Sesaat usai Vanessa kembali, Hanna buru-buru minta izin untuk beristirahat di kamar karena merasa perutnya tidak nyaman. Vanessa tentu saja mengizinkannya pergi karena merasa khawatir.Padahal, sebenarnya Hanna hanya tidak tahan ada di dekat Happy yang semakin lama ingin mendekatinya dan bahkan terlihat meminta elusan.Selain itu, entah mengapa Hanna juga tidak terlalu senang berada di sekitar Tiana. Sebagai orang yang biasa memalsukan sikap di depan media, tentu Hanna bisa tahu apakah seseorang bersikap asli atau tidak di depannya.Menurut Hanna, sikap Tiana itu terlihat palsu, sehingga membuat Hanna tidak tahan.Mungkin perasaan itulah yang dirasakan oleh Arsenio setiap kali melihat Hanna.Sayangnya, kepalsuan Tiana terlihat sangat alami, sehingga dia tidak membuat Arsenio merasa muak.“Tapi setidaknya dia kasih saran kepadaku,” kata Hanna di dalam hati.“Apa sebaiknya aku mulai belanja bahan hari ini biar besok tinggal masak?”Ketika Hanna sedang berpikir sambil berjalan ke dapur u
Tepat di jam makan siang, Hanna sampai di gedung agensi GND Entertainment. Seluruh karyawan di agensi sudah mengetahui hubungan antara Arsenio dan Hanna, sehingga tidak ada yang berani melarang tatkala Namri pergi ke ruangan Arsenio yang ada di lantai teratas.“Apa Arsen ada di dalam?” tanya Hanna kepada resepsionis yang ada di depan ruangan Arsenio.Resepsionis itu buru-buru merapikan penampilannya begitu dia melihat Hanna. “Pak Arsenio ada di dalam, beliau baru saja selesai rapat.”Hanna menggigit bagian dalam mulutnya, kemudian berkata dengan suara kecil. “Aku belum buat janji dengannya. Kalau aku masuk, apakah dia akan marah?”Resepsionis dengan name tag ‘Rania’ agak terkejut saat mendengar pertanyaan Hanna, tetapi dia berusaha menyembunyikkan ekspresinya.“Tentu Pak Arsenio tidak akan marah, beliau mungkin akan senang bila dikunjungi oleh istrinya saat bekerja.”Hanna, “Jadi aku boleh masuk?”Rania segera berjalan m
Hanna menggigit bibir bawahnya, mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi Hanna untuk meminta maaf walau dirinya tidak melakukan kesalahan.“Ambilah, jangan sungkan.” Pria itu lantas memaksa Hanna untuk mengambil sapu tangan itu.“Terima kasih.” Hanna dengan cepat menyeka air matanya dan menundukkan kepala karena berusaha menghindari tatapan pria itu.Meski begitu, rasa penasaran menghantui Hanna sehingga dia sesekali mencuri pandang untuk melihat sosok pria di hadapannya dengan jelas. Hanna tersentak selama beberapa saat, karena merasa sepertinya pernah melihat pria itu di suatu tempat. Pria itu mempunyai wajah yang lumayan tampan, tidak setampan Arsenio tapi cukup menarik untuk membuat para wanita tergila-gila.Dari pakaian yang ia kenakan, Hanna mampu menebak bahwa pria itu bukanlah orang sembarangan. Ia mengenakan setelan jas dari merk ternama dan juga jam tangan rolex yang Hanna tahu harganya begitu tinggi.“Maaf, apa kita pernah bertemu?” tanya Hanna d
Edwin memang menghina Arsenio, tapi dia menghinanya sambil tertawa, seolah-olah dia memang sudah biasa melakukan hal tersebut dan sikap seperti itu hanya bisa didapat setelah menjalin hubungan yang begitu dekat dengan seseorang.Dengan kata lain, walau Edwin menghina Arsenio menggunakan kata-kata kasar. Belum tentu pria itu memang bermaksud demikian.Edwin, “Tidak apa-apa, jangan merasa sungkan untuk menghinanya. Pria itu memang pantas dihina setelah membuat istrinya menangis. Tenang saja, aku pasti akan memarahinya saat kami bertemu.”Hanna segera menggeleng. “Jangan! Dia bisa-bisa akan lebih membenciku.”Hanna takut Arsenio akan berpikir jika Hanna berusaha merusak pertemanannya dengan Edwin.“Dia memang bajingan, tapi bukan orang yang jahat. Walaupun wajahnya selalu terlihat menyeramkan, sebenarnya dia punya kepribadian yang cukup baik.”Kepribadian yang baik apanya?!Pria itu bahkan sudah berulang kali bersikap menyebalkan di hadapan Hanna, bahka
