Home / Romansa / Istri Dalam Sangkar Emas / Bab 5 Bermain Drama

Share

Bab 5 Bermain Drama

Author: Aurel Ntsya
last update Last Updated: 2024-11-11 19:38:05

"Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku.

"Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka?

"Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan.

Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan.

"Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pagi, dan Ia hanya memakai pakaian santai.

"Sepertinya Mama kamu masih setengah tidur." Mas Fajar tersenyum, mengusap kepalaku.

"Mama, ini akhir pekan," ucap Aluna setengah berbisik. Namun itu berhasil menyadarkanku, aku lupa kalau ini sudah akhir pekan.

Mas Fajar menarik kursi, lalu mempersilakan aku untuk duduk. Ia juga mengambil tempat duduk di sebelahku. Sedangkan Aluna duduk berhadapan dengan kami, menikmati sepiring nasi goreng yang tampak menggugah selera.

"Mama, nasi goreng buatan Ayah enak loh," ujar Aluna yang masih mengunyah.

"Ditelan dulu makanannya baru bicara," tegurku, Aluna kemudian tersenyum dan meminta maaf lalu lanjut menikmati makanannya.

"Ayo coba sayang." Mas Fajar memberikan aku sepiring nasi goreng, yang kata Aluna hasil buatan Mas Fajar.

Aku menghela napas, memejamkan mataku sejenak untuk menetralkan pikiranku. Kemudian menatap Mas Fajar yang sedari tadi tidak memalingkan wajahnya dari menatapku, sedangkan Aluna sibuk dengan makanannya.

"Ada apa dengan kalian? Kenapa bertingkah aneh pagi-pagi begini."

Aku belum menyelesaikan ucapanku saat Aluna menyentuh tanganku, Ia mengatakan sesuatu hanya dengan gerakan mulut tanpa suara. Dan aku hanya mengernyit tidak paham.

"Aku merekam aktivitas kita Ma," ucap Aluna pelan, namun masih bisa aku dengar.

Aku hanya mengangguk mengerti, sudah dua hari Aluna merekam aktivitas kami tiap pagi hingga malam. Membuat aku dan Mas Fajar harus bermain drama, menunjukkan keharmonisan rumah tangga kami.

Dan karena itu pula, Mas Fajar jadi banyak berubah. Kita jadi lebih sering mengobrol di ruang keluarga saat Mas Fajar pulang kerja, sarapan bersama saat pagi hari, dan beberapa candaan yang menjadi pelengkap. Tentu saja semua itu palsu, hanya sekilas drama yang kami ciptakan.

Dan pagi ini, aku sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Mas Fajar. Dia jadi bertindak romantis seperti bukan dirinya, apa karena sedang akhir pekan? Kita harus menghabiskan waktu bersama di rumah ini dengan diawasi kamera milik Aluna yang merekam tiap pergerakan kami.

"Habiskan nak, tidak baik membuang-buang makanan," tegurku pada Aluna saat Ia lagi-lagi menyisakan setengah makanannya.

"Tapi aku sudah kenyang Ma." Aluna menolak. Jika sudah seperti ini maka aku yang akan menghabiskan sisa makanan Aluna.

Aluna memang selalu membagi makanannya menjadi dua bagian dalam piring tempatnya makan. Jadi ketika Ia tidak bisa menghabiskannya, maka makanan yang sebagian itu masih dalam bentuk yang utuh dan bisa dikonsumsi.

"Biar Ayah yang memakannya, Ayah juga baru mau makan," ujar Mas Fajar, menghentikan gerakan tanganku yang sudah mau menarik piring Aluna.

"Benarkah? Terima kasih Ayah, lain kali aku tidak akan menyisakannya lagi," ujar Aluna.

Kami lanjut makan dalam diam, hanya ada suara sendok yang sesekali beradu dengan piring sehingga menimbulkan suara. Sedangkan Aluna sudah menghilang entah kemana.

