Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa.
Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu menimbangnya. Setelah selesai, langsung memberikannya kepada Sekar. "Sebenarnya bapak ini kurang percaya dengan berita yang tersebar. Bapak tahu betul seperti apa Sekar, sekar anak yang baik, kamu yang sabar ya, nak. Pecaya sama bapak, suatu hari nanti, kebenarannya akan terungkap. Orang yang memfitnah dan mendzolimi kamu akan mendapat balasannya. Sekar mengangguk kemudian berujar, "Aku hanya berharap, semua orang bisa menjalani kehidupan dengan baik dan bahagia." "Gadis yang malang, kamu menderita dan tertekan di tengah-tengah ramainya orang. Semua orang seakan menutup mata dan hati mereka karena sebuah fitnah. Bapak yakin, suatu hari nanti, kamu akan mendapatkan keadilanmu dan saat itu kamu lupa, bahwa kamu pernah terluka begitu dalam," ucapnya lagi. "Terimakasih banyak, pak. Saya tidak menyangka, di tengah-tengah kebencian warga pada saya, masih ada orang baik seperti bapak yang peduli terhadap saya," jawab Sekar. Ia pun segera menyodorkan uang lima puluh ribu yang di berikan sang ibu. "Ini kembaliannya, terimakasih, nak." "Sama-sama, pak." Sarah pun segera pulang. "Kamu tahu tidak? Semalam ada acara peenikahan yang fenomenal, pria lumpuh dan Sekar gadis buruk rupa. Bukankah itu oasangan yang sangat cocok!" tukas salah satu pemuda yang sedang nongkrong di gardu, tepat ketika Sekar melintas. "Wah ternyata orang yang kita bicarakan ada di sini!" ujar pemuda itu lagi di iringi gelak tawa teman-temannya. "Diem kamu di situ! Kalau kamu tetap berjalan, aku akan merusak belanjaanmu!" Mendengar itu Sekar takut jika pria itu benar-benar merusak ayam pesanan ibunya. Bagaimanapun, ia tak akan bisa menggantinya dengan membeli yang baru. Sekar tidak punya pilihan lain selain berdiam di tempat. Meskipun ia tahu, kemungkinan besarnya adalah, mereka akan mengolok dirinya habis-habisan dan menjadikannya tontonan warga. "Hei Buruk rupa! Dimana suamimu yang lumpuh itu? Kenapa kamu tidak membawanya sekalian? Kan lumayan buat hiburan kami, istri 'Buruk Rupa' dan 'Suami Lumpuh' hahaha...." mereka semua tertawa lagi. Tidak lama kemudian, beberapa ibu-ibu dan para gadis baru kembali dari pasar dan melintas di jalan yang sama seperti yang Sekar lalui. Para wanita itu kemudian berhenti kala melihat Sekar menjadi bahan olokan para pemuda di sana. "Wah ada yang seru nih!" celetuk salah satu gadis. "Iya, sayang sekali kalau di lewatkan!" yang lainnya ikut menimpali. "Dan sepertinya kalau di tambah dengan ini lebih lengkap!" ujar gadis yang lainnya seraya melempar tomat ke arah Sekar. Tiba-tiba seorang pria datang dengan menarik kakinya susah payah. Ia segera menghampiri Sekar, lalu melindunginya dari tomat yang di lemparkan gadis tadi. Dan pria itu adalah Vino. Semua orang tampak menatap tak percaya ke arah keduanya. "Wah, wah, wah, ternyata pawangnya datang!" seorang pemuda kemudian berdiri menghampiri Vino lalu menarik dagu Vino agar menatapnya. "Ternyata lo tampan juga, tapi lumpuh!" ucap pemuda tersebut di akhiri tawa lalu di ikuti semua orang yang ada di sana. "Gue bukan lumpuh, tapi hanya cacat sementara! Dan yang palin penting, gue tidak lumpuh hati dan pikiran!" jawab Vino menatap balik pemuda itu dengan tatapan tajam. "Lo mau bilang kalau gie dan semua orang yang ada di sini lumpuh pikiran dan hati?" ujar pemuda itu dengan dada naik turun karena rasa marah yang menggebu-gebu. Merasa tersinggung dengan apa yang Vino lontarakan. "Gue gak bilang begitu, tapi jika di sini ada orang yang merasa, itu bukan urusan gue," timpal Vino. Ia pun menuntun Sekar untuk segera pergi dari sana. "Minggir!" ucap Vino kepada pemuda yang menghalangi jalannya. Pemuda itu tidak terima di perlakukan seperti itu, ia kemudian menahan bahu Vino dan berujar, "Wah berani lo sama gue, belum tahu rupanya lo siapa gue?" "Rio! Sebaiknya untuk saat ini, lo jangan mukul orang dulu. Karena gue denger di kantor desa ada polisi yang datang dari kota mencari pengusaha muda yang hilang karena kecelakaan di sekitar daerah kita. Gue gak mau polisi itu nangkep lo," salah satu teman pemuda yang di panggil dengan nama Rio memperingati. Rio pun melepaskan tangannya dari bahu Vino. "Kali ini, lo selamat dari gue. Lain kali, gue gak akan lepasin lo. Dengan begitu, lo baru akan tahu siapa gue!" ujar Rio seraya tersenyum angkuh. "Gue sangat menantikan hari itu! Dan semua orang akan lihat lo versi sebenarnya ketika berhadapan sama gue," timpal Vino seraya tersenyum sinis ppp"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya
"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggil
"Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga. "para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama
Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa. Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu me
Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga. "para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggil
"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya