Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga.
"para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama bapak mau, desa kita ketiban sial gara-gara ulah si Sekar?" tutur bu Lina dengan sangat antusias. "Mana mungkin, saya hafal banget sama Sekar, ia itu gadis yang baik," timpal bu Mira lagi. "Bener banget, tuh!" semua orang yang ada di sana ikut menimpali. "Kalau bapak sama ibu enggak percaya sama ucapan saya, ayo sekarang ikut saya menuju rumah Sekar, upaya kalian bisa melihatnya sendiri dengan mata kepala kalian!" Para warga pun mengikuti ke mana bu Lina melangkah menggunakan senter karena malam yanh gelap. "Rasain kamu Sekar! Setelah ini hidup kamu akan semakin sulit karena bersuamikan lumpuh!" gumam bu Lina dalam hati seraya menyusuri setapak demi setapak jalan menuju hutan, di mana rumah Sekar berada di ikuti para warga. Sekar terkejut kala melihat para warga berjalan menuju ke arahnya dan Vino. "Apa yang ibumu lakukan? Kenapa ia membawa serta para warga ke sini?" tanya Vino heran. "Saya juga tidak tahu," lirih Sekar. "Nah ibu, bapak, lihat sendiri di depan sana, di rumah teras rumah tersebut, ada sekar dan pria asing! Sekarang percaya kan sama saya?" Semua warga mengangguk mengiyakan perkataan bu Lina dan langsung bergegas menghampiri rumah Sekar. "Wah bener-bener kamu Sekar, selama ini kami menganggap kamu gadis baik-baik. Tapi lihatlah sekarang, kamu bahkan tinggal berdua dengan pria asing! Bikin malu desa saja!" teriak pak lurah. "Iya betul sekali!" timpal para warga. Bu Lina segera menghampiro pak lurah, dan berbisik tepat di telinganya, "Pak Lurah, bagaiman kalau kita nikahkan mereka saja. Saya rasa itu solusi terbaik. Mereka itu orang dewasa, kali ini mungkin saja kita bisa memisahkan mereka. Tapi tidak ada yang bisa menjamin kalau mereka tidak akan tinggal bersama lagi secara diam-diam. Bisa-bisa bawa sial untuk desa kita!" Pak Lurah tampak berpikir sebentar. "Para warga! Cepat panggil pak penghulu, kita akan nikahkan Sekar dan pria asing ini malam ini juga!" tegas pak lurah. Salah satu warga pun segera melaksanakan perintah pak lurah untuk segera memanggil pak penghulu. "Pak lurah, ini salah paham! Nama pria ini adalah pak Vino, ia tersesat dan kakinya terluka. Karena itu menumpang di rumah saya," tutur Sekar berusaha menjelaskan yang terjadi sebenarnya. "Alah Sekat kamu alasan saja! Udah terima aja buah dari keburukan yang kamu tanam sendiri!" tukas bu Lina. Setelah menunggu cukup lama, warga yang tadi memanggil pak penghulu akhirnya datang juga. Pernikahan pun tidak bisa di hindari. Malam ini Vino dan Sekar sah menjadi suami istri karena fitnah sang ibu tiri. Setelah acara ijab qobul selesai, semua warga bubar kembali ke rumahnya masing-masing. "Waduh akhirnya Sekar si buruk rupa bisa bertemu jodoh yang seimbang, pria lumpuh!" tutur bu Lina seraya terkekeh. "Ayo sayang kita pulang," ajaknya pada sang putri kesayangan, Sania. Sekar memandang kepergian semua orang dengan gamang. "Ayah, ibu, andai kalian masih ada, Sekar mungkin tidak akan menjalani hidup serumit ini," lirihnya. Pagi-pago sekali, Sekar sudah berangkat ke rumah ayahnya, rumah yang di tempati sang ibu tiri. Ia tidak lupa, menyiapkan sarapan untuk sang suami yang masih belum pulang dari sungai. Setibanya di sana ia langsung mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya. "Sekar, cepat kemari!" terdengar suara bu Lina memanggil Sekar dengan suara lantang. Sekar pun segera menghampiri sang ibu. "Iya bu, Sekar datang," "Cepat kamu pergi ke pasar dan beli daging ayam satu kilo," ujar bu Lani. Ia pun menyerahkan selembar uang lima puluh ribu. Sekar menyeritkan keningnya, heran. "Tapi bu, daging ayam masih ada di kulkas," "Saya tahu! Tapi tetep, saya ingin membeli yang baru. Udah deh kamu jangan banyak komentar, cepat belikan saja, sana!" titah sang ibu. Sekar pun mengangguk dan pergi. "Kenapa ibu ingin sekali Sekar pergi ke pasar?" tanya Sania heran. "Sengaja, biar ia jadi bahan pembicaraan semua warga yang berada di sana!" jawab bu Lina seraya tersenyum puas. "Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa. Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu me
