"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya.
Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggilan itu pun di matikan. Setelah selesai menelpon, penguntit itu segera menaiki mobilnya kembali lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Di dalam sebuah mobil yang terbawa aris sungai, terdapat seorang pria yang tengah berusaha keluar dari mobilnya. Dan pria itu tidak lain adalah Vino yang mobilnya baru saja di tabrak orang misterius. Ia mengerahkan semua pikiran dan tenaganya. Hingga beberapa lama kemudian, ia pun berhasil keluar melepaskan diri. "Akhirnya," gumam Vino. Ia kembali mgerahkan seluruh tenaganya melawan arus sungai yang cukup deras. "Ya ampun kenapa dengan sebelah kakiku? Kenapa sulit sekali untuk di gerakan dan rasanya sakit sekali," lirih Vino. Untungnya ia adalah salah satu atlet renang yang profesional. Ia pun menepi di rerumputan yang tumbuh tinggi dan lebat untuk mengumpulkan kembali tenaganya sebelum melanjutkan perjalanannya mencari jalan keluar untuk mendapatkan bantuan. Setelah tenaganya kembali pulih ia pun kembali berjalan menyusuri pinggiran sungai lalu masuk ke dalam hutan. "Berapa lama lagi aku harus berjalan untuk sampai ke pemukiman warga?" gumamnya. Ia duduk di bawah pohon besar di tengah gelapnya malam. "Cahaya? Sepertinya cahaya itu berasal dari lampu parafin. Syukurlah, sepertinya sudah dekat dengan pemukiman warga," ucapnya seraya menghembuskan nafas lega. Vino pun segera bergegas. Karena kakinya yang sebelah kurang berfungsi, ia cukup kesulitan. "Ternyata berasal dari rumah pohon? Milik siapa ini?" gumamnya. Di sekitar rumah pohon ini, tumbuh bermacam macam sayuran dan buah-buahan. Tidak jauh dari Vino berdiri ada tanah yang di bentuk menyerupai tangga. Tangga itu sebagai penghubung menuju perapian. Tempat yang sangat nyaman. Jauh dari bebisingan. Sebuah rumah pohon yang memiliki dua lantai. Ia pun mencoba membuka pintunya. "Ternyata tidak di kunci?" "Rapih sekali, pasti pemilik nya sangat rajin. Siapapun pemilik rumah pohon ini, saya izin menumpang," Vino berbicara sendiri. Ia pun berkeliling menyusuri setiap sudut ruangan. "Tidak ada alat penanak nasi ataupun barang elektronik lainnya. Di sini hanya ada satu wajan dan beberapa peralatan makan. Di antara ruang tamu dan dapur ruang hanya menggunakan anyaman rotan sebagai penyekat. Di bagian sudut ruangan terdapat tangga. "Sepertinya ini jalan penghubung ke lantai dua, aku penasaran sekali," Ia pun menaiki tangga satu persatu dengan susah payah. "Akhirnya sampai juga". Di sana terdapat tempat tidur beralasan kasur tipis yang sudah usang, sebuah meja dan sebuah lemari. Keduanya sama-sama terbuat dari anyaman bambu dengan cukup menarik. "Aku langcang sekali," hardik nya pada diri sendiri. "Tapi aku tidak punya pilihan lain, bajuku basah dan aku aku kedinginan." Vino pun segera membuka lemari. "Kebanyakan baju ini, untuk perempuan. Tapi masih ada beberapa baju pria dengan model lama. "Sepertinya pemilik rumah ini sepasang suami istri?" ucapnya seraya memilih beberapa pakaian. Ia pun mengambil satu baju lengkap dengan celana panjang. "Pas". Setelah itu, ia kembali turun kebawah lalu keluar untuk menggantung pakaian pada jemuran bambu. Ia pun menuju dapur untuk mencari makanan. "Tidak ada apapun? Kemana perginya si pemilik rumah ini?" Vino tidak sengaja menemukan sebuah keranjang bambu yang berukuran sedang. Ia segera membukanya. "Lumayan ada beberapa buah. Sepertinya tidak masalah kalau aku memakannya satu. Aku lapar sekali ," lirih Vino. Setelah perutnya terisi, rasa kantuk menyergapnya. Ia pun tertidur di ruang tamu yang beralasan papan. Karena kelelahan, Vino tertidur dengan pulas. Siang tadi. Beberapa jam yang lalu.... Sedangkan di sebuah rumah yang terhitung megah untuk daerah pedesaan, seorang gadis muda masih berkutat dengan pekerjaan rumah yang tiada habisnya. Siapa lagi kalau bukan Sekar. Ketika ibu dan kakaknya tahu, ia merusak baju kesayangan sang kakak, mereka marah besar dan memukuli Sekar habis-habisan hingga Sekar jatuh pingsan. Bukannya mengobati, mereka malah pergi ke kota dengan membiarkan Sekar tergeletak di lantai. Dan setelah Sekar pinsan dalam waktu yang cukup lama, ia terbangun. Ia tertegun ternyata hari sudah menjelang malam. Ini bukan pertama kalinya Sekar di pukuli, tapi kalau sampai pingsan, ini pertama kali. "Ya ampun, aku belum menyelesaikan pekerjaan rumah ku. Mereka pasti sudah berangkat ke kota. Aku harus segera menyelesaikan nya sekarang," lirih Sekar. Dengan susah payah dan berjalan tertatih tatih, ia menuju meja makan. Bagaimanapun ia harus mengisi tenaga terlebih dahulu sebelum melakukan semua pekerjaan rumah. Di bukanya tudung saji, "masih utuh? Apa ibu dan kakak tidak makan terlebih dahulu sebelum berangkat?" gumam Sekar. Ia langsung mengambil secentong nasi lalu di taburi garam di atasnya. Sekar makan dengan lahapnya. Setelah selesai makan dan membersihkan rumah. Ia pun keluar lalu mengunci pintu kembali. "Ini memang sudah larut malam. Tapi, aku harus pulang ke rumah pohon ku. Si Jago dan si Tina belum ku beri makan siang dan malam, mereka pasti kelaparan," gumam Sekar seraya berjalan menyusuri jalan setapak menggunakan lampu parafin. Si Jago dan si Tina merupakan ayam peliharaan Sekar. "Baju? Baju milik siapa ini?" tanya Sekar pada dirinya sendiri seraya membulak balikan pakaian yang ada di jemuranya."Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga. "para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama
Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa. Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu me
"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya
Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa. Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu me
Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga. "para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggil
"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya