Arsenio, “Baiklah, aku tidak akan pernah menciummu.”
Mereka tidak berniat untuk membangun rumah tangga yang dipenuhi oleh cinta, sehingga tidak ada gunanya untuk memperdebatkan hal sepele seperti ciuman.Hanna mencengkram seprai begitu Arsenio kembali memulai permainan mereka. Ada rasa sakit yang menyerang tubuh bagian bawahnya, tetapi Hanna sama sekali tidak protes karena berpikir rasa sakit itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keuntungan yang bisa ia dapatkan setelah ini.
Sayangnya, pikiranya tidak dapat mengontrol tubuhnya. Tanpa sadar, air mata menuruni pipi Hanna karena tidak kuasa menahan rasa sakit tersebut. Kedua tangannya kemudian mencengkram lengan kekar Arsenio, lalu menancapkan kuku-kukunya sampai meninggalkan bekas cakaran di lengan Arsenio.“Apa kau ingin membunuhku?!” pekik Hanna pada akhirnya.Arsenio mendengus pelan, “Pertama kali memang terasa sakit, tapi cobalah tahan sebentar.”Hanna meringis, dia awalnya tidak mempercayai kata-kata Arsenio karena menganggap semua ucapan pria hanyalah dusta belaka. Akan tetapi, setelah beberapa saat tubuhnya menyesuaikan diri dengan benda asing itu, Hanna mulai merasakan sensasi aneh yang belum pernah dia rasakan.Rasanya sakit.Perlahan, suara erangan keluar dari bibir Hanna, menjadi alunan musik yang menyertai hubungan mereka malam itu.Di sepanjang malam, tubuh mereka saling terjalin dikuasai oleh hawa nafsu yang membara. Hanna bahkan tidak lagi menghitung sudah berapa lama mereka di atas ranjang.Pada malam itu juga, Hanna dilanda oleh dilema yang berkepanjangan. Dia tidak mencintai Arsenio, tapi tubuhnya dengan senang hati selalu menyambut tubuh Arsenio.
• • •Tatkala Hanna membuka kedua matanya di pagi hari, dia merasa tubuhnya tidak nyaman akibat rasa lengket. Selain itu, rasa sakit yang tajam juga Hanna rasakan ketika dia berusaha untuk duduk.Pinggulnya bahkan terasa sakit karena terus dipaksa bergerak oleh Arsenio sepanjang malam.Di dalam hati, diam-diam Hanna mengatai Arsenio sebagai kuda jantan karena mempunyai stamina sebesar itu.Kemudian Hanna menoleh ke samping dan mendapati kekosongan di bagian samping kasurnya. Permukaan kasurnya terasa dingin dan tampak rapih, pertanda bila Arsenio sudah lama meninggalkan kamar hotel.Secarik kertas tergeletak di atas meja bersama dengan sebuah cincin pernikahan milik Arsenio.‘Aku pergi bekerja, supirku akan menjemputmu nanti siang.’— Arsen.Di samping kertas juga terdapat sebuah kartu kredit berwarna hitam dengan catatan dari Arsenio.‘Pakailah sesukamu.’Hanna meringis pelan, tiba-tiba merasa seperti seorang wanita bayaran yang menjadi simpanan dari pria kaya.Tapi apa perdulinya, selama Hanna bisa menghabiskan uang sesuka hatinya, maka dia tidak akan protes.Sesungguhnya, Hanna juga bukan orang susah. Dia adalah seorang penyanyi papan atas yang karirnya sudah melejit sejak usianya baru menginjak 18 tahun sampai 24 tahun. Jika dihitung secara kasar, tabungan uangnya pasti bisa mencapai triliunan.Namun, sayangnya bukan Hanna yang memegang semua uang itu, melainkan ayah tirinya, Aditya Pramana.Selama bertahun-tahun, Hanna belum pernah menghabiskan uang secara bebas. Karena semua keuangannya dikontrol habis-habisan oleh Aditya.Jika Hanna protes, maka dia akan dihukum oleh Aditya sampai wanita itu memohon ampun.Kring! Kring!Secara mengejutkan ponsel Hanna tiba-tiba berdering dan menampakkan tulisan ‘ayah’ di layar ponselnya.