Alea berusaha menghubungi ponsel Ardhan sejak tadi tapi tidak juga tersambung. Apa dia masih sibuk di kantornya? Ini sudah jam 20.00. Bilangnya tadi kalau sudah selesai urusannya dia akan segera pulang. Tapi sampai malam begini tidak juga datang.Ah, biasanya Ardhan juga pulang lebih larut dari jam sekarang. Mana bisa sih Ardhan berubah secepat itu? Sudah benar dugaannya kemarin-kemarin, kalau Ardhan melakukan semua ini karena dia merasa butuh pelampiasan dari patah hatinya. Batin Alea kembali sebal.Mungkin sebentar lagi datang. Ujarnya lagi dalam hati sambil mondar-mandir di dekat jendela. Kemarin saat Ardhan masih jutek padanya, mau dia pulang kemalaman atau bahkan tidak pulang sekalian Alea tidak pernah memikirkannya sedalam ini. Sekarang dia malah tidak bisa tidur.Pikiran buruknya mulai mendera. Apakah Ardhan bersama wanita itu lagi? Bisa jadi mereka bertemu di suatu tempat kemuaain saling berbicara dan menyesali apa yang terjadi. Bukankah hubungan mereka sudah lama terjalin. Ru
Ting Tong!Bel rumah berbunyi saat Alea membersihkan dapur.Siapa sepagi ini datang? Batin Alea yang segera beranjak melihat siapa yang datang. Dari jendela Alea bisa melihat seorang wanita berambut sebahu berdiri memunggungi. Penampilannya serba ketat dan sungguh menggoda. Siapa wanita itu? Lalu demi tidak melanjutkan rasa penasarannya, Alea pun membuka pintu.“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” sapa Alea pada wanita itu.Mendengar sapaan Alea, wanita itu sontak membalikan tubuhnya dan menatap Alea. Ada orang lain di rumah Ardhan? Siapa dia?‘Naysila?’ batin Alea yang tidak kalah terkejut. Apa mungkin dugaannya semalam benar bahwa Ardhan pasti bersama Naysila hingga sikapnya mulai berubah lagi?“Kau siapa?” tanya Naysila memperhatikan Alea.Gadis itu masih memakai celemek. Dan menggunakan baju rumahan sederhana serta rambut yang diikat asal. Bisa jadi Alea adalah pembantu Ardhan. Naysila menyimpulkan sendiri.“Apa kau pembantu Ardhan?” tanya Naysila dengan tatapan menyelidik.
“Alea?” panggil Ardhan pada Alea yang menghindarinya itu.Gadis itu mengambilkan sarapan untuk Ardhan dengan cepat, lalu balik menyodorkan makanan yang sudah di masaknya tadi pagi-pagi sekali. Sikap Ardhan yang seenaknya membuatnya kembali teringat bahwa pria itu tidak mencintainya. Mereka menikah karena terpaksa. Alea pun seolah menepatkan di mana posisinya. Tidak lebih seperti seorang pembantu.“Kamu tidak ikut sarapan?” masih Ardhan mencoba berkomunikasi. Walau sepertinya Alea sedang ngambek. Alea hanya menggeleng kemudian mengambil ponselnya berlalu pergi. Ardhan hanya menghela napas dan menatap makanan itu. Jadi tidak berselera makan. Dia pun hanya meneguk air putih dan terdiam sesaat. Tubuhnya sudah lebih baik, tapi masih sedikit lemas. Bahkan untuk menjelaskan pada Alea bahwa dia tidak sedang bersama Naysila semalam Ardhan masih lelah.Alea yang sudah masuk ke dalam kamar merasa hampa. Dia marah tapi kenap
Alea terbeku menatap kepergian Leon dan baru menyadari bahwa dugaannya sungguh berlebihan pada Ardhan. Saat tersadar dia sedikit tergesa mencari Ardhan. Alea membuka kamar, tidak ada Ardhan di dalam sana. Dia segera berlari ke lantai atas dan juga tidak mendapati siapapun di sana. Kembali turun memeriksa dapur, pun tidak ada Ardhan di sana. Piring makanan yang disuguhkannya masih utuh tidak tersentuh makanannya.“Kaaak!” panggil Alea mencari keberadaan Ardhan. Pintu samping pun tidak terbuka, lalu kemana Ardhan.“Kaak!” Alea memeriksa lagi kamar, dia merasa lega karena Ardhan ternyata baru keluar dari kamar mandi. Alea langsung menghambur pada Ardhan.“Lihat, tangan Kakak yang sakit!” Alea segera memeriksa tangan Ardhan dengan cemas.“Auh, sakit!”Tidak sengaja tangan Alea menyenggol lengan Ardhan karena sedikit terburu-buru. Ardhan jadi heran, darimana Alea tahu kalau tangannya sakit.“O
