Share

Bab 3 Anak Siapa?

Penulis: Aurel Ntsya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 19:28:50

Aku duduk sendiri dibalut sepi, pikiranku melayang-layang memikirkan tentang Mas Fajar. Dia pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dan itu membuat aku tidak tenang.

Memang bodoh, aku akui kalau aku bodoh. Aku bahkan masih mencintainya dengan sangat, padahal dia tidak pernah mencintai aku. Aku tidak pernah memiliki hatinya, dan sekarang aku malah ketakutan sendiri. Takut jika ada orang lain yang bisa memenangkan hatinya, dan itu bukan aku.

"Haruskah aku menyusulnya?" Aku masih berseteru dengan pikiranku. Aku tahu, Mas Fajar mengawasi aku meski pun tidak secara langsung. Tapi aku yakin, ada orang suruhannya yang akan selalu mengintai setiap pergerakanku.

"Aku akan pergi," putusku akhirnya. Dari pada pusing sendiri, lebih baik aku menyusul Mas Fajar ke kantornya kan.

Aku segera bersiap. Cukup lama, bagaimanapun aku harus tampil maksimal jika ke kantor Mas Fajar. Kesalahan sedikit saja sudah bisa membuat isu yang menggemparkan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena padatnya kendaraan, akhirnya aku sampai di kantor Mas Fajar saat sudah masuk jam makan siang, jadi tidak banyak karyawan yang berada di kantor. Sehingga aku tidak perlu tersenyum sepanjang jalan, hanya saat ada yang menyapa dan kebetulan kami berpapasan.

Saat sudah sampai di depan ruangan Mas Fajar, kulihat tempat Jonathan yang kosong. Apakah dia keluar juga untuk makan siang? Sepertinya, dan semoga saja Mas Fajar tidak keluar juga. Seharusnya Mas Fajar memang tetap ada di ruangannya saat ini, karena aku selalu membuatkannya bekal makan siang, sehingga dia tidak perlu ke kantin atau keluar kantor hanya untuk makan siang.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku membuka pintu ruangan Mas Fajar. Hanya sedikit celah, lalu aku mengintip ke dalam, memastikan kalau Mas Fajar benar-benar ada.

"Tendang bolanya." Aku tertegun, melihat Mas Fajar yang sedang bermain dengan seorang anak laki-laki.

Dia bahkan tertawa dengan keras saat bola itu berhasil Ia tangkap. Melihatnya, hanya bisa membuat aku diam menatapnya. Sejak kapan Mas Fajar menjadi sehangat itu? Dan, sejak kapan Mas Fajar ingin bermain dengan anak kecil? Bahkan saat Aluna masih kecil, Ia tidak begitu dekat dengan Mas Fajar, karena Mas Fajar selalu menghindarinya. Ia benci dengan anak kecil.

"Ayah, biarkan aku menendangnya lagi."

Deg.

Jantungku terasa berhenti berdetak? Aku sampai menahan napas.

"A... yah...?" Aku mengulanginya dengan terbata-bata, aku bahkan memukul telingaku beberapa kali, memastikan kalau telingaku berfungsi dengan baik dan aku tidak salah dengar.

"Nyonya." Kudengar suara Jonathan yang memburu, sepertinya dia berlari ke sini.

Namun, aku kehilangan keseimbangan tubuhku. Aku luruh, kakiku terasa tidak memiliki tenaga. Jonathan segera menghampiriku, bersamaan dengan Mas Fajar yang tampak terkejut melihatku.

"Tari, kenapa kau ada di sini?" Aku tidak tahu, tapi Mas Fajar menatap pada Jonathan. Seolah mempertanyakan kenapa aku bisa ada di sini tanpa sepengetahuan Mas Fajar dan Jonathan.

"Ayah, bibi ini siapa?" Aku tidak tahu mengapa, tapi aku hanya ingin menangis. Bukan lagi ingin, tapi aku bahkan sudah menangis tersedu-sedu dihadapan Mas Fajar dan Jonathan, juga anak laki-laki yang tidak aku ketahui itu.

