu ada. Karena hanya sebatas itu yang mereka lihat, mereka tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya aku rasakan.

"Aluna, kau sudah bersiap?" Aku melihat putriku yang sudah memakai seragam sekolahnya. Sekarang dia duduk di bangku sekolah menengah atas, dan ini merupakan tahun akhirnya sebelum pelulusan.

Dia hanya mengangguk, kemudian mengambil tasnya dan keluar dari kamar. "Jangan lupa sarapannya dihabiskan, bekal Aluna juga sudah Mama siapkan," ujarku sedikit berteriak karena Aluna sudah tidak terlihat.

Aku menghela napas, kemudian merapikan kamar putriku yang berantakan. Di rumah kami tidak ada asisten rumah tangga, alasannya karena Mas Fajar tidak menyukai jika ada orang lain di tempat-tempat pribadinya. Selain itu, ibu mertuaku juga melarangnya karena menurutnya itu adalah bagian dari pekerjaanku sebagai istri.

"Aluna, Mama berganti pakaian dulu yah, hanya sebentar," ucapku saat melihat Mas Fajar dan Aluna yang sudah bersiap. Mengantar dan menjemput Aluna ke sekolah adalah tugasku.

"Aku tidak ingin diantar oleh Mama, aku akan ikut dengan Ayah," ujar Aluna, membuat aku langsung menatap Mas Fajar. Sepertinya dia setuju saja.

"Hari ini mama tidak boleh telat menjemputku!" Aluna memperingatkan sebelum masuk ke mobil ayahnya, aku hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Hingga mobil Mas Fajar meninggalkan halaman rumah.

Saat aku hendak masuk ke dalam, beberapa ibu-ibu menghampiriku. Mereka menyapa dan mengajak aku mengobrol.

"Kita ngobrolnya di dalam aja Bu, tidak enak kalau di luar," ujarku mengajak mereka untuk masuk ke dalam rumah.

"Tidak usah, kita ngobrol di sini aja," ujar mereka. Jadi aku memutuskan untuk keluar dan menghampiri mereka yang berada di luar pagar.

"Habis dari mana Bu," sapaku basa-basi.

"Habis belanja di toko sayur depan," ujar Bu Halimah.

"Aku kok selama di sini tidak pernah melihat Mbak Tari pergi belanja," ujar Bu Ayu, Ia merupakan tetangga baru. Ia baru pindah ke sini beberapa bulan yang lalu.

"Bu Ayu belum tau aja, Mbak Tari itu tidak belanja di toko-toko tepat kita biasa belanja. Iyakan Mbak, aku juga kadang maunya belanja di mall-mall gitu, tapi mau bagaimana lagi. Gaji suami tidak menjamin."

"Suami-suami kita kalau mau dibandingkan dengan Mas Fajar sudah pasti bedah jauh. Mas Fajar itu sudah ganteng, baik, pekerja keras, punya jabatan bagus, tentu saja keluarganya jadi begitu harmonis. Beda sama kita, masih ribut gara-gara uang untuk beli beras tidak cukup."

Aku hanya diam, tidak menanggapi. Biarkan ibu-ibu itu yang saling melemparkan ekspektasi tentang kehidupan aku, dan mendengarnya memuji-muji Mas Fajar, aku nyaris tertawa. Andai saja apa yang mereka katakan tentang Mas Fajar itu benar adanya, tentu aku akan menjadi orang paling beruntung.

"Kemarin Mbak Tari dan Mas Fajar juga jadi trending topik, sebagai keluarga harmonis yang sangat menginspirasi. Mbak Tari bikin iri saja, doanya apa Bu, bagi dong." Aku hanya menanggapinya dengan tertawa santai.

"Sampai hari ini mereka juga masih menduduki peringkat pertama di kolom pencarian, bagi tipsnya dong Mbak. Minimal yang membuat uang bulanan tahan aja deh sampai akhir bulan."

Aku lagi-lagi hanya menanggapinya dengan tertawa, aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dan ini merupakan kali pertama aku berkumpul dengan ibu-ibu tetanggaku, jadi wajar saja kalau aku terlihat sedikit kaku.

"Tapi Mbak Tari harus hati-hati loh, Mas Fajar dijagain yang benar. Pelakor sekarang banyak tingkah."

"Iya Mbak, ibarat kata kalau pohon semakin tinggi maka semakin kencang angin yang menerpanya. Begitu juga keluarga, semakin baik sebuah keluarga terlihat, maka semakin banyak orang-orang jahat yang mencoba masuk dan menghancurkannya."

"Semoga tidak yah Bu." ujarku cepat, bagaimanapun aku masih gamang dengan isi hati Mas Fajar. Siapa sebenarnya pemilik hatinya?

"Iya sih, Mas Fajar juga tidak mungkin tergoda."

Pagi ini adalah pengalaman pertama aku mengobrol banyak hal dengan para tetangga, yang ternyata cukup menyita banyak energi. Meskipun begitu aku merasa ada yang beda, aku merasa hidup. Meskipun hanya mendengarkan keluh kesah mereka tentang beberapa hal, setidaknya aku merasa memiliki teman.

Setelah membereskan rumah yang agak berantakan, aku kemudian berjalan ke belakang. Membawa keranjang cucian dan memisah-misahkannya. Mas Fajar tidak suka jika pakaiannya dicuci menggunakan mesin cuci, jadi untuk pakaian Mas Fajar aku mencucinya menggunakan tangan.

"Ini bukan kemeja milik Mas Fajar." gumamku, aku memperhatikan dengan detail kemeja Mas Fajar, aku belum pernah melihatnya. Mas Fajar tidak begitu menyukai kemeja polos, dia lebih suka yang memiliki garis-garis tipis yang mendetail.

"Benar, ini bukan kemeja Mas Fajar. Baunya juga berbeda." Aku bahkan menciumnya beberapa kali untuk memastikan.

Mencoba memutar ingatanku tentang kemarin, Mas Fajar menggunakan kemeja berwarna biru tua. Kita memakai pakaian dengan warna yang senada, lalu dimana kemeja Mas Fajar yang dipakainya kemarin? Aku membongkar semua yang ada di dalam keranjang pakaian kotor, bahkan pada keranjang milik Aluna. Takutnya terselip tanpa aku sadari, namun hasilnya nihil. Kemeja itu memang tidak ada.

"Benar, Mas Fajar memakai kemeja ini." Aku ingat, saat Mas Fajar mendekatiku setelah Ia makan malam bersama Aluna. Ia masih memakai pakaian kerjanya, dan kemeja ini yang Ia kenakan. "Apa dia berganti pakaian sebelum pulang?"

Tiba-tiba kurasakan jantungku yang berdetak dengan cepat, ada ketakutan yang menghampiriku. Bahkan perbincangan tadi dengan para tetangga seolah terputar ulang dalam ingatanku.

"Tidak! Mas Fajar tidak mungkin melakukan hal seperti itu, meskipun dia tidak pernah mengatakan mencintaiku, tapi dia juga tidak pernah dekat dengan perempuan lain selain aku." Aku berusaha menyakinkan diriku sendiri, meskipun beberapa pikiran itu kembali dibantah oleh pikiranku.

Apa mungkin Mas Fajar tidak bertemu dengan perempuan lain yang bisa membuatnya mengatakan cinta? Apa yang aku ketahui, sedangkan aku hanya menghabiskan waktu di rumah, mengantar dan menjemput Aluna. Berkunjung ke kantor Mas Fajar hanya saat ada acara penting, itupun sebagai formalitas belaka.

"Apa yang kau lakukan di situ? Berlatih menjadi patung?" Mendengar suara Mas Fajar membuat aku menoleh, dan dia benar-benar ada di belakangku.

"Mas Fajar." Aku sedikit mundur, melihat tatapan matanya yang menatapku tajam menandakan kalau ada kesalahan yang aku perbuat, tapi apa?

"Mentari istriku tersayang, bukankah aku sudah sering katakan? Jangan keluar rumah jika aku sedang bekerja."

"Seharusnya kau mendengarkan apa yang dikatakan suamimu bukan? Jadilah istri yang patuh." Setelah mengatakan itu, Mas Fajar segera berbalik dan melangkah menjauh.

