Hanna sontak menepis tangan Arsenio begitu pria itu menyentuh keningnya. Kedua matanya menatap Arsenio dengan tajam, seakan ingin mencabik-cabik pria itu dalam hitungan detik.Ingatan akan sikap buruk Arsenio kepadanya di kantor masih terukir jelas di dalam benaknya, sehingga membuat Hanna merasa kesal setengah mati setiap kali harus menatap wajah Arsenio.Hanna bahkan menyesal sudah membuang-buang air matanya untuk seorang pria yang jelas-jelas tidak mau terikat dengannya.“Kau hanya boleh menyentuhku saat kita sedang bercinta,” cetus Hanna. “Dan tidak perlu repot-repot mengkhawatirkanku, karena kita hanya pasangan kontrak.”Hanna kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mereka, meninggalkan Arsenio yang masih mematung karena mendapatkan sikap dingin dari istrinya.“Hanna aku ingin bicara denganmu.” kata Arsenio seraya mengejar Hanna yang sudah masuk ke dalam kamar.Hanna membalas dengan acuh. “Bicara besok saja, aku lelah.”
“Apa kamu kesurupan sampai-sampai membelikanku hadiah?” tanya Hanna dengan skeptis.Arsenio mendengus kasar, kemudian menaruh kalung itu ke tangan Hanna dengan paksa. “Terserah mau kamu apakan kalung itu, kalau tidak suka buang saja.”Hanna tertawa di dalam hati, dia merasa sepertinya Arsenio meniru ucapannya saat Hanna memberikan bekal tadi siang.Ketika Arsenio melepaskan dasi serta kemejanya untuk berganti pakaian. Hanna tiba-tiba berkata, “Hadiahmu sangat bagus, tapi bolehkah aku menukarnya dengan hadiah lain?”Sontak Arsenio melayangkan tatapan tajam kepada Hanna. Dia baru saja memberikan sedikit kebaikan kepada wanita itu, tapi Hanna malah menginginkan lebih.“Apa yang kamu inginkan? Perhiasan yang lebih mahal?” cemooh Arsenio.Pria itu selalu berpikir bila Hanna adalah wanita materialistis, sehingga menebak jika Hanna tidak akan puas dengan hadiah murah.Namun, tanpa disangak, Hanna malah meminta sesuatu yang tida
Satu minggu kemudian, manajer dan semua staff Hanna akhirnya sudah diganti dengan orang-orang baru. Saat pemilihan staff, Arsenio memperbolehkan Hanna untuk memilih orang-orangnya sendiri, sehingga wanita itu bisa mencocokkan diri dengan cepat.Hanna sesungguhnya bukanlah orang yang pemilih, jadi ketika pelamar itu mempunyai kualifikasi yang dia butuhkan dan tidak ada hubungan dengan Aditya, maka Hanna langsung memilihnya.Pergantian itu berjalan dengan lancar, tapi Hanna juga khawatir Aditya akan marah kepada Arsenio karena sudah mengganti staff Hanna tiba-tiba.Hanna bahkan tidak bisa berhenti menatap ponselnya karena takut Aditya akan menghubunginya.Akan tetapi, walau menunggu selama mungkin, Aditya sama sekali tidak menghubunginya, bahkan juga tidak mengirim pesan.“Ada apa, Hanna? Kamu sedang menunggu telepon dari seseorang?” tanya Arsenio saat melihat Hanna terus melihat ponselnya dengan ekspresi gusar.Hanna dengan cepat menggeleng. “Tidak ada, aku hanya ingin melihat jam.”Ka
Rasa mabuk menyerang Hanna setelah dia terus-menerus menenggak alkohol tanpa henti. Akan tetapi, ketika dia sepenuhnya mabuk, Hanna jadi tidak ingin berhenti minum dan malah sengaja terus mengambil alkohol.Dia juga merasa bila semua masalah yang ada di kepalanya tiba-tiba aja menguap seperti asap, sehingga membuat pikirannya menjadi ringan.“Thumbelina, apa kau baik-baik saja?” sebuah suara yang Hanna kenali terdengar, sehingga membuat Hanna mendongakkan kepalanya ke atas.Samar-samar, Hanna melihat sosok produser musik yang tadi siang dia temui di ruang rapat. Produser itu tampak seperti pria paruh baya berumur empat puluhan, bahkan terdapat sedikit uban di kepalanya yang hampir botak.“Aku .., baik-baik saja,” jawab Hanna dengan sedikit terbata-bata. Mata wanita itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Elisa yang sebelumnya selalu berada di sampingnya. “Di mana Elisa?”“Elisa? Oh, apa maksudmu manajermu? Tadi dia bilang harus segera pulang karena ada urusan di ruma