Aku memukul dadaku beberapa kali, terasa sesak seolah ada batu besar yang menghimpitnya. Rasanya kenapa sesakit ini?

Aku tidak memperhatikan dengan jelas, kapan Jonathan pergi membawa anak laki-laki itu. Yang aku tahu, sekarang aku berada di sofa, mungkin Mas Fajar yang memindahkanku ke sini karena kasihan, kasihan melihatku tergeletak di lantai.

"Minum dulu." Mas Fajar memberikanku segelas air. Aku menatapnya beberapa saat, dia terlihat biasa-biasa saja, seolah tidak terjadi apapun.

Aku menerima gelas itu dengan tangan bergetar, aku bahkan menggunakan dua tangan untuk memegangnya agar tidak terjatuh. Aku sudah tidak menangis, namun benda cair yang aku minum ini seperti bongkahan batu yang berusaha aku telan bulat-bulat, terasa sulit hanya untuk sekedar menelan seteguk air.

"Hufttt...." Bahkan saat menghela napas pun, bibirku terasa bergetar.

Aku memandangi Mas Fajar yang sedari tadi menatapku. Entah mengapa, menatap ke dalam netra coklat itu membuat air mataku meleleh.

"Anak siapa?" Bahkan suara yang keluar dari mulutku pun ikut bergetar.

Aku mengusap wajahku, kenapa air mata ini tidak ingin berhenti keluar. Ini malah membuat aku semakin menyedihkan untuk dilihat. Namun tetap saja, usahaku sia-sia.

"Dia anak siapa Mas?" Tanyaku lagi, kulihat Mas Fajar hanya menghela napas.

Ia kemudian berdiri dan menghampiriku. Membantu aku untuk berdiri, "Pulanglah, kau harus menjemput Aluna. Sebentar lagi dia pulang, dia akan marah padamu kalau kau telat menjemputnya,"

"Apakah sesulit itu menjawab pertanyaan aku Mas? Dia anak siapa?" Aku tidak peduli lagi, aku berteriak di depan wajah Mas Fajar.

"Dia anak kamu Mas?" Suaraku sudah berubah menjadi serak, "jawab aku Mas Fajar!" Aku kembali menangis dengan keras. Aku tidak bisa lagi mengendalikan diriku, rasanya benar-benar menyakitkan. Mengetahui suamiku memiliki anak selain Aluna.

"Tari! Ini di kantor, jangan membuat keributan." Mas Fajar kembali menegurku, kali ini dengan suara yang ikut meninggi.

"Pulanglah," ucapnya pelan, Ia memegang bahuku dan menatap mataku. Entah mengapa itu malah membuat aku semakin ingin menangis dengan keras.

"Baiklah, boleh aku gunakan toilet di sini Mas? Aku harus membersihkan wajahku agar karyawanmu tidak curiga saat melihatku." Tanpa menunggu persetujuannya, aku segera melangkah ke arah toilet.

Di ruangan ini memang ada toilet khusus, bahkan Mas Fajar juga memiliki tempat tidur yang biasa Ia gunakan untuk beristirahat. Aku membasuh wajahku, setelah itu kembali aku lapisi bedak di wajahku, dan juga memperbaiki riasanku.

Setelah membereskan semuanya, aku segera pergi. Aku tidak lagi pamit pada Mas Fajar. Aku berusaha mengumpulkan tenagaku, memastikan senyumanku merekah seperti mentari. Aku harus baik-baik saja.

"Mama." saat Aluna sudah masuk ke dalam mobil, sopir kami kemudian membawa kendaraan ini melaju untuk kembali ke rumah.

"Aluna." Aku menarik anakku untuk masuk ke dalam pelukanku. Dia sudah sebesar ini, apa yang akan dia katakan jika mengetahui kalau ternyata Ia memiliki adik laki-laki? Dari ibu yang berbeda.

"Mama kenapa?" Aluna yang berada dalam pelukanku mendongak, melihat aku.

"Aluna sayang tidak dengan Mama?" Hanya pertanyaan itu yang tiba-tiba keluar dari mulutku.

Aluna melepaskan pelukanku, Ia menggenggam kedua tanganku. "Aluna sayang sama Mama, sangat. Sama seperti Aluna sayang sama Ayah."

"Terima kasih sayang." Aku kembali menarik Aluna ke dalam pelukanku.

"Kenapa mama bertanya seperti itu? Mama cemburu yah melihat aku lebih dekat dengan Ayah?"

"Sebenarnya Aluna ingin selalu dekat dengan Ayah, dulu sewaktu Aluna masih kecil Ayah jarang memiliki waktu untuk bermain dengan Aluna. Jadi sekarang Aluna ingin memanfaatkan waktu luang Aluna untuk bersama Ayah dan Mama."

"Mama tahu tidak, teman-teman aku iri loh sama aku. Karena aku memiliki Ayah dan Mama yang hebat, aku ingin keluarga kita tetap seperti ini selamanya."

Mendengar apa yang dikatakan Aluna, air mataku kembali jatuh. Bagaimana bisa keluarga ini akan bertahan selamanya?

"Kenapa mama menangis?" Aluna mengusap air mataku, namun itu malah membuat air mataku keluar semakin banyak.

"Aluna minta maaf Ma, karena Aluna sering marah sama Mama kalau Mama telat menjemput Aluna. Aluna janji tidak akan melakukannya lagi, Aluna sayang sama Mama, jadi Mama tidak boleh menangis."

"Mama juga sayang sama Aluna, sangat sayang sama Aluna."

"Ya Tuhan, mengapa sesakit ini? Bagiaman aku harus melindungi hati putri kecilku agar tidak terluka saat mengetahuinya?"

Bab terkait

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

    Aku sengaja membuang muka saat Mas Fajar mengambil tempat untuk duduk di dekatku. Aluna sengaja memindahkan sofa kecil lalu duduk di hadapan kami. Untuk pertama kalinya, ruangan keluarga ini terisi dengan lengkap. Bolehkah aku berharap? Keluarga kami akan baik-baik saja, dan apa yang aku lihat siang tadi hanyalah mimpi belaka."Mama masih sedih?" tanya Aluna, Ia menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan rasa bersalah."Tidak sayang, Mama hanya lelah. Hari ini cukup melelahkan," ujarku disertai senyuman."Baiklah, jadi seperti ini. Aku diberikan tugas oleh guruku. Yaitu merekam aktivitas aku dan keluarga dari pagi hari hingga malam." Aku melirik Mas Fajar sekilas, lalu kembali membuang muka. Melihatnya saat ini sudah membuat hatiku berdenyut nyeri. Bagaimana caranya kalau aku harus kembali berakting lagi, menampilkan keluarga harmonis kami dalam rekaman Aluna. Apa aku bisa melakukannya kali ini? Sedangkan ada luka yang harus diobati, sudah cukup menyakitkan saat harus berpura-pur

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 5 Bermain Drama

    "Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku."Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka? "Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan. Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan."Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pag

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 6 Adik Laki-laki

    "Mas Fajar tidak pernah mencintai aku, hanya aku yang berjuang di sini. Hanya aku yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita selama ini, sedangkan Mas Fajar? Apa yang Mas Fajar lakukan?" Aku berteriak marah, melampiaskan semuanya."Mas Fajar malah memiliki anak dengan perempuan lain! Lalu sekarang? Mas Fajar mengatakan semuanya akan baik-baik saja? Tidak Mas, tidak ada yang baik-baik saja!""Sejak awal hubungan ini memang sudah salah, hanya aku yang menginginkan Mas Fajar. Sedangkan Mas Fajar tidak pernah menginginkan aku," "Jadi, mari selesaikan semuanya Mas. Aku juga sudah lelah dengan semuanya, delapan belas tahun sudah terlalu lama untuk tidak bahagia. Itu sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan terlalu lama untuk terluka," Aku kembali menetralkan perasaanku, bagaimana pun aku pernah mengharapkan Mas Fajar menjadi sumber kebahagiaanku, meskipun nyatanya itu hanya angan belaka. "Tari, kau tidak pernah bahagia selama ini?" Mas Fajar menatapku, seolah dia tidak yakin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 7 Kebenaran

    "Sayang, aku pergi dulu," Mas Fajar mencium keningku sebelum Ia masuk ke dalam mobilnya. Ia berangkat bekerja bersama dengan Aluna, jadi aku tidak perlu lagi mengantar Aluna ke sekolah.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Ia lakukan, tiba-tiba berubah menjadi hangat dan seakan menyayangiku. Padahal sudah satu minggu berlalu, dan Aluna tidak pernah lagi merekam aktivitas kami. Namun Mas Fajar tetap mempertahankan perannya.Tapi aku tidak peduli lagi, semuanya sudah terlalu abu-abu. Kita sudah terlalu hancur untuk kembali bersatu, yang harus aku lakukan sekarang adalah mencaritahu. Jika Mas Fajar tidak ingin memberitahuku, maka aku akan mencaritahu sendiri.Aku sudah membuat rencana, aku akan berpura-pura pergi ke Mall dan keluar dari sana tanpa diketahui siapapun. Terutama sopir dan para pengawal Mas Fajar yang selalu mengintaiku. Dan semoga aku bisa melakukannya."Aku harus membawa baju ganti," gumamku, mempersiapkan semua yang aku perlukan. Setelah itu aku pergi, aku sengaja mengirim

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 8 Melepaskan

    Aku duduk sendirian di tepi pantai, melihat dengan jelas gelombang-gelombang ombak yang berlomba-lomba untuk sampai. Aku kembali, aku melakukan ini lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Aku pernah mengatakannya kan, aku menyukai pantai.Aku sengaja menonaktifkan ponselku, agar tidak ada yang menghubungiku. Jika dipikir-pikir, mengapa aku jadi begitu berharap untuk dicari. Mereka mungkin tidak menyadari ketidakhadiranku.Benar, aku belum pulang ke rumah setelah bertemu dengan Mbak Ajeng. Aku hanya duduk di sini selama berjam-jam, mencoba memulihkan tenagaku. Aku harus kembali terlihat baik-baik saja saat kembali ke rumah, dan itu membutuhkan tenaga yang lebih banyak."Ayo kembali Mentari, tidak lama lagi. Kau hanya perlu bertahan hingga Aluna masuk ke perguruan tinggi," aku menyemangati diriku sendiri.Aku berdiri, bagaimana pun aku harus kembali ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan malam, seharusnya Aluna sudah ada di rumah. Aku bahkan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 9 Liburan

    Saat aku bangun, jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku berjalan keluar, membangunkan Aluna yang harus bersiap untuk sekolah. Aku menyadari, Mas Fajar tidak pulang. Namun aku tidak lagi peduli. "Aluna, bangun nak," aku membangunkan Aluna yang masih tertidur. Setelah membangunkan Aluna, aku segera menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Setelah itu aku juga bersiap, aku harus mengantar Aluna ke sekolah. Aku juga sekalian mengemas beberapa pakaianku ke dalam koper, sepertinya aku perlu liburan. Jika diingat-ingat, setelah menikah aku belum pernah pergi berlibur. Aku hanya terus terkurung di dalam rumah besar yang tidak bernyawa ini. Menyedihkan sekali hidupku selama ini. "Mama mau pergi?" Saat masih memasukkan beberapa keperluanku ke dalam koper, Aluna muncul di ambang pintu kamar. "Iya sayang, Mama harus mengunjungi nenek. Kemarin Mama dapat kabar kalau nenek sedang kurang sehat," kali ini aku tidak berbohong, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 10 Kampung Halaman

