Pada hampir tengah malam, suara mobil Arsenio terdengar di depan rumah. Hanna lantas mengintip dari jendela kamarnya, dan mengamati sosok Arsenio yang baru saja keluar dari mobil, menampakkan wajah tampannya yang sempat membuat Hanna terpana selama beberapa detik.
Jika saja pernikahannya dengan Arsenio tidak mengandung pemaksaan, mungkin saja Hanna bisa jatuh cinta dengan pria itu. Sayangnya mereka sudah terikat kontrak untuk tidak jatuh cinta.Berselang beberapa saat kemudian, Arsenio masuk ke dalam kamarnya dan menampakkan wajah terkejut begitu melihat Hanna.“Apa yang kamu lakukan di kamarku?” tanya Arsenio.Hanna menjawab dengan acuh. “Sekarang aku adalah istrimu, wajar jika aku tidur bersamamu.”Arsenio, “Kita hanya pasangan pura-pura, jadi untuk apa tidur bersama? Siapa yang memperbolehkanmu masuk ke dalam kamarku?”“Adikmu, Karina. Dia bahkan bilang aku boleh mendekorasi kamar ini sesuka hatiku.”Arsenio sontak berjalan ke hadapan Hanna dan menampakkan wajah dinginnya seperti biasa. “Jangan coba-coba merusak area pribadiku. Kalau kamu mengusikku, maka aku akan mengusirmu dari rumah ini.”Sontak Hanna memperbaiki tingkahnya karena tidak ingin diusir dari rumah. “Tenanglah, aku tidak akan merusak kamarmu. Kalau kamu memang sekesal itu karena melihatku, aku bisa tidur di kamar yang lain.”Hanna sejujurnya tidak mengerti, kenapa Arsenio sangat membencinya sampai ke tingkat yang tidak bisa dijelaskan. Bahkan haters terbaik Hanna tidak akan sanggup marah-marah jika berhadapan langsung dengan kecantikan wanita itu.Tapi setelah berpikir selama beberapa saat, Hanna kembali menampakkan ekspresi licik. “Mana boleh kamu mengusirku setelah menyetubuhiku semalam. Jangan membuatku berpikir kamu sama bejatnya dengan pria-pria hidung belang di luar sana.”Arsenio berdecak karena merasa tidak ada gunanya terus memperdebatkan hal yang sama dengan Hanna. “Baiklah, kamu boleh tidur di kamar yang sama denganku. Tapi kamu tidak boleh menyentuhku saat tidur, aku sangat membenci kontak fisik.”Hanna segera meletakkan guling di tengah-tengah kasur dan berkata, “Bukan masalah! Selama ada guling di dunia ini, maka kita tidak akan pernah bersentuhan sepanjang malam!”Arsenio tidak membalas lagi, dia bergegas melepaskan pakaian kerjanya untuk berganti pakaian yang lebih santai. Tubuh bagian atas Arsenio bisa terbilang sangat sempurna, dadanya tampak bidang, sementara perutnya memiliki otot yang kencang.Penampilannya yang memukau itu sontak membuat Hanna mengalihkan pandangannya.“Aku sudah meminta beberapa acara entertainment untuk mengundangmu sebagai bintang tamu,” kata Arsenio setelah ia mengenakan kaosnya.Hanna berbalik. “Untuk apa? Aku bahkan belum merilis lagu baru.”Arsenio berdecak kecil. “Apa kamu bodoh? Tentu saja untuk membicarakan pernikahan kita. Bukankah tujuanmu menikahiku adalah supaya namamu makin melejit?”“Oh, tidak kusangka kamu memenuhi janjimu secepat itu,” balas Hanna.“Kamu sudah memenuhi janjimu kemarin, jadi sudah sepatutnya aku melakukan hal yang sama.”Perkataan Arsenio jelas mengacu pada kegiatan panas mereka kemarin malam. Saat hal itu diucapkan dari bibir Arsenio, entah mengapa Hanna merasa malu, bahkan tidak berani menatap wajah pria di hadapannya.Hanna batuk beberapa kali untuk meringankan rasa canggung di hatinya. “Kapan jadwalnya keluar?”