"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya
"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggil
"Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
Sarah melangkah ragu-ragu memasuki area pasar. Semalam ia baru saja di nikahkan paksa. Salah seorang warga yang berjualan di sana dan melihat kehadiran Sekar. "Wah lihatlah Sekar, setelah semalam membuat malu desa, ia ternyata berani juga datang ke pasar!" Mendengar itu Sekar hanya bisa menudukan kepalanya. "Apa aku pulang saja, ya? Tapi bagaimana kalau ibu marah karena aku pulang tanpa membawa pesanannya?" lirih Sekar. "Sekar, selama ini kamu sudah melewati banyak hal yang sulit! Kehilangan ibu, tidak lama kemudian ayah menyusul. Lalu tinggal bersama ibu dan kakak tiri yang memperlakukan kamu denga tidak baik. Percayalah, kamu pasti bisa melewati semua ini!" Sekar berusaha menguatkan dirinya sendiri. Ia pun tetap melangkah menuju penjual ayam potong dan mengabaikan semua orang yang menggunjingnya sepanjang jalan. "Pak, saya beli ayamnya satu kilo," ucap Sekar kepada bapak penjual ayam potong. "Sebentar ya, neng." Bapak itu pun segera memotong beberapa bagian ayam lalu me
Bu Lina di ikuti putrinya menuju rumah para warga. "para ibu, bapak, cepat keluarlah semuanya! Saya membawa berita besar!" teriak bu Lina. Ia memanggil semua warga supaya keluar dari rumah mereka masing-masing. Semua warga pun berhamburan ke luar rumah guna menghampiri arah suara. "Ada apa bu Lina teriak malam-malam memanggil para warga untuk keluar rumah," tanya bu Mira terlihat panik. Bu Lina menghela nafas sebelum berkata, "Anak tiri saya, si Sekar, ternyata dia punya rumah lain yang berada di hutan!" "Lalu apa masalahnya? Bukankah ibu Lina sering menyuruhnya untuk tidur di luar? Bu Ijah pernah bilang ke saya bahwa ia beberapa kali melihat Sekar tidur di teras rumahnya sendiri. Karena merasa iba, bu Ijah pun mengajak Sekar untuk bermalam di rumahnya!" timpal ibu Ratna yang rumahnya dekat bu Ijah. "Ya ampun bu-ibu, kok malah bahas saya sih! Saya meminta kalian ke sini itu, untuk memberi tahu kalian kalau si Sekar tinggal di rumahnya bersama pria asing! Emangnya ibu sama
Kebetulan sekali kamu datang Sekar. Saya sangat lapar," ucap Vino begitu Sekar sampai di hadapan nya. "Ini hutan, banyak sekali buah-buahan yang bisa pak Vino ambil," jawab Sekar seraya berjalan melewati Sekar dengan masih tertunduk lesu. "Ya memang benar. Tapi, pohon nya tinggi-tinggi, harus manjat. Mana bisa saya manjat, kaki saya kan sakit sekali," tukas Vino. Mendengar itu Sekar berbalik menatap Vino lekat seraya bertanya, "Sebenarnya bapak itu tidak bisa memanjat pohon karena sakit atau karena memang enggak bisa?" "Ya ampun Sekar, cuma manjat pohon. Itu mah gampang buat saya, lihat saja nanti pas kaki saya sudah sembuh," jawab Vino penuh percaya diri. "Baiklah, saya akan mengambilkan makanan untuk pak Vino. Pak Vino tunggu sebentar di sini." Sekar pun segera berlalu ke arah belakang rumahnya. Di sana pohon jambu air tampak berbuah lebat. Sekar segera mengambil beberapa buah untuk mengganjal perut. Ia pun tidak lupa memetik beberapa sayuran untuk menu makan malam mereka. "Si
"Kak Seno?" Sania yang tengah menyuap makanannya, berhenti. Ia langsung mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. "Sekar, lebih baik kamu selesaikan makanmu. Biar kakak saja yang menyambut kak Seno," tutur Sania lembut seraya tersenyum manis ke arah Sekar. Tapi tatapan matanya tampak lain.Sekar pun langsung mengangguk lalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur kembali.Di pertengahan jalan ia bertemu dengan bu Lani yang tampak tergesa menuju depan."Sekar cepat bereskan meja makan. Lalu perbaiki tata letaknya. Siapa tahu nak Seno akan mau makan di sini," ujar bu Lani. Sekar pun mengangguk paham.Sesampainya di meja makan, ia buru-buru melakukan apa yang di perintahkan ibunya.Setelah meja makan kembali tetata rapi, ia segera beranjak ke dapur untuk membuatkan minum untuk tamu. Kini ia membuatkan tiga cangkir teh hangat."Sini biar aku aja yang mengantarkannya," ujar Sania seraya merebut nampan yang ada di tangan Sekar."Iya kak," jawab Sekar.Sania pun segera membawa nampan it
Setelah Selesai dengan semua tempelan di wajahnya, Sekar mengambil selendang untuk menutupi wajahnya. Memang saat di siang hari, ia akan menggunakan pakaian besar dan longgar untuk menutupi seluruh badannya di padukan dengan selendang panjang untuk menutupi wajahnya dan hanya menyisakan matanya. Setelah itu, ia kembali ke kebun dan menyelesaikan pekerjaannya. "Aku harus memberi makan piaraan ku. Semoga saja, orang asing itu sudah pergi," gumam Sekar seraya melangkah pergi dari rumah ayahnya menuju rumah pohon nya bersenandung ria. Setelah sampai di depan rumah pohonnya, ia berjalan dengan mengendap-endap ketika masuk ke dalam rumahnya saat menelusuri semua ruangan. "Syukurlah, ternyata sudah kosong," ucapnya lirih. Sarah pun kembali membersihkan rumah seperti biasanya. Setelah selesai membersihkan rumah, Ia pun segera menyalakan api di tempat perapian dengan menggunakan percikan batu. "Sekarang kan enak, lebih seger!" ucap Vino. Ia berjalan untuk kembali pulang dengan kaki pi
"Baju siapa ini?" Sekar kemudian memeriksa sekeliling. "Si Jago sama Tina? Jangan-jangan itu pencuri ayam seperti yang di bicarakan para warga?" gumam Sekar. Ia kemudian berjalan dengan tergesa-gesa menuju kandang ayam. "Jago? Tina?" panggilnya. Seakan sudah mengerti tuannya memanggilnya, "Kuk-kuruyuk!" kedua ayam itu saling bersahutan. "Untungnya kalian baik-baik aja. Sekar ke dalem dulu ya, sekalian ambil makan buat kalian, Kalian pasti lapar, belum makan siang," tutur Sekar. Ia pun kembali menuju arah pintu. "Krekk," suara pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Sekar melihat seorang pria tertidur di atas kursi panjang miliknya yang terbuat dari anyaman rotan. "Siapa orang ini? Kenapa ada di rumah Sekar?" lirih Sekar. "Bangunkan? Jangan?" Sekar terus mengulang-ngulang kata itu. "Gimana kalau orang ini perampok? Sekar takut, Biarin aja lah. Semoga besok udah pergi. Lebih baik Sekar kembali ke rumah ayah," gumam Sekar. Tapi baru saja beberapa langkah ia teringat sesuatu, "Tapi
"Sial!!!" umpat Vino. Ia pun menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil besar di belakang Vino terus saja mengejarnya, meskipun Vino sudah menambah kecepatan pada mobolnya hingga kecepatan penuh, mobil di belakngnya berhasil mengejarnya. "Sepertinya mobil itu telah di modif. Karena itu, ia bisa mengejar mobilku," gumam Vino. Ia tetap berusaha menghindar mobil besar di belakangnya. Tapi naas keberuntungan tidak sedang berpihak padanya, mobil besar di belakangnya berhasil mengejar mobil Vino dan langsung menabrak bagian belakang mobilnya dan membuatnya terlempar jauh jatuh ke jurang. Sopir yang mengemudi mobil besar itu kemudian turun untuk memastikan. Setelah itu, pria misterius itu menelpon seseorang di sebrang sana. "Halo bos. Semuanya sudah selesai. Target kita sudah terjatuh ke jurang bersama dengan mobilnya dan terbawa arus sungai. Tidak memingkinkan untuknya selamat," tutur sang penguntit. "Bagus! Saya akan segrera mentransfer upahmu," jawab seseorang di sebrang sana lalu panggil
"Sekar!!!" teriak seorang wanita dari arah kamar menggema memenuhi seluruh isi rumah. Gadis yang bernama Sekar itu segera berlari menghampiri dengan tergesa-gesa. Padahal saat itu dirinya tengah mencuci pakaian yang sudah menumpuk seperti gunung. "Iya kak, ada apa kakak memanggilku?" tanya Sekar setelah berada di hadapan wanita yang di panggilnya dengan sebutan kakak. "Dasar adik tidak berguna! Selalu saja begitu, lelet!" umpatnya alih alih menjawab Sekar, wanita itu malah mengatai Sekar tidak berguna. Padahal selama ini Sekarlah yang mengurus rumah dan segala kebutuhan semua pengisi rumah. "Hari ini aku akan pergi ke pusat perbelanjaan yang ada di kota bersama ibu. Jadi, kamu bantu aku untuk bersiap-siap. Sekarang siapkan baju terbaikku lalu setrika. pastikan semuanya tampil sempurna!" tutur sang kakak kemudian. Mendengar itu, Sekar hanya mengangguk patuh lalu melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Sarah tahu betul pakaian mana yang akan kakanya sukai, karena itu kakaknya