    "Masih ada yang ingin dibeli?" Aku menatap jengah laki-laki yang duduk di sebelahku, Mas Fajar."Tidak ada," aku memilih untuk melihat ke luar kaca. Sekarang kami ada di dalam mobil Mas Fajar, yang akan membawa kami menuju kampung halamanku.Setelah pertengkaran tadi, Mas Fajar menarik ucapannya. Dan sekarang Ia malah mengikutiku, katanya ingin menjenguk ibu mertuanya. Alasan, Ia mana pernah peduli."Mas, lebih baik Mas Fajar tidak usah pergi deh. Aku sudah mengatakan pada Aluna kalau dia tidak perlu ikut karena Mas Fajar juga tidak pergi," Ujarku, masih mencari cara agar Mas Fajar tidak ikut dan menghancurkan rencanaku untuk liburan tanpa memikirkannya."Tidak masalah, Bunda akan datang ke rumah dan menemaninya," ujar Mas Fajar. Tadi dia memang menghubungi ibunya, yaitu ibu mertuaku untuk datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari."Tapi Mas, Aluna tidak begitu dekat dengan Bunda," aku hanya takut Aluna merasa tidak nyaman saat be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 11 Kisah Mama

    "Mentari, ada apa nak?" Tanya Mama, saat ini kami sudah berbaring di atas ranjang.Aku sengaja tidur dengan Mama, sedangkan Mas Fajar tidur sendirian di kamarku. Rasanya aku ingin bercerita banyak hal pada Mama, membagi sedikit bebanku yang begitu menyakitkan. Namun aku kembali memilih untuk diam saja, Mama sedang tidak dalam keadaan baik. Aku takut Mama akan kepikiran dan berpengaruh pada kesehatannya."Katanya Mau program anak kedua, tapi tidurnya terpisah begini. Bagiamana bisa jadi," Mama terkekeh, sedangkan aku mengeratkan pelukanku pada tubuhnya yang semakin kurus.Untung saja tadi aku tidak benar-benar mengatakannya, kalau Mas Fajar memiliki anak dari perempuan lain. Itu Hanya ada dalam pikiranku, dan aku masih cukup sadar untuk tidak mengatakannya. Jika tidak, maka akan panjang urusannya. Apalagi ada Mbak Mila dan Mak Yuni."Ada apa Tari, cerita sama Mama. Kalian baik-baik saja kan? Rumah tangga kalian juga baik-baik saja kan?" Mama mulai

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12

Bab terbaru

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 11 Kisah Mama

    "Mentari, ada apa nak?" Tanya Mama, saat ini kami sudah berbaring di atas ranjang.Aku sengaja tidur dengan Mama, sedangkan Mas Fajar tidur sendirian di kamarku. Rasanya aku ingin bercerita banyak hal pada Mama, membagi sedikit bebanku yang begitu menyakitkan. Namun aku kembali memilih untuk diam saja, Mama sedang tidak dalam keadaan baik. Aku takut Mama akan kepikiran dan berpengaruh pada kesehatannya."Katanya Mau program anak kedua, tapi tidurnya terpisah begini. Bagiamana bisa jadi," Mama terkekeh, sedangkan aku mengeratkan pelukanku pada tubuhnya yang semakin kurus.Untung saja tadi aku tidak benar-benar mengatakannya, kalau Mas Fajar memiliki anak dari perempuan lain. Itu Hanya ada dalam pikiranku, dan aku masih cukup sadar untuk tidak mengatakannya. Jika tidak, maka akan panjang urusannya. Apalagi ada Mbak Mila dan Mak Yuni."Ada apa Tari, cerita sama Mama. Kalian baik-baik saja kan? Rumah tangga kalian juga baik-baik saja kan?" Mama mulai