Setelah selesai makan, aku membereskan peralatan makan yang sudah kami gunakan. Baru setelah itu aku berjalan ke depan, kulihat Mas Fajar sedang asik menonton bersama dengan Aluna di ruang keluarga.

"Mas, bisa ikut denganku sebentar? Ada yang ingin aku katakan." Mas Fajar menatapku heran, sedangkan aku berjalan lebih dulu masuk ke dalam kamar kami.

"Mama sama Ayah mau kemana? Kenapa kembali masuk ke kamar?" Kudengar suara Aluna yang meneriaki kami.

Antara aku dan Mas Fajar tidak ada yang menjawab, kita hanya masuk ke dalam kamar dan aku menutup pintu dan menguncinya. Aku kemudian duduk di sofa yang ada di dalam kamar kami. Begitupun dengan Mas Fajar yang mengikuti aku.

"Mas," ujarku menatap Mas Fajar yang juga menatapku. Netra coklat itu, yang selalu bisa membuat aku jatuh sedalam-dalamnya. Dan karena itu pula, aku jadi merasakan luka yang begitu dalam.

"Apa kita bisa mempertahankan keluarga ini? Rumah tangga kita," ucapku pelan, mengalihkan pengelihatanku dari melihat Mas Fajar.

Jika bukan aku yang memulai duluan, maka masalah ini hanya akan terus menggantung tanpa ada kejelasan. Mas Fajar hanya akan diam dan cenderung menghindar saat aku mencoba untuk membahasnya.

"Sepertinya aku sudah tidak bisa Mas, aku tidak sanggup lagi." Suaraku semakin pelan, tidak ada lagi air mata seperti sebelum-sebelumnya.

"Tari!"

"Ayo bercerai Mas," pintaku pada Mas Fajar.

Tidak ada lagi yang perlu kami pertahankan, semuanya sudah hancur. Tentang Aluna, aku sudah memikirkannya. Dia sudah cukup umur, aku rasa dia bisa mengerti jika aku menjelaskannya secara perlahan.

"Mentari! Jangan bicara sembarangan!" Mas Fajar berdiri, menatapku tajam. Kenapa dia yang marah, bukankah seharusnya aku yang marah di sini?

"Kenapa Mas? Bukankah kau juga tidak mencintaiku, jadi untuk apalagi kita mempertahankan semua ini?" Aku ikut berdiri, aku tidak bisa lagi jika harus tetap diam dan menjadi peliharaan Mas Fajar yang mengikuti semua yang dia perintahkan.

"Tari!" Mas Fajar kembali duduk, nada suaranya berubah jadi pelan.

"Semuanya akan baik-baik saja, keluarga kita akan tetap utuh. Tidak akan ada yang berubah." Lagi, hanya itu yang bisa dikatakan Mas Fajar. Apakah tidak ada alasan lain yang bisa Ia utarakan? Setidaknya sebuah usaha untuk menjelaskan tentang semuanya, hingga aku bisa benar-benar yakin kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Tidak akan baik-baik saja Mas, aku tidak baik-baik saja!"

"Bagaimana bisa aku baik-baik saja saat aku mengetahui suamiku memiliki anak dari perempuan lain? Usianya bahkan sudah empat tahun." Aku tersulut emosi, Mas Fajar selalu meremehkan tentang perasaan aku. Apa karena selama ini Ia hanya melihat aku yang mengemis cinta padanya?

"Tari, pikirkan tentang Aluna."

"Aku sudah memikirkannya, aku rasa Aluna bisa mengerti saat Ia tahu. Ayah yang selalu dibanggakannya memiliki anak dari perempuan lain, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya paham mengapa aku mengambil langkah sejauh ini."

"Tari." Aku memejamkan mata, mendengar Mas Fajar yang berbicara lembut menyebut namaku, seperti sebuah permohonan untuk dimengerti.

"Bukannya kamu mencintaiku?" Mas Fajar memegang kedua bahuku, memaksa aku untuk melihatnya. "Kamu mencintaiku kan?"

"Mas Fajar pernah tidak mencintai aku?"

Mas Fajar melepaskan kedua tangannya dari bahuku, Ia memutar tubuhnya agar tidak menghadap padaku. Aku masih bisa melihatnya saat dia mengusap wajahnya, mungkin bingung harus merangkai kata seperti apa untuk menghindari pertanyaanku barusan.

"Jawab Mas, Pernah tidak Mas Fajar merasa mencintaiku?"

Related chapters

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 6 Adik Laki-laki

    "Mas Fajar tidak pernah mencintai aku, hanya aku yang berjuang di sini. Hanya aku yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita selama ini, sedangkan Mas Fajar? Apa yang Mas Fajar lakukan?" Aku berteriak marah, melampiaskan semuanya."Mas Fajar malah memiliki anak dengan perempuan lain! Lalu sekarang? Mas Fajar mengatakan semuanya akan baik-baik saja? Tidak Mas, tidak ada yang baik-baik saja!""Sejak awal hubungan ini memang sudah salah, hanya aku yang menginginkan Mas Fajar. Sedangkan Mas Fajar tidak pernah menginginkan aku," "Jadi, mari selesaikan semuanya Mas. Aku juga sudah lelah dengan semuanya, delapan belas tahun sudah terlalu lama untuk tidak bahagia. Itu sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan terlalu lama untuk terluka," Aku kembali menetralkan perasaanku, bagaimana pun aku pernah mengharapkan Mas Fajar menjadi sumber kebahagiaanku, meskipun nyatanya itu hanya angan belaka. "Tari, kau tidak pernah bahagia selama ini?" Mas Fajar menatapku, seolah dia tidak yakin

    Last Updated : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 7 Kebenaran

    "Sayang, aku pergi dulu," Mas Fajar mencium keningku sebelum Ia masuk ke dalam mobilnya. Ia berangkat bekerja bersama dengan Aluna, jadi aku tidak perlu lagi mengantar Aluna ke sekolah.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Ia lakukan, tiba-tiba berubah menjadi hangat dan seakan menyayangiku. Padahal sudah satu minggu berlalu, dan Aluna tidak pernah lagi merekam aktivitas kami. Namun Mas Fajar tetap mempertahankan perannya.Tapi aku tidak peduli lagi, semuanya sudah terlalu abu-abu. Kita sudah terlalu hancur untuk kembali bersatu, yang harus aku lakukan sekarang adalah mencaritahu. Jika Mas Fajar tidak ingin memberitahuku, maka aku akan mencaritahu sendiri.Aku sudah membuat rencana, aku akan berpura-pura pergi ke Mall dan keluar dari sana tanpa diketahui siapapun. Terutama sopir dan para pengawal Mas Fajar yang selalu mengintaiku. Dan semoga aku bisa melakukannya."Aku harus membawa baju ganti," gumamku, mempersiapkan semua yang aku perlukan. Setelah itu aku pergi, aku sengaja mengirim

    Last Updated : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 8 Melepaskan

    Aku duduk sendirian di tepi pantai, melihat dengan jelas gelombang-gelombang ombak yang berlomba-lomba untuk sampai. Aku kembali, aku melakukan ini lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Aku pernah mengatakannya kan, aku menyukai pantai.Aku sengaja menonaktifkan ponselku, agar tidak ada yang menghubungiku. Jika dipikir-pikir, mengapa aku jadi begitu berharap untuk dicari. Mereka mungkin tidak menyadari ketidakhadiranku.Benar, aku belum pulang ke rumah setelah bertemu dengan Mbak Ajeng. Aku hanya duduk di sini selama berjam-jam, mencoba memulihkan tenagaku. Aku harus kembali terlihat baik-baik saja saat kembali ke rumah, dan itu membutuhkan tenaga yang lebih banyak."Ayo kembali Mentari, tidak lama lagi. Kau hanya perlu bertahan hingga Aluna masuk ke perguruan tinggi," aku menyemangati diriku sendiri.Aku berdiri, bagaimana pun aku harus kembali ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan malam, seharusnya Aluna sudah ada di rumah. Aku bahkan me