Aku bersandar, memegang mesin cuci sebagai tumpuan agar tubuhku tidak merosot ke lantai. Sedari tadi aku menahan napas, melihat Mas Fajar yang tiba-tiba muncul membuat aliran darahku terpompa dengan cepat. Tanganku menggenggam kuat kemeja Mas Fajar hingga kusut, haruskah aku menanyakan hal ini?

"Mas Fajar!" Suaraku cukup tinggi memanggil Mas Fajar yang sudah memegang gagang pintu.

"Apakah aku boleh bertanya? Semalam, Mas Fajar pulang jam berapa?"

"Kenapa?" Mas Fajar menatapku dengan pandangan penuh tanda tanya, "kau tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu kau pikirkan," ujar Mas Fajar.

Aku kembali mencegah Mas Fajar saat Ia hendak membuka pintu. "Mas, ini kemeja siapa? Ini jelas bukan kemeja Mas Fajar kan, lalu dimana kemeja Mas Fajar yang kemarin?"

Aku sedikit meragukan pengelihatanku, saat melihat jemari Mas Fajar terlepas dari gagang pintu yang dipegangnya. Ia seolah kaget, namun hanya diam.

"Jawab aku Mas," ucapku pelan, seperti sebuah permohonan.

Bab terkait

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 3 Anak Siapa?

    Aku duduk sendiri dibalut sepi, pikiranku melayang-layang memikirkan tentang Mas Fajar. Dia pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dan itu membuat aku tidak tenang.Memang bodoh, aku akui kalau aku bodoh. Aku bahkan masih mencintainya dengan sangat, padahal dia tidak pernah mencintai aku. Aku tidak pernah memiliki hatinya, dan sekarang aku malah ketakutan sendiri. Takut jika ada orang lain yang bisa memenangkan hatinya, dan itu bukan aku. "Haruskah aku menyusulnya?" Aku masih berseteru dengan pikiranku. Aku tahu, Mas Fajar mengawasi aku meski pun tidak secara langsung. Tapi aku yakin, ada orang suruhannya yang akan selalu mengintai setiap pergerakanku."Aku akan pergi," putusku akhirnya. Dari pada pusing sendiri, lebih baik aku menyusul Mas Fajar ke kantornya kan.Aku segera bersiap. Cukup lama, bagaimanapun aku harus tampil maksimal jika ke kantor Mas Fajar. Kesalahan sedikit saja sudah bisa membuat isu yang menggemparkan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

    Aku sengaja membuang muka saat Mas Fajar mengambil tempat untuk duduk di dekatku. Aluna sengaja memindahkan sofa kecil lalu duduk di hadapan kami. Untuk pertama kalinya, ruangan keluarga ini terisi dengan lengkap. Bolehkah aku berharap? Keluarga kami akan baik-baik saja, dan apa yang aku lihat siang tadi hanyalah mimpi belaka."Mama masih sedih?" tanya Aluna, Ia menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan rasa bersalah."Tidak sayang, Mama hanya lelah. Hari ini cukup melelahkan," ujarku disertai senyuman."Baiklah, jadi seperti ini. Aku diberikan tugas oleh guruku. Yaitu merekam aktivitas aku dan keluarga dari pagi hari hingga malam." Aku melirik Mas Fajar sekilas, lalu kembali membuang muka. Melihatnya saat ini sudah membuat hatiku berdenyut nyeri. Bagaimana caranya kalau aku harus kembali berakting lagi, menampilkan keluarga harmonis kami dalam rekaman Aluna. Apa aku bisa melakukannya kali ini? Sedangkan ada luka yang harus diobati, sudah cukup menyakitkan saat harus berpura-pur

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 5 Bermain Drama

    "Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku."Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka? "Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan. Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan."Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pag

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 6 Adik Laki-laki

    "Mas Fajar tidak pernah mencintai aku, hanya aku yang berjuang di sini. Hanya aku yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita selama ini, sedangkan Mas Fajar? Apa yang Mas Fajar lakukan?" Aku berteriak marah, melampiaskan semuanya."Mas Fajar malah memiliki anak dengan perempuan lain! Lalu sekarang? Mas Fajar mengatakan semuanya akan baik-baik saja? Tidak Mas, tidak ada yang baik-baik saja!""Sejak awal hubungan ini memang sudah salah, hanya aku yang menginginkan Mas Fajar. Sedangkan Mas Fajar tidak pernah menginginkan aku," "Jadi, mari selesaikan semuanya Mas. Aku juga sudah lelah dengan semuanya, delapan belas tahun sudah terlalu lama untuk tidak bahagia. Itu sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan terlalu lama untuk terluka," Aku kembali menetralkan perasaanku, bagaimana pun aku pernah mengharapkan Mas Fajar menjadi sumber kebahagiaanku, meskipun nyatanya itu hanya angan belaka. "Tari, kau tidak pernah bahagia selama ini?" Mas Fajar menatapku, seolah dia tidak yakin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 7 Kebenaran

    "Sayang, aku pergi dulu," Mas Fajar mencium keningku sebelum Ia masuk ke dalam mobilnya. Ia berangkat bekerja bersama dengan Aluna, jadi aku tidak perlu lagi mengantar Aluna ke sekolah.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Ia lakukan, tiba-tiba berubah menjadi hangat dan seakan menyayangiku. Padahal sudah satu minggu berlalu, dan Aluna tidak pernah lagi merekam aktivitas kami. Namun Mas Fajar tetap mempertahankan perannya.Tapi aku tidak peduli lagi, semuanya sudah terlalu abu-abu. Kita sudah terlalu hancur untuk kembali bersatu, yang harus aku lakukan sekarang adalah mencaritahu. Jika Mas Fajar tidak ingin memberitahuku, maka aku akan mencaritahu sendiri.Aku sudah membuat rencana, aku akan berpura-pura pergi ke Mall dan keluar dari sana tanpa diketahui siapapun. Terutama sopir dan para pengawal Mas Fajar yang selalu mengintaiku. Dan semoga aku bisa melakukannya."Aku harus membawa baju ganti," gumamku, mempersiapkan semua yang aku perlukan. Setelah itu aku pergi, aku sengaja mengirim

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 8 Melepaskan

    Aku duduk sendirian di tepi pantai, melihat dengan jelas gelombang-gelombang ombak yang berlomba-lomba untuk sampai. Aku kembali, aku melakukan ini lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Aku pernah mengatakannya kan, aku menyukai pantai.Aku sengaja menonaktifkan ponselku, agar tidak ada yang menghubungiku. Jika dipikir-pikir, mengapa aku jadi begitu berharap untuk dicari. Mereka mungkin tidak menyadari ketidakhadiranku.Benar, aku belum pulang ke rumah setelah bertemu dengan Mbak Ajeng. Aku hanya duduk di sini selama berjam-jam, mencoba memulihkan tenagaku. Aku harus kembali terlihat baik-baik saja saat kembali ke rumah, dan itu membutuhkan tenaga yang lebih banyak."Ayo kembali Mentari, tidak lama lagi. Kau hanya perlu bertahan hingga Aluna masuk ke perguruan tinggi," aku menyemangati diriku sendiri.Aku berdiri, bagaimana pun aku harus kembali ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan malam, seharusnya Aluna sudah ada di rumah. Aku bahkan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 9 Liburan

    Saat aku bangun, jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku berjalan keluar, membangunkan Aluna yang harus bersiap untuk sekolah. Aku menyadari, Mas Fajar tidak pulang. Namun aku tidak lagi peduli. "Aluna, bangun nak," aku membangunkan Aluna yang masih tertidur. Setelah membangunkan Aluna, aku segera menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Setelah itu aku juga bersiap, aku harus mengantar Aluna ke sekolah. Aku juga sekalian mengemas beberapa pakaianku ke dalam koper, sepertinya aku perlu liburan. Jika diingat-ingat, setelah menikah aku belum pernah pergi berlibur. Aku hanya terus terkurung di dalam rumah besar yang tidak bernyawa ini. Menyedihkan sekali hidupku selama ini. "Mama mau pergi?" Saat masih memasukkan beberapa keperluanku ke dalam koper, Aluna muncul di ambang pintu kamar. "Iya sayang, Mama harus mengunjungi nenek. Kemarin Mama dapat kabar kalau nenek sedang kurang sehat," kali ini aku tidak berbohong, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 10 Kampung Halaman

    "Masih ada yang ingin dibeli?" Aku menatap jengah laki-laki yang duduk di sebelahku, Mas Fajar."Tidak ada," aku memilih untuk melihat ke luar kaca. Sekarang kami ada di dalam mobil Mas Fajar, yang akan membawa kami menuju kampung halamanku.Setelah pertengkaran tadi, Mas Fajar menarik ucapannya. Dan sekarang Ia malah mengikutiku, katanya ingin menjenguk ibu mertuanya. Alasan, Ia mana pernah peduli."Mas, lebih baik Mas Fajar tidak usah pergi deh. Aku sudah mengatakan pada Aluna kalau dia tidak perlu ikut karena Mas Fajar juga tidak pergi," Ujarku, masih mencari cara agar Mas Fajar tidak ikut dan menghancurkan rencanaku untuk liburan tanpa memikirkannya."Tidak masalah, Bunda akan datang ke rumah dan menemaninya," ujar Mas Fajar. Tadi dia memang menghubungi ibunya, yaitu ibu mertuaku untuk datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari."Tapi Mas, Aluna tidak begitu dekat dengan Bunda," aku hanya takut Aluna merasa tidak nyaman saat be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12

Bab terbaru

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 35 Bonus

    "Ma! Mama serius?" Aluna menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang ada di dalam kertas itu.Sedangkan aku dan Mas Fajar hanya menunduk pasrah. Kami tidak menyangka juga, hal ini akan terjadi. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah ada diantara kami."Ma." Aluna mendesah pasrah, bingung harus mengatakan apa. "Ansel bahkan belum genap satu tahun, dan Mama hamil lagi?" Aluna memandangi foto USG yang ada di tangannya."Kakak," Aluna memegang kepalanya, pusing. Ia kemudian meletakkan foto USG itu di atas meja, Ia berjalan menuju kamarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi.Aku menoleh, melihat Aluna yang sudah menghilang dari balik pintu kamarnya yang tertutup. Aku beralih pada Mas Fajar, melayangkan beberapa pukulan padanya."Ini semua salah Mas Fajar, aku kan sudah sering bilang. Pakai pengaman," desisku. Kembali melayangkan beberapa pukulan yang diterima dengan pasrah oleh Mas Fajar."Rasanya tidak enak sayang, lagi pula. Sudah

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 34 Akhir

    "Kamu itu sedang hamil, sudah hampir melahirkan. Banyak-banyak bergerak, jangan hanya diam di rumah saja," celetuk Bunda, saat melihatku yang sedari tadi berbaring di sebuah kursi tidur.Ibu mertuaku itu masih sama, dia dengan segala kecerewetannya. Dan aku sudah terbiasa dengan itu, aku tidak ingin lagi mengambil hati. Aku mencoba untuk melihatnya dalam sudut pandang yang berbeda, bagaimana omelannya itu yang memang baik untuk aku atau tidak."Kamu sadar tidak sih, tetangga-tetangga kamu itu terus-terusan menjadikan kamu bahan gunjingan. Kamu yang katanya jadi istri dalam sangkar emas lah, dan sebagainya. Ujung-ujungnya mereka menjelek-jelekkan anak Bunda, berpikir kalau anak Bunda mengurung dan mengekang kebebasan kamu," dengus Bunda, sepertinya Ia sempat mendengar gosip dari para tetangga. "Sesekali kamu itu harus jalan-jalan keluar, menyapa para tetangga kamu yang mulut ember itu." Lagi-lagi Bunda menggerutu, rupanya masih terbawa emosi dengan apa yan