“Ada apa, ayah?” tanya Hanna dengan suara lembut.“Aku hanya mau menanyakan kabar putriku, Thumbelina,” balas Arsenio.Saat mendengar nama ‘Thumbelina’, tiba-tiba saja Hanna langsung merasa ada gejolak mual di dalam perutnya, sehingga membuat dia tidak nyaman.“Thumbelina baik-baik saja, Ayah.” Intonasi suara yang dipakai oleh Hanna terdengar manis dan sedikit tinggi, memberikan kesan seolah-olah itu adalah suara anak kecil.“Apa suamimu memperlakukanmu dengan baik?”Atau dengan kata lain, Aditya ingin tahu apakah Arsenio cukup baik untuk memberikan hartanya kepada Hanna.“Dia baik.” Hanna memegangi pelipisnya yang terasa sakit. “Dia tidak kasar kepadaku dan juga berjanji akan membantu karirku supaya lebih melejit.”Ada jeda selama sekian detik sebelum Aditya membalas, “Apa sekarang kamu lebih senang tinggal bersama suamimu itu daripada bersama Ayah?”Seketika Hanna membeku, tangan yang sedang memegang ponsel tanpa henti bergetar, dan rasa mual di perutnya semakin menjadi-jadi.“Ti … tidak! Aku lebih senang tinggal bersama Ayah!” Hanna berusaha keras menekan suaranya supaya tidak terdengar bergetar. “Aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkan Ayah sepanjang malam.”Omong kosong.Hanna bahkan ingin muntah saat melihat wajah Aditya.Tapi kalau dia mengungkapkan rasa jijik di hatinya, Aditya mungkin akan langsung mendatanginya dan memukuli Hanna sampai wanita itu mengatakan cinta kepada Aditya.Aditya tertawa pelan, tapi suara tawa itu malah membuat Hanna merinding. “Apa kamu mencintai Ayah sebesar itu sampai tidak mau pergi meninggalkan Ayah?”“Mhm, Hanna sangat sedih karena harus meninggalkan Ayah,” kata Hanna dengan suara tangisan palsu.“Jangan sedih, Ayah akan sering-sering mengirim pesan ke Thumbelina. Meski kamu sudah menikah, Ayah pasti tidak akan melupakan Thumbelina.”Setelah mengucapkan kata-kata manis, intonasi Aditya tiba-tiba saja berubah dingin. “Berusahalah untuk mendapatkan perhatian dan harta dari suamimu itu. Kalau kamu gagal menaikkan karirmu, maka kamu sudah tahu konsekuensinya.”Gemetar di tubuh Hanna semakin kuat hingga dia juga merasa menggigil. Aditya selalu seperti itu, memperlakukan Hanna dengan manis pada awalnya, kemudian akan menghukumnya apabila Hanna gagal memenuhi ekspektasi yang dia buat.Seandainya pernikahan Hanna tidak menghasilkan apa-apa, maka Aditya pasti akan memaksanya bercerai dan memberikan hukuman berat kepadanya.“Thumbelina mengerti Ayah,” bisik Hanna. “Kira-kira, kapan Ayah akan mengunjungiku?”“Hmm … sayangnya Ayah tidak bisa mengunjungimu dalam waktu dekat. Beberapa minggu ke depan Ayah ada pekerjaan di luar negeri, jadi mungkin hanya bisa mengirim pesan kepadamu.”Seketi