Edwin membuka pintu ruangan Arsenio dengan sedikit kasar, bahkan tidak memperdulikan sekretaris Arsenio yang memintanya tidak membuat keributan.“Hei, kau pria bajingan di sana.” Tanpa tahu malu, Edwin segera mendudukan dirinya di sofa meski Arsenio belum menyuruhnya. “Berhenti melihat kerjaanmu dan mulailah melihatku, bro.”Arsenio lantas mengangkat kepalanya, dia melirik Edwin sebentar sebelum akhirnya kembali berkutat pada dokumen di tangannya. “Bingkisan oleh-olehmu sudah sampai di kantorku sejak tadi, tapi kenapa kamu baru datang?”Edwin memutar bola matanya karena mendapatkan tanggapan yang membosankan dari Arsenio. “Oh, kau penasaran apa yang tadi kulakukan?”Arsenio, “Tidak juga. Kalau tidak ada yang ingin kamu katakan, kenapa tidak segera kembali ke kantormu sendiri.”Dengan kata lain, Arsenio ingin mengusir Edwin yang hanya datang untuk mengganggunya bekerja.“Aw, jahat sekali. Padahal aku sudah susah payah menemuimu be
Sepanjang hari, Hanna pergi dari satu studio ke studio lainnya untuk memenuhi undangan sebagai bintang tamu di acara variety show. Kebanyakan dari pembawa acara pasti akan selalu mengajukan pertanyaan yang sama, sampai-sampai membuat Hanna menjadi muak.Hanna bahkan hanya duduk di acara tv, bukannya menyanyi, tapi dia merasa lebih lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan memuakkan itu daripada saat dia melaksanakan konser.“Pertanyaan terakhir untuk Thumbelina. Kira-kira, kapan kamu dan Arsenio mau punya anak?”Hanna menghela napas di dalam hati, pertanyaan seperti ini benar-benar mengganggunya karena ingat dia harus menghabiskan malam panas lagi bersama pria yang hari ini membuatnya menangis.“Secepatnya. Arsen sangat ingin segera punya anak, makanya kita sedang program hamil,” jawab Hanna.Pembawa acara menunjukkan senyum untuk menggoda Hanna. “Berarti kalian sering ya berduaan akhir-akhir ini?”Hanna bersandiwara dengan pura-pura malu. “Begitulah, Arsen selalu senang mengikutiku kemanap
Hanna sontak menepis tangan Arsenio begitu pria itu menyentuh keningnya. Kedua matanya menatap Arsenio dengan tajam, seakan ingin mencabik-cabik pria itu dalam hitungan detik.Ingatan akan sikap buruk Arsenio kepadanya di kantor masih terukir jelas di dalam benaknya, sehingga membuat Hanna merasa kesal setengah mati setiap kali harus menatap wajah Arsenio.Hanna bahkan menyesal sudah membuang-buang air matanya untuk seorang pria yang jelas-jelas tidak mau terikat dengannya.“Kau hanya boleh menyentuhku saat kita sedang bercinta,” cetus Hanna. “Dan tidak perlu repot-repot mengkhawatirkanku, karena kita hanya pasangan kontrak.”Hanna kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mereka, meninggalkan Arsenio yang masih mematung karena mendapatkan sikap dingin dari istrinya.“Hanna aku ingin bicara denganmu.” kata Arsenio seraya mengejar Hanna yang sudah masuk ke dalam kamar.Hanna membalas dengan acuh. “Bicara besok saja, aku lelah.”
“Apa kamu kesurupan sampai-sampai membelikanku hadiah?” tanya Hanna dengan skeptis.Arsenio mendengus kasar, kemudian menaruh kalung itu ke tangan Hanna dengan paksa. “Terserah mau kamu apakan kalung itu, kalau tidak suka buang saja.”Hanna tertawa di dalam hati, dia merasa sepertinya Arsenio meniru ucapannya saat Hanna memberikan bekal tadi siang.Ketika Arsenio melepaskan dasi serta kemejanya untuk berganti pakaian. Hanna tiba-tiba berkata, “Hadiahmu sangat bagus, tapi bolehkah aku menukarnya dengan hadiah lain?”Sontak Arsenio melayangkan tatapan tajam kepada Hanna. Dia baru saja memberikan sedikit kebaikan kepada wanita itu, tapi Hanna malah menginginkan lebih.“Apa yang kamu inginkan? Perhiasan yang lebih mahal?” cemooh Arsenio.Pria itu selalu berpikir bila Hanna adalah wanita materialistis, sehingga menebak jika Hanna tidak akan puas dengan hadiah murah.Namun, tanpa disangak, Hanna malah meminta sesuatu yang tida