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 33 Menuju Akhir

    Aku meletakkan bunga yang aku bawa, menatap nama yang tertulis di sana. Dian Dwi Putri, Adikku. Aku belum benar-benar menyapanya sebagai kakak, aku bahkan tidak tahu kalau dia adalah adik aku.Kami bertemu diwaktu yang tidak tepat, kami sama-sama sakit. Kami yang terluka, dan kami yang tidak saling mengenal. Seharusnya tidak begini, andai saja sejak awal semuanya berjalan dengan baik.Akukemudian berpindah, pada makam yang berada di sebelahnya. Makam ibunya, istri kedua bapak. Aku meletakkan bunga yang sama."Maaf, karena pernah berpikiran jahat-" Aku mengucapkan banyak hal, dari permintaan maaf hingga ucapan terima kasih. Aku mungkin pernah membencinya dengan sangat, karena Ia yang merebut bapak dari aku dan ibu. Tapi, aku sudah memaafkannya. Bapak dan dia, mereka sama-sama bersalah. Tapi dia tidak benar-benar jahat. Aku masih mengingatnya, saat kami tinggal bersama. Dia sangat suka membuat makanan, memberikannya padaku dan mencoba men

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 32 Kicauan Burung

    Aku merasa kelopak mataku terasa berat, membuat aku nyaman dalam keadaan terpejam. Meski pikiranku terasa tidak bisa berhenti. Terus berputar pada titik yang membuatku sesak."Mas, apa maksudnya?" tanyaku, menatap Mas Fajar bingung.Dan melihat wajah Mas Fajar yang jauh lebih bingung dengan pertanyaanku, membuat aku menyadari. Aku benar-benar dalam keadaan buruk. Aku bahkan mendengar berbagai macam suara, jeritan, hingga bisikan. Apa aku sudah akan gila."Sayang," panggil Mas Fajar, saat aku hanya fokus pada jam yang menempel di dinding.Aku sedikit terkejut, mendengar suara lembut Mas Fajar yang setengah berbisik. Seolah menarikku untuk tersadar, saat mulai mendengar kembali suara dentingan jarum jam yang beradu."Ada apa Mas?" tanyaku, menatapnya."Bukankah di sini terlalu membosankan? Bagaimana kalau kita keluar? Pemandangan di luar sana sangat indah, juga tidak begitu ramai. Tidak seperti di rumah sakit yang biasa kita kunjun

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 31 POV Mas Fajar (2)

    Saat aku mengetahuinya. Dian, perempuan itu. Adalah adik dari Istriku, Mentari. Dan seolah semuanya berputar pada poros yang salah, membuat aku berada di ambang batas kemampuanku. Semuanya terjadi tanpa bisa aku kendalikan.Kekuasaan yang dimiliki keluarganya, ancaman dan kelemahan yang kumiliki, menjadi sasaran empuknya. Mereka bahkan tahu, Istri dan Anakku adalah kelemahan terbesar yang kumiliki."Aku hanya memintamu untuk menikahi cucuku, dan kau tetap bisa mendapatkan segalanya. Jabatanmu di perusahaan, istri dan anakmu." Suara lembut itu, jauh lebih mencekam dari yang aku perkirakan."Mentari, anak itu. Bukankah dia sudah cukup beruntung? Dia mendapatkan kembali Ayahnya, keluarganya. Dan sekarang, Ia juga memiliki suami yang sangat wow," kelakarnya, lebih terdengar seperti cemoohan."Cucuku yang malang, Ia bahkan harus kehilangan ibunya. Tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, membuatnya menjadi pembangkang. Dia bahkan mendapatkan suami

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 30 POV Mas Fajar

    Aku menyentuh permukaan kulit Mentari, Istriku. Terasa dingin dan lemas, juga sedikit bengkak pada bagian tertancapnya jarum infus yang mengantarkan cairan.Aku bahkan masih bisa merasakan keterkejutanku, saat melihat Tari yang mengambang di kolam renang. Bagaimana bisa Ia sampai di sana, seharusnya aku tidak meninggalkannya. Mengapa aku begitu lalai, padahal aku yang paling tahu kondisinya sekarang.Tari memiliki trauma, dengan semua masalah yang dulu dilaluinya. Penghianatan yang dilakukan Ayahnya, penderitaan yang dirasakan ibunya. Membuat Ia nyaris melakukan hal jahat. Membuat istri kedua Ayahnya celaka, adalah niat yang membara dalam dirinya. Namun Ia belum benar-benar melakukannya, saat Ia melihat Istri ayahnya itu terpeleset dan jatuh ke kolam. Membuat warnah air yang semula bening, berubah warna menjadi merah. Ibu tirinya yang malang, Ia bahkan belum merealisasikan niatnya.Namun karena niat itu semula ada dalam pikirannya. Kembali menyer

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 29 Luka

    "Mas...." Pikiranku mulai melayang-layang, tentang Mbak Dian dan aku. "Tidak mungkin Mas," tolakku. Saat melihat tatapan mata Mas Fajar yang meyakinkan aku, seolah Ia tahu apa yang ada di dalam isi kepalaku."Dia sudah meninggal!" racauku.Aku berusaha menolak apa yang ada dalam pikiranku. Itu tidak mungkin, tapi mengapa aku malah merasa kalau sisi lain dari dalam diriku membenarkan hal itu.Aku menggigit jari telunjukku, merasakan bibirku yang bergetar diiringi napas berat yang memburu, aku mulai ketakutan. Dan aku kembali melakukan kebiasaan buruk yang sudah nyaris terkubur dalam-dalam, kebiasaan buruk yang sudah aku lupakan sejak lama."Tari, lihat Mas," lirih Mas Fajar menyadarkanku, tapi aku menepisnya. Aku seolah ditarik untuk masuk kembali ke lubang gelap yang nyaris terlupakan.Aku mencoba untuk berdiri dan menjauh dari Mas Fajar, tapi aku merasa lemah. Tubuhku terasa tidak bertenaga, seluruh pengelihatanku menggelap. A

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 28 Resah

    Seperti yang dikatakan Mas Fajar, yang mengakui bahwa dirinya akan kehilangan pekerjaan. Dan benar saja, ternyata selama ini Mas Fajar tidak hanya lari dan bersembunyi dari aku. Tapi, juga dari kondisi perusahaan yang harus berada di ujung tanduk karena kasus ini.Tidak ada pilihan lain, Mas Fajar harus diasingkan selama beberapa waktu. Menunggu kondisi kembali membaik, dan kalaupun Mas Fajar kembali ke kantor, mungkin Mas Fajar tidak bisa lagi mendapati jabatannya yang lalu.Tapi untuk sementara waktu, kita sepakat untuk tidak memikirkan hal itu. Karena ada hal lain yang perlu kami pikirkan lebih jauh, tentang keluarga kami dan segala kepingan-kepingan kebenaran yang harus aku kumpulkan satu-persatu."Apa Aluna akan baik-baik saja Mas? Ini kali pertama aku jauh dari Aluna dalam waktu lama," cemasku, memikirkan Aluna yang pergi ke negeri kincir angin. Bersama dengan Bunda dan Baim, menghadiri acara keluarga Mas Fajar. Aluna adalah satu-satunya perwakilan y

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 27 Melupakan Sejenak

    Aku menatap Mas Fajar dan Aluna yang sedang belajar bersama, meski terlihat ada sekat yang masih menjadi penengah. Namun Mas Fajar tampak berusaha mendekati Aluna.Aku telat bangun karena kelelahan, sehingga aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana mereka berdua kemudian bisa duduk bersama.Perlahan senyumku terbit, saat melihat Mas Fajar yang mencoba bersikap hangat pada Aluna yang masih berusaha memberi jarak.Aku beralih menatap Mas Fajar, membuat aku teringat dengan obrolan kami semalam. Saat Mas Fajar menceritakan beberapa hal, meski belum selesai dan belum jelas. Tapi kami hentikan dengan Mas Fajar yang berjanji akan melanjutkannya lagi."Mama sudah bangun?" tanya Aluna, Ia menyadari keberadaan aku yang berdiri menatap mereka."Ah iya." Aku berjalan mendekati mereka, mengusap rambutku yang masih terasa lembab sehabis keramas.Aku duduk di dekat Aluna, sehingga Aluna berada ditengah. Diantara aku dan Mas Fajar.

DMCA.com Protection Status