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 10 Kampung Halaman

    "Masih ada yang ingin dibeli?" Aku menatap jengah laki-laki yang duduk di sebelahku, Mas Fajar."Tidak ada," aku memilih untuk melihat ke luar kaca. Sekarang kami ada di dalam mobil Mas Fajar, yang akan membawa kami menuju kampung halamanku.Setelah pertengkaran tadi, Mas Fajar menarik ucapannya. Dan sekarang Ia malah mengikutiku, katanya ingin menjenguk ibu mertuanya. Alasan, Ia mana pernah peduli."Mas, lebih baik Mas Fajar tidak usah pergi deh. Aku sudah mengatakan pada Aluna kalau dia tidak perlu ikut karena Mas Fajar juga tidak pergi," Ujarku, masih mencari cara agar Mas Fajar tidak ikut dan menghancurkan rencanaku untuk liburan tanpa memikirkannya."Tidak masalah, Bunda akan datang ke rumah dan menemaninya," ujar Mas Fajar. Tadi dia memang menghubungi ibunya, yaitu ibu mertuaku untuk datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari."Tapi Mas, Aluna tidak begitu dekat dengan Bunda," aku hanya takut Aluna merasa tidak nyaman saat be

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 9 Liburan

    Saat aku bangun, jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku berjalan keluar, membangunkan Aluna yang harus bersiap untuk sekolah. Aku menyadari, Mas Fajar tidak pulang. Namun aku tidak lagi peduli. "Aluna, bangun nak," aku membangunkan Aluna yang masih tertidur. Setelah membangunkan Aluna, aku segera menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Setelah itu aku juga bersiap, aku harus mengantar Aluna ke sekolah. Aku juga sekalian mengemas beberapa pakaianku ke dalam koper, sepertinya aku perlu liburan. Jika diingat-ingat, setelah menikah aku belum pernah pergi berlibur. Aku hanya terus terkurung di dalam rumah besar yang tidak bernyawa ini. Menyedihkan sekali hidupku selama ini. "Mama mau pergi?" Saat masih memasukkan beberapa keperluanku ke dalam koper, Aluna muncul di ambang pintu kamar. "Iya sayang, Mama harus mengunjungi nenek. Kemarin Mama dapat kabar kalau nenek sedang kurang sehat," kali ini aku tidak berbohong, ak

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 8 Melepaskan

    Aku duduk sendirian di tepi pantai, melihat dengan jelas gelombang-gelombang ombak yang berlomba-lomba untuk sampai. Aku kembali, aku melakukan ini lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Aku pernah mengatakannya kan, aku menyukai pantai.Aku sengaja menonaktifkan ponselku, agar tidak ada yang menghubungiku. Jika dipikir-pikir, mengapa aku jadi begitu berharap untuk dicari. Mereka mungkin tidak menyadari ketidakhadiranku.Benar, aku belum pulang ke rumah setelah bertemu dengan Mbak Ajeng. Aku hanya duduk di sini selama berjam-jam, mencoba memulihkan tenagaku. Aku harus kembali terlihat baik-baik saja saat kembali ke rumah, dan itu membutuhkan tenaga yang lebih banyak."Ayo kembali Mentari, tidak lama lagi. Kau hanya perlu bertahan hingga Aluna masuk ke perguruan tinggi," aku menyemangati diriku sendiri.Aku berdiri, bagaimana pun aku harus kembali ke rumah. Sekarang sudah pukul delapan malam, seharusnya Aluna sudah ada di rumah. Aku bahkan me

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 7 Kebenaran

    "Sayang, aku pergi dulu," Mas Fajar mencium keningku sebelum Ia masuk ke dalam mobilnya. Ia berangkat bekerja bersama dengan Aluna, jadi aku tidak perlu lagi mengantar Aluna ke sekolah.Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Ia lakukan, tiba-tiba berubah menjadi hangat dan seakan menyayangiku. Padahal sudah satu minggu berlalu, dan Aluna tidak pernah lagi merekam aktivitas kami. Namun Mas Fajar tetap mempertahankan perannya.Tapi aku tidak peduli lagi, semuanya sudah terlalu abu-abu. Kita sudah terlalu hancur untuk kembali bersatu, yang harus aku lakukan sekarang adalah mencaritahu. Jika Mas Fajar tidak ingin memberitahuku, maka aku akan mencaritahu sendiri.Aku sudah membuat rencana, aku akan berpura-pura pergi ke Mall dan keluar dari sana tanpa diketahui siapapun. Terutama sopir dan para pengawal Mas Fajar yang selalu mengintaiku. Dan semoga aku bisa melakukannya."Aku harus membawa baju ganti," gumamku, mempersiapkan semua yang aku perlukan. Setelah itu aku pergi, aku sengaja mengirim