    Last Updated : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 9 Liburan

    Saat aku bangun, jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku berjalan keluar, membangunkan Aluna yang harus bersiap untuk sekolah. Aku menyadari, Mas Fajar tidak pulang. Namun aku tidak lagi peduli. "Aluna, bangun nak," aku membangunkan Aluna yang masih tertidur. Setelah membangunkan Aluna, aku segera menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Setelah itu aku juga bersiap, aku harus mengantar Aluna ke sekolah. Aku juga sekalian mengemas beberapa pakaianku ke dalam koper, sepertinya aku perlu liburan. Jika diingat-ingat, setelah menikah aku belum pernah pergi berlibur. Aku hanya terus terkurung di dalam rumah besar yang tidak bernyawa ini. Menyedihkan sekali hidupku selama ini. "Mama mau pergi?" Saat masih memasukkan beberapa keperluanku ke dalam koper, Aluna muncul di ambang pintu kamar. "Iya sayang, Mama harus mengunjungi nenek. Kemarin Mama dapat kabar kalau nenek sedang kurang sehat," kali ini aku tidak berbohong, ak

    Last Updated : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 10 Kampung Halaman

    "Masih ada yang ingin dibeli?" Aku menatap jengah laki-laki yang duduk di sebelahku, Mas Fajar."Tidak ada," aku memilih untuk melihat ke luar kaca. Sekarang kami ada di dalam mobil Mas Fajar, yang akan membawa kami menuju kampung halamanku.Setelah pertengkaran tadi, Mas Fajar menarik ucapannya. Dan sekarang Ia malah mengikutiku, katanya ingin menjenguk ibu mertuanya. Alasan, Ia mana pernah peduli."Mas, lebih baik Mas Fajar tidak usah pergi deh. Aku sudah mengatakan pada Aluna kalau dia tidak perlu ikut karena Mas Fajar juga tidak pergi," Ujarku, masih mencari cara agar Mas Fajar tidak ikut dan menghancurkan rencanaku untuk liburan tanpa memikirkannya."Tidak masalah, Bunda akan datang ke rumah dan menemaninya," ujar Mas Fajar. Tadi dia memang menghubungi ibunya, yaitu ibu mertuaku untuk datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari."Tapi Mas, Aluna tidak begitu dekat dengan Bunda," aku hanya takut Aluna merasa tidak nyaman saat be

    Last Updated : 2024-12-12
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 11 Kisah Mama

    "Mentari, ada apa nak?" Tanya Mama, saat ini kami sudah berbaring di atas ranjang.Aku sengaja tidur dengan Mama, sedangkan Mas Fajar tidur sendirian di kamarku. Rasanya aku ingin bercerita banyak hal pada Mama, membagi sedikit bebanku yang begitu menyakitkan. Namun aku kembali memilih untuk diam saja, Mama sedang tidak dalam keadaan baik. Aku takut Mama akan kepikiran dan berpengaruh pada kesehatannya."Katanya Mau program anak kedua, tapi tidurnya terpisah begini. Bagiamana bisa jadi," Mama terkekeh, sedangkan aku mengeratkan pelukanku pada tubuhnya yang semakin kurus.Untung saja tadi aku tidak benar-benar mengatakannya, kalau Mas Fajar memiliki anak dari perempuan lain. Itu Hanya ada dalam pikiranku, dan aku masih cukup sadar untuk tidak mengatakannya. Jika tidak, maka akan panjang urusannya. Apalagi ada Mbak Mila dan Mak Yuni."Ada apa Tari, cerita sama Mama. Kalian baik-baik saja kan? Rumah tangga kalian juga baik-baik saja kan?" Mama mulai

    Last Updated : 2024-12-12
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Prolog

    Aku tidak tahu bahwa, keputusan yang aku ambil 18 tahun yang lalu menjadi suatu hal yang aku sesali saat ini. Mas Fajar, seniorku di Kampus. Saat pertama kali melihatnya, netra coklat itu membuat aku jatuh ke dalamnya. Melupakan segala hal, mengesampingkan segala kemungkinan. Aku menginginkannya, sangat! Dan waktu memberi aku kesempatan untuk memilikinya, Aku tentu tidak akan melewatkan itu. Tanpa peduli bahwa dia yang mungkin saja tidak menginginkanku, aku menyanggupi permintaan kedua orang tua kami. Menikah diusia muda atas nama perjodohan. Aku pikir semuanya baik-baik saja, dia akan mencintai aku seiring waktu berjalan. Namun, kenyataan menyadarkan aku. Tidak ada cinta yang aku harapkan, netra coklat yang aku kagumi itu berubah arah menjadi menakutkan untuk aku pandangi. Bahkan, kehadiran Aluna diantara kami tidak menggoyahkan hatinya. Lalu siapa sebenarnya yang ada di hatinya? Adakah orang lain yang memilikinya? Mengapa kebersamaan kita, dan segala yang sudah aku korbankan u

    Last Updated : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 1 Keluarga Harmonis

    "Tidak bisakah Mas Fajar memberi aku kebebasan?" "Aku juga ingin menghirup udara bebas di luar sana. Aku ingin melihat bagaimana siang berganti malam, aku ingin melihat manusia beraktivitas, aku..., Aku lelah menjadi peliharaanmu Mas," Mas Fajar berbalik, Ia kembali berjalan mendekatiku. "Kau lelah? Ingin dimengerti, hm?" Kembali aku rasakan jari-jemari Mas Fajar yang menari-nari di atas kulit wajahku. "Jangan lelah Mentari! Ini yang kau inginkan bukan? Bersamaku!" Aku memejamkan mata saat suara dengan frekuensi tinggi itu menyapa gendang telingaku. Seharusnya aku tidak perlu kaget lagi, aku sudah sering mendengarnya. Meskipun kenyataannya, aku masih belum terbiasa juga. "Pulanglah sayang, ingat untuk menjemput Aluna," Mas Fajar mendekatkan wajahnya dan berbisik, aku bahkan bisa merasakan sapuan hangat dari napasnya. "Satu lagi, tersenyumlah seperti namamu. Masih ada banyak wartawan di luar," Mas Fajar kemudian membuka pintu dan mempersilakan aku untuk pergi. Dan aku kembali

    Last Updated : 2024-11-11

Latest chapter

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 11 Kisah Mama

    "Mentari, ada apa nak?" Tanya Mama, saat ini kami sudah berbaring di atas ranjang.Aku sengaja tidur dengan Mama, sedangkan Mas Fajar tidur sendirian di kamarku. Rasanya aku ingin bercerita banyak hal pada Mama, membagi sedikit bebanku yang begitu menyakitkan. Namun aku kembali memilih untuk diam saja, Mama sedang tidak dalam keadaan baik. Aku takut Mama akan kepikiran dan berpengaruh pada kesehatannya."Katanya Mau program anak kedua, tapi tidurnya terpisah begini. Bagiamana bisa jadi," Mama terkekeh, sedangkan aku mengeratkan pelukanku pada tubuhnya yang semakin kurus.Untung saja tadi aku tidak benar-benar mengatakannya, kalau Mas Fajar memiliki anak dari perempuan lain. Itu Hanya ada dalam pikiranku, dan aku masih cukup sadar untuk tidak mengatakannya. Jika tidak, maka akan panjang urusannya. Apalagi ada Mbak Mila dan Mak Yuni."Ada apa Tari, cerita sama Mama. Kalian baik-baik saja kan? Rumah tangga kalian juga baik-baik saja kan?" Mama mulai