“Aku akan mengirimkan jadwalnya ke manajermu besok. Kau bisa bertanya kepadanya.”Hanna menggigit bibir bagian bawahnya dan berkata dengan ragu-ragu. “Arsen, apa kamu bisa mencarikan manajer yang baru untukku?”Arsen mengerutkan keningnya. “Memangnya kenapa dengan manajermu yang sekarang? Bukankah dia sudah menemanimu sejak lama?”“Ya, tapi kadang aku merasa dia kurang cocok denganku. Jadi kupikir mungkin lebih baik mencari manajer yang baru.”Alasan sesungguhnya adalah karena manajernya yang sekarang merupakan bawahan dari Aditya, sehingga dia seringkali memata-matai Hanna dan melapor kepada Aditya. Jika Hanna ingin melepaskan diri dari cengkraman Aditya, maka dia harus memecat orang-orang suruhan Aditya disekitarnya dan menggantinya dengan orang baru.“Dasar pemilih,” hina Arsenio. “Selama orang-orang yang bekerja untukmu sangat kompeten, untuk apa menggantinya dengan yang baru?”Hanna mendengus. “Kalau memang tidak bisa, maka bilang saja.”Hanna kemudian berbaring di tempat tidur dan menutupi tubuhnya menggunakan selimut sehingga Arsenio tidak bisa melihatnya lagi. “Selamat malam.”Akan tetapi, baru saja Hanna memejamkan matanya, Arsenio sudah menarik selimutnya. “Siapa yang bilang kamu boleh tidur sekarang?”“Aku sendiri! Memangnya apa hakmu mengatur jam tidurku?!” seru Hanna dengan kesal.“Bukankah kamu sendiri yang kemarin bilang kalau kita harus bersetubuh selama masa suburmu?” Arsenio menambahkan, “Setahuku, masa subur wanita itu terjadi sekitar dua minggu sebelum haid. Memangnya kamu sudah haid hari ini?”Hanna tercengang, tidak menyangka bila Arsenio bisa-bisanya meminta dengan ekspresi datar seperti itu.‘Dasar munafik! Tadi kau bilang tidak suka kontak fisik, lalu sekarang meminta jatah dariku!’ teriak Hanna di dalam hatinya.Hanna menggertakan giginya, merasa enggan untuk disentuh lagi oleh Arsenio tapi juga tidak bisa menolaknya.“Baiklah, silahkan sentuh tubuhku lagi malam ini.”Sebelum Arsenio bergerak, Hanna kembali berkata, “Tapi bersihkan tubuhku setelah kamu selesai! Jangan membuatku berpikir kalau aku adalah pelacur pribadimu!”Arsenio mengedipkan kelopak matanya beberapa kali, tidak menyangka bila Hanna akan protes dengan kelakuannya tadi pagi.“Maaf, tadi pagi aku buru-buru, sehingga tidak sempat membantumu bersih-bersih.”Seketika Hanna terkesiap. Sama sekali tak terbersit di dalam pikiran Hanna bila pria yang selalu tampak dingin itu bisa mengucapkan kata maaf.“Asal kamu tidak mengulanginya lagi … maka aku tidak akan mempermasalahkan hal itu lagi,” bisik Hanna.Saat ini, Hanna benar-benar tidak bisa menebak isi pikiran Arsenio. Pria itu berulang kali menegaskan kalau dia membenci Hanna dan hanya menikahinya karena tuntutan dari ayahnya. Namun, pada kenyataannya Arsenio tidak pernah mengasarinya. Jangankan memukul Hanna, pria itu bahkan masih berusaha membuat Hanna menikmati kegiatan panas mereka kemarin malam.Jika saja kata-kata yang keluar dari mulur Arsenio tidak tajam, mungkin Hanna tidak akan tahu kalau pria itu membencinya.“Kamu sudah siap?” tanya Arsenio.Hanna mengangguk pasrah. “Ya, aku akan
Awalnya, Hanna berpikir mungkin suasana hangat yang sempat mereka ciptakan kemarin berhasil meluluhkan hati Arsenio. Namun, wanita itu salah besar, karena Arsenio tetap mempertahankan sikap acuhnya keesokan harinya.Walaupun pria itu memenuhi janjinya untuk membersihkan tubuh Hanna setelah mereka selesai bermain-main. Arsenio tetap saja tidak mau bicara banyak dengan Hanna, bahkan suaminya itu cenderung mengabaikan Hanna.‘Apa ini yang dirasakan oleh para wanita penghibur di luar sana? Saat malam dipuji-puji, lalu akan dibuang begitu pagi hari datang,’ keluh Hanna di dalam benaknya.Hanna menghela napasnya, kemudian duduk di tempat tidur, sementara Arsenio sedang mengenakan dasinya dan bersiap-siap pergi ke kantor walau matahari belum terbit.“Kamu sudah mau berangkat kerja?” tanya Hanna.“Ya, ada rapat penting hari ini.”Entah mengapa, Hanna merasa sepertinya Arsenio sengaja berangkat pagi-pagi bukan karena pekerjaannya, melainkan karena ingin menghindar dari Hanna.“Tidak ingin sara
Semenjak selesai sarapan, dia terus berjalan mondar-mandir di dalam kamar seraya menggigit ujung jarinya.Hari ini Karina sedang pergi ke kampusnya, sehingga Hanna akan merasa sangat canggung bila ditinggal bersama Vanessa dan Tiana. Terlebih Vanessa bukan tipe orang yang bisa memecahkan suasana dengan mudah.Terus memikirkan hal itu malah membuatnya bertambah cemas.Hanna memang seperti itu, dia selalu mempunyai kecemasan tinggi apabila diharuskan berkenalan dengan orang baru.Jika hanya berkenalan dengan rekan kerja, Hanna masih bisa menahan kecemasannya. Tapi kalau sudah berurusan dengan kenalan pribadi, maka Hanna selalu takut akan ada hal buruk yang menimpanya.Ketika hati Hanna masih diliputi kegelisahan, tiba-tiba saja Vanessa memanggilnya dari luar ruangan.“Hanna, Tiana baru saja datang. Apa kamu udah sehatan?” tanya Vanessa.Hanna terkejut, tidak menyangka Tiana akan datang lebih pagi dari perkiraan.Dia ingin melarikan diri tapi takut mempunyai kesan yang buruk di hadapan t
Sesaat usai Vanessa kembali, Hanna buru-buru minta izin untuk beristirahat di kamar karena merasa perutnya tidak nyaman. Vanessa tentu saja mengizinkannya pergi karena merasa khawatir.Padahal, sebenarnya Hanna hanya tidak tahan ada di dekat Happy yang semakin lama ingin mendekatinya dan bahkan terlihat meminta elusan.Selain itu, entah mengapa Hanna juga tidak terlalu senang berada di sekitar Tiana. Sebagai orang yang biasa memalsukan sikap di depan media, tentu Hanna bisa tahu apakah seseorang bersikap asli atau tidak di depannya.Menurut Hanna, sikap Tiana itu terlihat palsu, sehingga membuat Hanna tidak tahan.Mungkin perasaan itulah yang dirasakan oleh Arsenio setiap kali melihat Hanna.Sayangnya, kepalsuan Tiana terlihat sangat alami, sehingga dia tidak membuat Arsenio merasa muak.“Tapi setidaknya dia kasih saran kepadaku,” kata Hanna di dalam hati.“Apa sebaiknya aku mulai belanja bahan hari ini biar besok tinggal masak?”Ketika Hanna sedang berpikir sambil berjalan ke dapur u
Tepat di jam makan siang, Hanna sampai di gedung agensi GND Entertainment. Seluruh karyawan di agensi sudah mengetahui hubungan antara Arsenio dan Hanna, sehingga tidak ada yang berani melarang tatkala Namri pergi ke ruangan Arsenio yang ada di lantai teratas.“Apa Arsen ada di dalam?” tanya Hanna kepada resepsionis yang ada di depan ruangan Arsenio.Resepsionis itu buru-buru merapikan penampilannya begitu dia melihat Hanna. “Pak Arsenio ada di dalam, beliau baru saja selesai rapat.”Hanna menggigit bagian dalam mulutnya, kemudian berkata dengan suara kecil. “Aku belum buat janji dengannya. Kalau aku masuk, apakah dia akan marah?”Resepsionis dengan name tag ‘Rania’ agak terkejut saat mendengar pertanyaan Hanna, tetapi dia berusaha menyembunyikkan ekspresinya.“Tentu Pak Arsenio tidak akan marah, beliau mungkin akan senang bila dikunjungi oleh istrinya saat bekerja.”Hanna, “Jadi aku boleh masuk?”Rania segera berjalan m
Hanna menggigit bibir bawahnya, mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi Hanna untuk meminta maaf walau dirinya tidak melakukan kesalahan.“Ambilah, jangan sungkan.” Pria itu lantas memaksa Hanna untuk mengambil sapu tangan itu.“Terima kasih.” Hanna dengan cepat menyeka air matanya dan menundukkan kepala karena berusaha menghindari tatapan pria itu.Meski begitu, rasa penasaran menghantui Hanna sehingga dia sesekali mencuri pandang untuk melihat sosok pria di hadapannya dengan jelas. Hanna tersentak selama beberapa saat, karena merasa sepertinya pernah melihat pria itu di suatu tempat. Pria itu mempunyai wajah yang lumayan tampan, tidak setampan Arsenio tapi cukup menarik untuk membuat para wanita tergila-gila.Dari pakaian yang ia kenakan, Hanna mampu menebak bahwa pria itu bukanlah orang sembarangan. Ia mengenakan setelan jas dari merk ternama dan juga jam tangan rolex yang Hanna tahu harganya begitu tinggi.“Maaf, apa kita pernah bertemu?” tanya Hanna d
Edwin memang menghina Arsenio, tapi dia menghinanya sambil tertawa, seolah-olah dia memang sudah biasa melakukan hal tersebut dan sikap seperti itu hanya bisa didapat setelah menjalin hubungan yang begitu dekat dengan seseorang.Dengan kata lain, walau Edwin menghina Arsenio menggunakan kata-kata kasar. Belum tentu pria itu memang bermaksud demikian.Edwin, “Tidak apa-apa, jangan merasa sungkan untuk menghinanya. Pria itu memang pantas dihina setelah membuat istrinya menangis. Tenang saja, aku pasti akan memarahinya saat kami bertemu.”Hanna segera menggeleng. “Jangan! Dia bisa-bisa akan lebih membenciku.”Hanna takut Arsenio akan berpikir jika Hanna berusaha merusak pertemanannya dengan Edwin.“Dia memang bajingan, tapi bukan orang yang jahat. Walaupun wajahnya selalu terlihat menyeramkan, sebenarnya dia punya kepribadian yang cukup baik.”Kepribadian yang baik apanya?!Pria itu bahkan sudah berulang kali bersikap menyebalkan di hadapan Hanna, bahka
Edwin membuka pintu ruangan Arsenio dengan sedikit kasar, bahkan tidak memperdulikan sekretaris Arsenio yang memintanya tidak membuat keributan.“Hei, kau pria bajingan di sana.” Tanpa tahu malu, Edwin segera mendudukan dirinya di sofa meski Arsenio belum menyuruhnya. “Berhenti melihat kerjaanmu dan mulailah melihatku, bro.”Arsenio lantas mengangkat kepalanya, dia melirik Edwin sebentar sebelum akhirnya kembali berkutat pada dokumen di tangannya. “Bingkisan oleh-olehmu sudah sampai di kantorku sejak tadi, tapi kenapa kamu baru datang?”Edwin memutar bola matanya karena mendapatkan tanggapan yang membosankan dari Arsenio. “Oh, kau penasaran apa yang tadi kulakukan?”Arsenio, “Tidak juga. Kalau tidak ada yang ingin kamu katakan, kenapa tidak segera kembali ke kantormu sendiri.”Dengan kata lain, Arsenio ingin mengusir Edwin yang hanya datang untuk mengganggunya bekerja.“Aw, jahat sekali. Padahal aku sudah susah payah menemuimu be