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 6 Adik Laki-laki

    "Mas Fajar tidak pernah mencintai aku, hanya aku yang berjuang di sini. Hanya aku yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita selama ini, sedangkan Mas Fajar? Apa yang Mas Fajar lakukan?" Aku berteriak marah, melampiaskan semuanya."Mas Fajar malah memiliki anak dengan perempuan lain! Lalu sekarang? Mas Fajar mengatakan semuanya akan baik-baik saja? Tidak Mas, tidak ada yang baik-baik saja!""Sejak awal hubungan ini memang sudah salah, hanya aku yang menginginkan Mas Fajar. Sedangkan Mas Fajar tidak pernah menginginkan aku," "Jadi, mari selesaikan semuanya Mas. Aku juga sudah lelah dengan semuanya, delapan belas tahun sudah terlalu lama untuk tidak bahagia. Itu sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan terlalu lama untuk terluka," Aku kembali menetralkan perasaanku, bagaimana pun aku pernah mengharapkan Mas Fajar menjadi sumber kebahagiaanku, meskipun nyatanya itu hanya angan belaka. "Tari, kau tidak pernah bahagia selama ini?" Mas Fajar menatapku, seolah dia tidak yakin

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 5 Bermain Drama

    "Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku."Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka? "Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan. Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan."Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pag

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

    Aku sengaja membuang muka saat Mas Fajar mengambil tempat untuk duduk di dekatku. Aluna sengaja memindahkan sofa kecil lalu duduk di hadapan kami. Untuk pertama kalinya, ruangan keluarga ini terisi dengan lengkap. Bolehkah aku berharap? Keluarga kami akan baik-baik saja, dan apa yang aku lihat siang tadi hanyalah mimpi belaka."Mama masih sedih?" tanya Aluna, Ia menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan rasa bersalah."Tidak sayang, Mama hanya lelah. Hari ini cukup melelahkan," ujarku disertai senyuman."Baiklah, jadi seperti ini. Aku diberikan tugas oleh guruku. Yaitu merekam aktivitas aku dan keluarga dari pagi hari hingga malam." Aku melirik Mas Fajar sekilas, lalu kembali membuang muka. Melihatnya saat ini sudah membuat hatiku berdenyut nyeri. Bagaimana caranya kalau aku harus kembali berakting lagi, menampilkan keluarga harmonis kami dalam rekaman Aluna. Apa aku bisa melakukannya kali ini? Sedangkan ada luka yang harus diobati, sudah cukup menyakitkan saat harus berpura-pur

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 3 Anak Siapa?

    Aku duduk sendiri dibalut sepi, pikiranku melayang-layang memikirkan tentang Mas Fajar. Dia pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dan itu membuat aku tidak tenang.Memang bodoh, aku akui kalau aku bodoh. Aku bahkan masih mencintainya dengan sangat, padahal dia tidak pernah mencintai aku. Aku tidak pernah memiliki hatinya, dan sekarang aku malah ketakutan sendiri. Takut jika ada orang lain yang bisa memenangkan hatinya, dan itu bukan aku. "Haruskah aku menyusulnya?" Aku masih berseteru dengan pikiranku. Aku tahu, Mas Fajar mengawasi aku meski pun tidak secara langsung. Tapi aku yakin, ada orang suruhannya yang akan selalu mengintai setiap pergerakanku."Aku akan pergi," putusku akhirnya. Dari pada pusing sendiri, lebih baik aku menyusul Mas Fajar ke kantornya kan.Aku segera bersiap. Cukup lama, bagaimanapun aku harus tampil maksimal jika ke kantor Mas Fajar. Kesalahan sedikit saja sudah bisa membuat isu yang menggemparkan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena pada

DMCA.com Protection Status