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 10 Kampung Halaman

    "Masih ada yang ingin dibeli?" Aku menatap jengah laki-laki yang duduk di sebelahku, Mas Fajar."Tidak ada," aku memilih untuk melihat ke luar kaca. Sekarang kami ada di dalam mobil Mas Fajar, yang akan membawa kami menuju kampung halamanku.Setelah pertengkaran tadi, Mas Fajar menarik ucapannya. Dan sekarang Ia malah mengikutiku, katanya ingin menjenguk ibu mertuanya. Alasan, Ia mana pernah peduli."Mas, lebih baik Mas Fajar tidak usah pergi deh. Aku sudah mengatakan pada Aluna kalau dia tidak perlu ikut karena Mas Fajar juga tidak pergi," Ujarku, masih mencari cara agar Mas Fajar tidak ikut dan menghancurkan rencanaku untuk liburan tanpa memikirkannya."Tidak masalah, Bunda akan datang ke rumah dan menemaninya," ujar Mas Fajar. Tadi dia memang menghubungi ibunya, yaitu ibu mertuaku untuk datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari."Tapi Mas, Aluna tidak begitu dekat dengan Bunda," aku hanya takut Aluna merasa tidak nyaman saat be

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 9 Liburan

    Saat aku bangun, jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku berjalan keluar, membangunkan Aluna yang harus bersiap untuk sekolah. Aku menyadari, Mas Fajar tidak pulang. Namun aku tidak lagi peduli. "Aluna, bangun nak," aku membangunkan Aluna yang masih tertidur. Setelah membangunkan Aluna, aku segera menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Setelah itu aku juga bersiap, aku harus mengantar Aluna ke sekolah. Aku juga sekalian mengemas beberapa pakaianku ke dalam koper, sepertinya aku perlu liburan. Jika diingat-ingat, setelah menikah aku belum pernah pergi berlibur. Aku hanya terus terkurung di dalam rumah besar yang tidak bernyawa ini. Menyedihkan sekali hidupku selama ini. "Mama mau pergi?" Saat masih memasukkan beberapa keperluanku ke dalam koper, Aluna muncul di ambang pintu kamar. "Iya sayang, Mama harus mengunjungi nenek. Kemarin Mama dapat kabar kalau nenek sedang kurang sehat," kali ini aku tidak berbohong, ak

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 8 Melepaskan

    Aku duduk sendirian di tepi pantai, melihat dengan jelas gelombang-gelombang ombak yang berlomba-lomba untuk sampai. Aku kembali, aku melakukan ini lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Aku pernah mengatakannya kan, aku menyukai pantai.Aku sengaja menonaktifkan ponselku, agar tidak ada yang menghubungiku. Jika dipikir-pikir, mengapa aku jadi begitu berharap untuk dicari. Mereka mungkin tidak menyadari ketidakhadiranku.Benar, aku belum pulang ke rumah setelah bertemu dengan Mbak Ajeng. Aku hanya duduk di sini selama berjam-jam, mencoba memulihkan tenagaku. Aku harus kembali terlihat baik-baik saja saat kembali ke rumah, dan itu membutuhkan tenaga yang lebih banyak."Ayo kembali Mentari, tidak lama lagi. Kau hanya perlu bertahan hingga Aluna masuk ke perguruan tinggi," aku menyemangati diriku sendiri.Aku berdiri, bagaimana pun aku harus kembali ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan malam, seharusnya Aluna sudah ada di rumah. Aku bahkan me

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 7 Kebenaran

    "Sayang, aku pergi dulu," Mas Fajar mencium keningku sebelum Ia masuk ke dalam mobilnya. Ia berangkat bekerja bersama dengan Aluna, jadi aku tidak perlu lagi mengantar Aluna ke sekolah.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Ia lakukan, tiba-tiba berubah menjadi hangat dan seakan menyayangiku. Padahal sudah satu minggu berlalu, dan Aluna tidak pernah lagi merekam aktivitas kami. Namun Mas Fajar tetap mempertahankan perannya.Tapi aku tidak peduli lagi, semuanya sudah terlalu abu-abu. Kita sudah terlalu hancur untuk kembali bersatu, yang harus aku lakukan sekarang adalah mencaritahu. Jika Mas Fajar tidak ingin memberitahuku, maka aku akan mencaritahu sendiri.Aku sudah membuat rencana, aku akan berpura-pura pergi ke Mall dan keluar dari sana tanpa diketahui siapapun. Terutama sopir dan para pengawal Mas Fajar yang selalu mengintaiku. Dan semoga aku bisa melakukannya."Aku harus membawa baju ganti," gumamku, mempersiapkan semua yang aku perlukan. Setelah itu aku pergi, aku sengaja mengirim

