Rasa mabuk menyerang Hanna setelah dia terus-menerus menenggak alkohol tanpa henti. Akan tetapi, ketika dia sepenuhnya mabuk, Hanna jadi tidak ingin berhenti minum dan malah sengaja terus mengambil alkohol.Dia juga merasa bila semua masalah yang ada di kepalanya tiba-tiba aja menguap seperti asap, sehingga membuat pikirannya menjadi ringan.“Thumbelina, apa kau baik-baik saja?” sebuah suara yang Hanna kenali terdengar, sehingga membuat Hanna mendongakkan kepalanya ke atas.Samar-samar, Hanna melihat sosok produser musik yang tadi siang dia temui di ruang rapat. Produser itu tampak seperti pria paruh baya berumur empat puluhan, bahkan terdapat sedikit uban di kepalanya yang hampir botak.“Aku .., baik-baik saja,” jawab Hanna dengan sedikit terbata-bata. Mata wanita itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Elisa yang sebelumnya selalu berada di sampingnya. “Di mana Elisa?”“Elisa? Oh, apa maksudmu manajermu? Tadi dia bilang harus segera pulang karena ada urusan di ruma
BUK! BUK!Tanpa memberikan ampun, Arsenio memukuli wajah Wahyu sampai pria paruh baya itu babak belur. Tidak hanya itu, dia turut menginjak tangan Wahyu yang sempat menyentuh Hanna beberapa saat yang lalu.“Bisa-bisanya aku memperkerjakan seorang predator sepertimu di perusahaanku.” Arsenio menendang perut Wahyu. “Dan berani-beraninya kau menyentuh istriku dengan tangan kotormu. Jangan harap kau masih bisa hidup damai setelah ini.”Keributan yang Arsenio dan Wahyu lakukan akhirnya memancing para karyawan untuk datang ke parkiran. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat Arsenio yang biasanya bersikap tenang dan jarang menunjukkan emosi tiba-tiba saja menganiaya salah satu karyawan terbaik dari agensi mereka.“Pak! Pak Arsen tolong berhenti!” beberapa karyawan akhirnya menarik Arsenio dari Wahyu setelah melihat Wahyu sudah berbaring di tanah dengan mulut yang tidak berhenti memuntahkan darah.“Ada apa ini?!” satpam restoran juga akhirnya berbondong-bondong datang ke parkiran.Arsenio m
“Maaf, aku membuat bajumu kotor,” kata Hanna seraya berusaha menghapus air mata di wajahnya.“Maaf, sudah membuatmu repot malam-malam begini, Arsen.”Arsen berdecak. “Sekali lagi kata maaf keluar dari mulutmu, aku akan menyuruhmu pulang jalan kaki.”Dengan wajah cemberut, Hanna membalas pelan, “Tapi nanti kakiku sakit.”Arsenio membeku. Hanna sepertinya masih agak mabuk, sehingga membalas dengan jawaban polos. Namun, sikap mabuknya itu malah terlihat menggemaskan di mata Arsenio, sampai-sampai membuat pria itu salah tingkah.“Aku tidak serius Hanna,” Arsenio berkata, “Tapi sungguh, tolong berhenti minta maaf, karena kamu sama sekali tidak salah.”Hanna, “Maaf, aku akan berhenti.”Arsenio meringis saat mendengar Hanna masih menggunakan kata maaf. “Hanna ….”Hanna akhirnya tidak membalas lagi, karena merasa takut akan mengucapka
“Bersama siapa biasanya kamu pergi ke pantai?” tanya Arsenio, memecahkan keheningan di antara mereka.“Sendiri.” Hembusan angin laut menerpa rambut panjang Hanna, membuat Arsenio mampu melihat ekspresi sedih istrinya dengan jelas. “Tidak ada yang bisa kuajak pergi, jadi aku selalu pergi sendiri.”Ekspresi sedih itu entah mengapa membuat Arsenio merasa tidak nyaman, seolah-olah kesedihan Hanna merupakan hal yang tabu untuknya.Dia seharusnya tidak memperdulikan hal itu, mengingat kontrak pernikahan mereka melarang keduanya untuk bermain-main dengan perasaan.Namun, malam ini, rasanya Arsenio sudah melupakan isi dari kontrak tersebut dan ingin menggali kehidupan Hanna lebih dalam lagi.Tampaknya, lepasnya topeng bahagia yang selalu dikenakan Hanna telah berhasil mendobrak dinding yang ada di hati Arsenio.“Jika aku sedang tidak sibuk, mungkin aku bisa menemanimu pergi ke pantai,” kata Arsenio.Perkataan Arsenio sontak membuat Hanna terkejut, wanita itu bahkan diam-diam mencubit tanganny