BUK! BUK!Tanpa memberikan ampun, Arsenio memukuli wajah Wahyu sampai pria paruh baya itu babak belur. Tidak hanya itu, dia turut menginjak tangan Wahyu yang sempat menyentuh Hanna beberapa saat yang lalu.“Bisa-bisanya aku memperkerjakan seorang predator sepertimu di perusahaanku.” Arsenio menendang perut Wahyu. “Dan berani-beraninya kau menyentuh istriku dengan tangan kotormu. Jangan harap kau masih bisa hidup damai setelah ini.”Keributan yang Arsenio dan Wahyu lakukan akhirnya memancing para karyawan untuk datang ke parkiran. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat Arsenio yang biasanya bersikap tenang dan jarang menunjukkan emosi tiba-tiba saja menganiaya salah satu karyawan terbaik dari agensi mereka.“Pak! Pak Arsen tolong berhenti!” beberapa karyawan akhirnya menarik Arsenio dari Wahyu setelah melihat Wahyu sudah berbaring di tanah dengan mulut yang tidak berhenti memuntahkan darah.“Ada apa ini?!” satpam restoran juga akhirnya berbondong-bondong datang ke parkiran.Arsenio m
“Maaf, aku membuat bajumu kotor,” kata Hanna seraya berusaha menghapus air mata di wajahnya.“Maaf, sudah membuatmu repot malam-malam begini, Arsen.”Arsen berdecak. “Sekali lagi kata maaf keluar dari mulutmu, aku akan menyuruhmu pulang jalan kaki.”Dengan wajah cemberut, Hanna membalas pelan, “Tapi nanti kakiku sakit.”Arsenio membeku. Hanna sepertinya masih agak mabuk, sehingga membalas dengan jawaban polos. Namun, sikap mabuknya itu malah terlihat menggemaskan di mata Arsenio, sampai-sampai membuat pria itu salah tingkah.“Aku tidak serius Hanna,” Arsenio berkata, “Tapi sungguh, tolong berhenti minta maaf, karena kamu sama sekali tidak salah.”Hanna, “Maaf, aku akan berhenti.”Arsenio meringis saat mendengar Hanna masih menggunakan kata maaf. “Hanna ….”Hanna akhirnya tidak membalas lagi, karena merasa takut akan mengucapka
“Bersama siapa biasanya kamu pergi ke pantai?” tanya Arsenio, memecahkan keheningan di antara mereka.“Sendiri.” Hembusan angin laut menerpa rambut panjang Hanna, membuat Arsenio mampu melihat ekspresi sedih istrinya dengan jelas. “Tidak ada yang bisa kuajak pergi, jadi aku selalu pergi sendiri.”Ekspresi sedih itu entah mengapa membuat Arsenio merasa tidak nyaman, seolah-olah kesedihan Hanna merupakan hal yang tabu untuknya.Dia seharusnya tidak memperdulikan hal itu, mengingat kontrak pernikahan mereka melarang keduanya untuk bermain-main dengan perasaan.Namun, malam ini, rasanya Arsenio sudah melupakan isi dari kontrak tersebut dan ingin menggali kehidupan Hanna lebih dalam lagi.Tampaknya, lepasnya topeng bahagia yang selalu dikenakan Hanna telah berhasil mendobrak dinding yang ada di hati Arsenio.“Jika aku sedang tidak sibuk, mungkin aku bisa menemanimu pergi ke pantai,” kata Arsenio.Perkataan Arsenio sontak membuat Hanna terkejut, wanita itu bahkan diam-diam mencubit tanganny
Brak!Arsenio menutup pintu kamar hotel menggunakan kakinya, sementara kedua tangannya mengangkat tubuh Hanna dan melumat bibir wanita itu.Mereka bahkan belum melepaskan sepatu mereka, tapi keduanya sama-sama merasa tidak sabar untuk mengecap bibir satu sama lain. Ciuman yang awalnya ringan itu membawa candu dan terasa memabukkan, sehingga lama kelamaan berubah menjadi penuh lumatan penuh nafsu yang menggebu-gebu.“Kamu yakin pintunya sudah terkunci?” tanya Hanna di sela-sela ciuman mereka. Napas wanita itu masih terengah-engah, tapi dia masih memikirkan hal lain.“Ini adalah kamar suite. Walau tidak dikunci, tidak akan ada orang yang berani masuk sembarangan,” jawab Arsenio.Ketika Arsenio ingin mencium bibir Hanna lagi, wanita itu menahan kepala suaminya. “Tetap saja, lebih baik pastikan sudah terkunci. Aku tidak mau kena skandal.”Arsenio akhirnya menjawab dengan serius, “Tenanglah, pintunya otomatis terkunci saat tertutup. J