Valen yang sedang menghechek keuangan toko dihampiri salah seorang pelayannya. Dia menunjuk ke arah teras toko karena ada teman laki-laki yang sedang menunggu. Valen menoleh dan mengintip sejenak dari jauh. Mengetahui itu Devano, Valen meminta anak buahnya mempersilahkan masuk ke ruang sebelah.“Ada apa? Ini sudah malam lho?” sapa Valen yang baru menghampiri Ardhan. Tadi dia mempercepat pekerjaannya agar bisa menghampiri Devano segera.“Hhg…” Devano hanya menghembuskan napas panjang. Sepertinya ada hal yang sangat menganggu pikirannya.Valen mengambilkan minuman ringan dan beberapa snack di kulkas tokonya. Sambil berpikir, apakah yang membuat Devano sumpek karena dia masih memikirkan untuk tetap mencintai Alea?Beberapa hari yang lalu, Valen mendengar Alea dan Devano berbicara serius. Alea meminta Devano agar tidak lagi berharap padanya. Alasannya memang tidak salah, bahwa Alea sudah bersuami.“Kamu masih mikirin Alea?” tanya Valen yang ikut pusing dengan kisah cinta kedua temannya it
Devano duduk di kantor keamanan sambil melihat CCTV setiap sudut tempat. Saat melihat mobil Ardhan memasuki parkiran, keningnya berkerut. Pria itu bagaimana bisa secepat itu pulih setelah terpelanting waktu balapan?Devano juga tidak terlalu bertanya bagaimana keadaan Ardhan saat temannya memapahnya ke mobil dan membawanya pergi.Dikiranya Ardhan butuh waktu lama setidaknya bisa turun dari tempat tidurnya. Nyatanya pagi ini dia sudah terlihat keluar dari mobilnya meski dengan satu tangan digendong. ‘Pria itu tangguh juga’ gumamnya dalam hati.Melihatnya berjalan ke pintu penumpang membukakan pintu untuk Alea, Devano sedikit mengernyit, sikapnya itu memang tidak buruk pada Alea, dan akhir-akhir ini malah lebih sering terlihat dekat dengan Alea. Apa pria itu sudah berubah dan tidak lagi menjalin hubungan gelap dengan kekasihnya?Sepertinya Ardhan harus cari tahu hal itu. Kalau memang Ardhan sudah berubah, Devano bisa mundur baik-baik. Bukankah niatnya menantang Ardhan karena tidak ingi
Saat Devano mengucapkan hal itu, Alea terkejut karena merasa tidak meminta Devano mencicipi donat buatannya. Apa mungkin chef tadi memberikan donat yang masih ada beberapa di piring pada Devano?Kenapa juga mengucapkan terima kasih? Pasalnya baru saja tadi Alea mengatakan bahwa donat itu special dibuatnya hanya untuk Ardhan.Alea melirik Ardhan yang tampak tenang di permukaan itu, namun ragu apakah Ardhan menyembunyikan kesalnya? Untung pintu lift terbuka karena mereka sudah sampai di lantai bawah. Devano keluar terlebih dahulu barulah Ardhan dan Alea.“Kau langsung mau pulang?” tanya Ardhan pada Alea yang berjalan dengan langkah kaki panjang. Alea jadi harus menyelaraskan jalannya. Kakinya lebih pendek dari Ardhan.Apa dia beneran marah karena ucapan Devano? Batin Alea melihat sikap Ardhan yang berubah dingin. Langkah kakinya jadi mengendur dan membiarkan pria itu memimpin di depan sedikit panjang jaraknya.“Alea?” Ar
Di antara suara deru hujan yang mulai deras itu. Dua insan yang sudah tidak bisa menahan diri saling berciuman mesra. Kecupan kedua bibir itu bahkan sampai berbunyi seperti menyampaikan betapa keduanya sudah ingin saling menyatukan diri. Alea menahan sejenak dan sekali lagi mengingatkan apa tidak lebih baik mereka sholat isya dulu?“Sholat Isya-nya bisa nanti, waktu isya itu lama sampai menjelang subuh” ucap Ardhan tidak rela keromantisan mereka terjeda.“Tangan Kakak aman ‘kan?” Alea masih mencemaskan tangan Ardhan.Ardhan yang tadinya bersama Alea duduk di bawah sofa, perlahan bangkit berpindah duduk di sofa. Sebuah bantal diposisikan di sampingnya sebagai tempat meletakan tangan kirinya yang cidera. Kemudian dia menepuk pahanya isyarat agar Alea duduk di sana. “Kemarilah, Al. Duduk di sini ya?” ucapnya.“Sekarang, Kak?” Alea masih juga bertanya hal itu.“Astaga Alea, masa tahun de