Brak!Arsenio menutup pintu kamar hotel menggunakan kakinya, sementara kedua tangannya mengangkat tubuh Hanna dan melumat bibir wanita itu.Mereka bahkan belum melepaskan sepatu mereka, tapi keduanya sama-sama merasa tidak sabar untuk mengecap bibir satu sama lain. Ciuman yang awalnya ringan itu membawa candu dan terasa memabukkan, sehingga lama kelamaan berubah menjadi penuh lumatan penuh nafsu yang menggebu-gebu.“Kamu yakin pintunya sudah terkunci?” tanya Hanna di sela-sela ciuman mereka. Napas wanita itu masih terengah-engah, tapi dia masih memikirkan hal lain.“Ini adalah kamar suite. Walau tidak dikunci, tidak akan ada orang yang berani masuk sembarangan,” jawab Arsenio.Ketika Arsenio ingin mencium bibir Hanna lagi, wanita itu menahan kepala suaminya. “Tetap saja, lebih baik pastikan sudah terkunci. Aku tidak mau kena skandal.”Arsenio akhirnya menjawab dengan serius, “Tenanglah, pintunya otomatis terkunci saat tertutup. J
“Kamu yakin tidak berlebihan untukmu?” tanya Arsenio memastikan.Hanna mengangguk. “Mmm … aku tidak apa-apa.”Lagipula, dia sudah biasa bermain keras dengan Arsenio, sehingga permainan lembut akan susah membuatnya mencapai puncak.Setelah mendapatkan persetujuan Hanna, Arsenio mulai menggerakan pinggulnya dengan cepat. Setiap hentakannya mampu menyentuh titik terdalam Hanna, membuat wanita itu hampir berteriak karena dilanda kenikmatan.Arsenio menekukkan kaki Hanna sampai menyentuh dada wanita itu, sehingga kini dia mampu melihat bagian inti istrinya dengan lebih jelas.Setelah Arsenio terus memompa kejantanannya dalam posisi seperti itu. Keduanya sama-sama merasa hampir mencapai puncak. Arsenio mempercepat gerakannya, sementara Hanna melingkarkan kakinya di belakang pinggul Arsenio, memaksa pria itu memperdalam penyatuan mereka.“Ahh!”Hanna mendesah keras, bersamaan dengan geraman rendah Arsenio. Mereka saling berpelu
“Retno, aku ingin kamu caritahu semua hal tentang masa lalu istri saya. Mulai dari orang tua kandungnya sampai panti asuhan tempatnya tinggal dulu.”Arsenio menyandarkan punggungnya ke kursi sambil berkata, “Cepat hubungi saya kalau kamu nemuin sesuatu yang janggal."Setelah menutup sambungan telepon dengan orang kepercayaannya, Arsenio menghembuskan napas panjang. Bekas luka di punggung Hanna masih tercetak jelas di dalam ingatannya.Dia tidak ingin bertanya lebih jauh, karena tampaknya Hanna merasa sangat tidak nyaman saat Arsenio membawa topik tersebut. Karena itu, Arsenio lebih memilih untuk mencari tahu sendiri dan menunggu sampai Hanna siap untuk menceritakan semua masa lalunya kepada Arsenio.Usai mengetahui luka itu, akhirnya Arsenio mengerti alasan Hanna meminta perlindungan darinya. Namun, Arsenio tidak tahu apakah orang yang menyakiti Hanna masih berkeliaran atau tidak.“Arsen.” Hanna membuka pintu balkon dan langsung menghembuskan napas lega
Hanna mengangguk dengan antusias. Dia berpikir kalau ajakan kencan itu adalah kesempatan mereka supaya menjadi lebih dekat, sehingga Hanna bisa memanfaatkan Arsenio dengan lebih mudah di masa depan.Ya, Hanna hanya ingin memanfaatkan pria itu, bukannya senang karena diajak kencan.Setidaknya itu yang dia pikirkan.Namun, entah mengapa jantung Hanna berdetak dua kali lebih cepat saat mendengar ajakan Arsenio, seolah-olah dia memang sudah menantikan hal itu.“Bagaimana kalau kita pergi ke taman bermain?”Arsenio mengerutkan keningnya. “Kamu yakin? Tempat itu ramai dan mungkin aja ada banyak orang yang akan ngenalin kamu.”Sebagai artis yang wajahnya sering muncul di televisi, masyarakat pasti mampu mengenali Hanna dengan mudah dan pastinya akan berbondong-bodong ingin meminta foto serta tanda tangan.Hanna tampak berpikir sejenak, kemudian mengusulkan, “Kita bisa pakai masker dan topi untuk menyamarkan identitas kita.”Arsenio tertawa. “Bukannya kamu sering melakukan itu dan tetap terta