“Thumbelina! Akhirnya kamu sampai juga. Aku sudah menunggu-nunggu kamu dari pagi, aku pikir kamu tidak jadi datang hari ini.”Hanna lumayan terkejut saat salah satu adik Arsenio langsung berlari keluar rumah begitu Hanna sampai di kediaman Arsenio.Ketika Hanna perhatikan lebih lanjut, Hanna menebak bahwa wanita di hadapannya adalah Karina Tanya Ganendra, adik terakhir dari Arsenio yang memiliki wajah secantik mutiara.“Maaf, aku terlambat. Tadi jalanannya sangat macet,” kata Hanna seraya tersenyum, berusaha agar terlihat baik di hadapan Karina.Karina segera mengibaskan tangannya. “Jangan khawatir, kamu nggak perlu minta maaf. Aku cuman tidak sabar buat ketemu kamu! Kemarin kita tidak sempat ngobrol karena pestanya sangat ramai, bahkan aku susah mendekati kamu saat kamu selalu jadi pusat perhatian di pesta.”Hanna, “Ah, itu kesalahanku. Seharusnya aku lebih memperhatikan adik ipar di pesta daripada tamu yang lain.”“Eh? Aku tidak mengatakan itu untuk membuat kamu merasa tidak enak. S
Pada hampir tengah malam, suara mobil Arsenio terdengar di depan rumah. Hanna lantas mengintip dari jendela kamarnya, dan mengamati sosok Arsenio yang baru saja keluar dari mobil, menampakkan wajah tampannya yang sempat membuat Hanna terpana selama beberapa detik.Jika saja pernikahannya dengan Arsenio tidak mengandung pemaksaan, mungkin saja Hanna bisa jatuh cinta dengan pria itu. Sayangnya mereka sudah terikat kontrak untuk tidak jatuh cinta.Berselang beberapa saat kemudian, Arsenio masuk ke dalam kamarnya dan menampakkan wajah terkejut begitu melihat Hanna.“Apa yang kamu lakukan di kamarku?” tanya Arsenio.Hanna menjawab dengan acuh. “Sekarang aku adalah istrimu, wajar jika aku tidur bersamamu.”Arsenio, “Kita hanya pasangan pura-pura, jadi untuk apa tidur bersama? Siapa yang memperbolehkanmu masuk ke dalam kamarku?”“Adikmu, Karina. Dia bahkan bilang aku boleh mendekorasi kamar ini sesuka hatiku.”Arsenio sontak berjalan ke hadapan Hanna dan menampakkan wajah dinginnya seperti b
Arsenio mengedipkan kelopak matanya beberapa kali, tidak menyangka bila Hanna akan protes dengan kelakuannya tadi pagi.“Maaf, tadi pagi aku buru-buru, sehingga tidak sempat membantumu bersih-bersih.”Seketika Hanna terkesiap. Sama sekali tak terbersit di dalam pikiran Hanna bila pria yang selalu tampak dingin itu bisa mengucapkan kata maaf.“Asal kamu tidak mengulanginya lagi … maka aku tidak akan mempermasalahkan hal itu lagi,” bisik Hanna.Saat ini, Hanna benar-benar tidak bisa menebak isi pikiran Arsenio. Pria itu berulang kali menegaskan kalau dia membenci Hanna dan hanya menikahinya karena tuntutan dari ayahnya. Namun, pada kenyataannya Arsenio tidak pernah mengasarinya. Jangankan memukul Hanna, pria itu bahkan masih berusaha membuat Hanna menikmati kegiatan panas mereka kemarin malam.Jika saja kata-kata yang keluar dari mulur Arsenio tidak tajam, mungkin Hanna tidak akan tahu kalau pria itu membencinya.“Kamu sudah siap?” tanya Arsenio.Hanna mengangguk pasrah. “Ya, aku akan
Awalnya, Hanna berpikir mungkin suasana hangat yang sempat mereka ciptakan kemarin berhasil meluluhkan hati Arsenio. Namun, wanita itu salah besar, karena Arsenio tetap mempertahankan sikap acuhnya keesokan harinya.Walaupun pria itu memenuhi janjinya untuk membersihkan tubuh Hanna setelah mereka selesai bermain-main. Arsenio tetap saja tidak mau bicara banyak dengan Hanna, bahkan suaminya itu cenderung mengabaikan Hanna.‘Apa ini yang dirasakan oleh para wanita penghibur di luar sana? Saat malam dipuji-puji, lalu akan dibuang begitu pagi hari datang,’ keluh Hanna di dalam benaknya.Hanna menghela napasnya, kemudian duduk di tempat tidur, sementara Arsenio sedang mengenakan dasinya dan bersiap-siap pergi ke kantor walau matahari belum terbit.“Kamu sudah mau berangkat kerja?” tanya Hanna.“Ya, ada rapat penting hari ini.”Entah mengapa, Hanna merasa sepertinya Arsenio sengaja berangkat pagi-pagi bukan karena pekerjaannya, melainkan karena ingin menghindar dari Hanna.“Tidak ingin sara