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 6 Adik Laki-laki

    "Mas Fajar tidak pernah mencintai aku, hanya aku yang berjuang di sini. Hanya aku yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita selama ini, sedangkan Mas Fajar? Apa yang Mas Fajar lakukan?" Aku berteriak marah, melampiaskan semuanya."Mas Fajar malah memiliki anak dengan perempuan lain! Lalu sekarang? Mas Fajar mengatakan semuanya akan baik-baik saja? Tidak Mas, tidak ada yang baik-baik saja!""Sejak awal hubungan ini memang sudah salah, hanya aku yang menginginkan Mas Fajar. Sedangkan Mas Fajar tidak pernah menginginkan aku," "Jadi, mari selesaikan semuanya Mas. Aku juga sudah lelah dengan semuanya, delapan belas tahun sudah terlalu lama untuk tidak bahagia. Itu sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan terlalu lama untuk terluka," Aku kembali menetralkan perasaanku, bagaimana pun aku pernah mengharapkan Mas Fajar menjadi sumber kebahagiaanku, meskipun nyatanya itu hanya angan belaka. "Tari, kau tidak pernah bahagia selama ini?" Mas Fajar menatapku, seolah dia tidak yakin

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 5 Bermain Drama

    "Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku."Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka? "Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan. Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan."Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pag

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

    Aku sengaja membuang muka saat Mas Fajar mengambil tempat untuk duduk di dekatku. Aluna sengaja memindahkan sofa kecil lalu duduk di hadapan kami. Untuk pertama kalinya, ruangan keluarga ini terisi dengan lengkap. Bolehkah aku berharap? Keluarga kami akan baik-baik saja, dan apa yang aku lihat siang tadi hanyalah mimpi belaka."Mama masih sedih?" tanya Aluna, Ia menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan rasa bersalah."Tidak sayang, Mama hanya lelah. Hari ini cukup melelahkan," ujarku disertai senyuman."Baiklah, jadi seperti ini. Aku diberikan tugas oleh guruku. Yaitu merekam aktivitas aku dan keluarga dari pagi hari hingga malam." Aku melirik Mas Fajar sekilas, lalu kembali membuang muka. Melihatnya saat ini sudah membuat hatiku berdenyut nyeri. Bagaimana caranya kalau aku harus kembali berakting lagi, menampilkan keluarga harmonis kami dalam rekaman Aluna. Apa aku bisa melakukannya kali ini? Sedangkan ada luka yang harus diobati, sudah cukup menyakitkan saat harus berpura-pur

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 3 Anak Siapa?

    Aku duduk sendiri dibalut sepi, pikiranku melayang-layang memikirkan tentang Mas Fajar. Dia pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dan itu membuat aku tidak tenang.Memang bodoh, aku akui kalau aku bodoh. Aku bahkan masih mencintainya dengan sangat, padahal dia tidak pernah mencintai aku. Aku tidak pernah memiliki hatinya, dan sekarang aku malah ketakutan sendiri. Takut jika ada orang lain yang bisa memenangkan hatinya, dan itu bukan aku. "Haruskah aku menyusulnya?" Aku masih berseteru dengan pikiranku. Aku tahu, Mas Fajar mengawasi aku meski pun tidak secara langsung. Tapi aku yakin, ada orang suruhannya yang akan selalu mengintai setiap pergerakanku."Aku akan pergi," putusku akhirnya. Dari pada pusing sendiri, lebih baik aku menyusul Mas Fajar ke kantornya kan.Aku segera bersiap. Cukup lama, bagaimanapun aku harus tampil maksimal jika ke kantor Mas Fajar. Kesalahan sedikit saja sudah bisa membuat isu yang menggemparkan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena pada

DMCA.com Protection Status