Beranda / CEO / Istri Boneka Sang Presdir / BAB 4 : Janji Yang Tak Diharapkan

Share

BAB 4 : Janji Yang Tak Diharapkan

“Jangan sedih, Ayah akan sering-sering mengirim pesan ke Thumbelina. Meski kamu sudah menikah, Ayah pasti tidak akan melupakan Thumbelina.”

Setelah mengucapkan kata-kata manis, intonasi Aditya tiba-tiba saja berubah dingin. “Berusahalah untuk mendapatkan perhatian dan harta dari suamimu itu. Kalau kamu gagal menaikkan karirmu, maka kamu sudah tahu konsekuensinya.”

Gemetar di tubuh Hanna semakin kuat hingga dia juga merasa menggigil. Aditya selalu seperti itu, memperlakukan Hanna dengan manis pada awalnya, kemudian akan menghukumnya apabila Hanna gagal memenuhi ekspektasi yang dia buat.

Seandainya pernikahan Hanna tidak menghasilkan apa-apa, maka Aditya pasti akan memaksanya bercerai dan memberikan hukuman berat kepadanya.

“Thumbelina mengerti Ayah,” bisik Hanna. “Kira-kira, kapan Ayah akan mengunjungiku?”

“Hmm … sayangnya Ayah tidak bisa mengunjungimu dalam waktu dekat. Beberapa minggu ke depan Ayah ada pekerjaan di luar negeri, jadi mungkin hanya bisa mengirim pesan kepadamu.”

Seketika kedua mata Hanna berbinar, jika Aditya pergi dari Indonesia, maka artinya dia tidak harus berhadapan dengan pria itu selama beberapa minggu.

“Aku pasti akan menantikan pesan dari Ayah,” ujar Hanna sebelum akhirnya memutuskan panggilan.

Begitu panggilannya dengan Aditya terputus, Hanna lekas berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.

Perlahan Hanna mengangkat kepalanya, kemudian menatap pantulan wajahnya sendiri yang ada di cermin. Segala senyuman serta raut kebahagiaan telah luntur saat tak ada orang lain di sekelilingnya.

Hanna mengusap sudut bibirnya yang kotor menggunakan tangan, kemudian berkumur dengan cairan pembersih mulut supaya rongga mulutnya tetap harum.

“Memuakkan,” bisik Hanna kepada dirinya sendiri.

Dia merasa muak karena harus selalu berpura-pura menjadi boneka manis di hadapan Aditya, sang ayah tiri.

• • •

Pada siang hari, Hanna sudah selesai berkemas dan menunggu supir yang dikirimkan oleh Aditya. Tangan kirinya memutar-mutar kartu kredit yang berkilauan, sementara tangan kanannya sedang mencari barang-barang branded di ponselnya.

Karena Arsenio sudah mengambil keuntungan darinya kemarin, maka hari ini saatnya Hanna yang mengeruk keuntungan dari Arsenio.

Jari-jarinya bergerak cepat saat menekan tombol ‘beli’. Setelah memesan sekitar sepuluh barang-barang branded, akhirnya Hanna berhenti berbelanja dan mulai berselancar di sosial media.

Kemudian dia melihat ke postingan foto pernikahannya dengan Arsenio yang sudah mempunyai tiga juta komentar dalam kurun waktu satu hari.

[Huhuhu, boneka kita yang manis sekarang sudah menikah.]

[Thumbelina sangat beruntung karena bisa dapetin Presdir Arsenio.]

[Arsen keliatan sempurna banget! Sudah tampan, kaya, sekarang dapat istri yang cantik dan terkenal.]

[Hari ini adalah hari patah hati sedunia.]

Ketika Hanna menggulir layar semakin ke bawah, dia juga menemukan ada banyak komentar negatif.

[Idih, dia pasti mau nikahin Arsen biar bisa dipromosiin gratis.]

[Si Thumbelina ‘kan sering banget kena skandal sama cowok, kok Arsen mau sih nikah sama dia.]

[Kenapa sih banyak yang bilang Thumbelina kayak boneka prancis, bukannya dia malah kayak boneka santet ya?]

"Brak!" Hanna langsung membanting ponselnya ke tempat tidur usai membaca komentar-komentar negatif itu. Rasa kesal membanjiri hatinya sampai Hanna ingin membalas komentar buruk itu dengan balasan yang pedas.

Tapi, dia berusaha keras untuk menahan diri supaya pesonanya sebagai wanita yang manis dan lemah lembut tidak hilang di mata masyarakat.

"Tok! Tok! Tok!" Suara ketukan pintu langsung mengalihkan perhatian Hanna. Dia buru-buru membuka pintu dan mendapati seorang pria separuh baya tengah berdiri di depan pintu sambil tersenyum.

“Nyonya Hanna, perkenalkan nama saya Anton. Saya adalah supir yang akan mengantarkan Nyonya ke rumah Tuan Arsen.”

Hanna berusaha mengangkat senyumnya. “Salam kenal, Pak Anton.”

Hanna kemudian mengambil barang-barangnya di kamar hotel, tapi ditahan oleh Anton. “Biar saya saja yang membawanya, Nyonya.”

Setelah membawa semua barang-barang ke mobil, Anton segera mengantar Hanna ke kediaman Arsenio yang ada di salah satu perumahan elit di Jakarta Pusat.

Di sepanjang perjalanan, dia tidak bisa berhenti memikirkan kedua adik perempuan Arsenio yang sepertinya juga tinggal di rumah yang sama dengan Arsenio.

Kalau satu ipar wanita saja sudah cukup untuk merusak mental, apalagi kalau ada dua. Mungkin tinggal bersama mereka bisa membuat Hanna merasa tertekan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status