Semenjak selesai sarapan, dia terus berjalan mondar-mandir di dalam kamar seraya menggigit ujung jarinya.Hari ini Karina sedang pergi ke kampusnya, sehingga Hanna akan merasa sangat canggung bila ditinggal bersama Vanessa dan Tiana. Terlebih Vanessa bukan tipe orang yang bisa memecahkan suasana dengan mudah.Terus memikirkan hal itu malah membuatnya bertambah cemas.Hanna memang seperti itu, dia selalu mempunyai kecemasan tinggi apabila diharuskan berkenalan dengan orang baru.Jika hanya berkenalan dengan rekan kerja, Hanna masih bisa menahan kecemasannya. Tapi kalau sudah berurusan dengan kenalan pribadi, maka Hanna selalu takut akan ada hal buruk yang menimpanya.Ketika hati Hanna masih diliputi kegelisahan, tiba-tiba saja Vanessa memanggilnya dari luar ruangan.“Hanna, Tiana baru saja datang. Apa kamu udah sehatan?” tanya Vanessa.Hanna terkejut, tidak menyangka Tiana akan datang lebih pagi dari perkiraan.Dia ingin melarikan diri tapi takut mempunyai kesan yang buruk di hadapan t
Sesaat usai Vanessa kembali, Hanna buru-buru minta izin untuk beristirahat di kamar karena merasa perutnya tidak nyaman. Vanessa tentu saja mengizinkannya pergi karena merasa khawatir.Padahal, sebenarnya Hanna hanya tidak tahan ada di dekat Happy yang semakin lama ingin mendekatinya dan bahkan terlihat meminta elusan.Selain itu, entah mengapa Hanna juga tidak terlalu senang berada di sekitar Tiana. Sebagai orang yang biasa memalsukan sikap di depan media, tentu Hanna bisa tahu apakah seseorang bersikap asli atau tidak di depannya.Menurut Hanna, sikap Tiana itu terlihat palsu, sehingga membuat Hanna tidak tahan.Mungkin perasaan itulah yang dirasakan oleh Arsenio setiap kali melihat Hanna.Sayangnya, kepalsuan Tiana terlihat sangat alami, sehingga dia tidak membuat Arsenio merasa muak.“Tapi setidaknya dia kasih saran kepadaku,” kata Hanna di dalam hati.“Apa sebaiknya aku mulai belanja bahan hari ini biar besok tinggal masak?”Ketika Hanna sedang berpikir sambil berjalan ke dapur u
Tepat di jam makan siang, Hanna sampai di gedung agensi GND Entertainment. Seluruh karyawan di agensi sudah mengetahui hubungan antara Arsenio dan Hanna, sehingga tidak ada yang berani melarang tatkala Namri pergi ke ruangan Arsenio yang ada di lantai teratas.“Apa Arsen ada di dalam?” tanya Hanna kepada resepsionis yang ada di depan ruangan Arsenio.Resepsionis itu buru-buru merapikan penampilannya begitu dia melihat Hanna. “Pak Arsenio ada di dalam, beliau baru saja selesai rapat.”Hanna menggigit bagian dalam mulutnya, kemudian berkata dengan suara kecil. “Aku belum buat janji dengannya. Kalau aku masuk, apakah dia akan marah?”Resepsionis dengan name tag ‘Rania’ agak terkejut saat mendengar pertanyaan Hanna, tetapi dia berusaha menyembunyikkan ekspresinya.“Tentu Pak Arsenio tidak akan marah, beliau mungkin akan senang bila dikunjungi oleh istrinya saat bekerja.”Hanna, “Jadi aku boleh masuk?”Rania segera berjalan m