Herin Raveena adalah seorang gadis yang berusia 20 tahun. Di usianya yang masih muda, dia hidup sebatang kara. Sejak kecil dia diasuh oleh tante lantaran kedua orang tuanya sudah meninggal. Pada usia 15 tahun, Herlin kehilangan tante beserta calon keponakannya gara-gara keluarga dari pihak suami tante. Mereka tidak menyetujui atas pernikahan itu.
Sejak saat itu, Herlin berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia bekerja sampingan untuk membantu biaya sekolah dan juga biaya masuk ke Universitas. Semua pekerjaan dia lakoni demi bisa menyelesaikan kuliah. Dia bertekad akan lulus kuliah secepatnya dan bisa bekerja di perkantoran. Supaya bisa hidup dengan layak.
Namun sayangnya, Herlin baru saja dikeluarkan dari dua pekerjaan dalam seminggu. Dia memiliki tiga pekerjaan sampingan. Pagi harinya bekerja di toko sebagai pengangkut barang. Di waktu siang sampai sore dia akan bekerja sebagai pelayan. Kemudian pada malam hari sampai jam dua belas malam, dia bekerja di minimarket.
Herlin hanya tidur beberapa jam dalam 24 jam. Hal itu sudah dia lakukan sekitar 3 tahun demi mencukupi biaya kuliah dan sehari hari. Minggu kemarin, dia dipecat karena tidak sengaja merusak peralatan toko ketika menangkap maling. Pihak toko tidak mau tahu dan langsung memecatnya.
Tadi siang Herlin juga dipecat dari cafe karena menghajar salah satu pengunjung yang kurang ajar. Pengunjung itu berani menyentuh tubuhnya. Pengunjung itu semakin menjadi, dia membalas Herlin sehingga membuat Herlin terkena serpihan kaca di lengannya.
Sang pemilik toko malah membela pengunjung. Mereka lebih mementingkan pengunjung daripada pelayan. Pelayan bisa dicari kapan saja. Mereka takut para pengunjung kabur, apalagi cafe itu salah satu cafe yang digemari oleh anak-anak orang kaya.
Sekarang Herlin berada di rumah sakit. Dia baru saja selesai mengobati lengan yang terluka. Jatah jajan selama seminggu habis untuk biaya berobat.
"Kalau tahu mahal begini, lebih baik aku beli betadin saja tadi," ujar Herlin menatap dompetnya yang sudah kosong melompong.
Herlin dipecat juga tidak diberi pesangon sedikitpun. Sekarang harapan dia hanya tinggal bekerja sebagai kasir di minimarket.
"Kayaknya, besok aku harus cari pekerjaan lain. Kalau begini terus, uang kuliah aku bisa menunggak," gumam Herlin memikirkan pekerjaan apa yang harus diajari dan sesuai dengan jadwal kuliah.
Ketika Herlin berjalan di lorong rumah sakit ingin menuju ke lobi, dia tanpa sengaja malah tersesat ke tempat VIP. Kakinya terus berjalan tanpa dikomando oleh pikiran. Pikirannya hanya terfokus mencari pekerjaan baru.
"Kenapa aku malah nyasar ke sini," ucap Herlin melirik ke kiri dan ke kanan.
Herlin baru menyadari dimana dia berada sekarang. Dia bisa mendengar salah satu ruangan VIP yang berada di dekatnya sedang berdebat.
"Lepas! Lepaskan aku. Aku tidak mau makan," teriak seorang laki-laki dari dalam ruangan VIP tadi.
Herlin yang sangat kepo mengintip dari balik pintu yang terbuka. Di dalam sana ada 4 orang, satu suster dan dokter. Lalu ada dua pria yang sebaya, satu menggunakan baju rumah sakit dan satu lagi pakai baju jas.
"Tuan, Tuan Muda harus makan," bujuk pria berjas.
"Aku tidak mau makan. Aku mau pulang," balas pria yang menggunakan baju rumah sakit dengan marah dan membuang muka. Persis seperti bocah yang menolak makan.
"Kalau Tuan Muda tidak makan, Tuan Muda bisa sakit dan tidak bisa pulang."
"Aku tidak peduli. Aku mau pulang!"
Pria itu melepas paksa selang infus dari tangannya dengan sekali tarik. Herlin yang menyaksikan dari tadi nyeri sendiri melihat adegan itu. Mana pria itu tidak terlihat sakit sama sekali.
"Tuan Muda! Apa yang Tuan lakukan!" teriak mereka bertiga menangkap tuan muda yang ingin kabur.
"Apa susah tinggal makan doang. Apa dia tidak tahu bagaimana susahnya dapat uang," cibir Herlin yang yang tidak suka sama orang yang pilih-pilih makanan.
Mata Herlin beralih ke atas meja yang disuguhi banyak banyak makanan. Ada banyak buah segar dan makanan mewah lainnya. Bahkan ada makanan yang belum pernah dilihat olehnya.
Herlin langsung tergiur hanya melihat saja. Air liurnya sampai menetes membayangkan jika makanan itu masuk ke dalam mulutnya.
"Sepertinya, bebek panggang itu terlihat sangat enak," ucap Herlin yang sudah terhipnotis oleh makanan di atas meja.
Herlin tanpa sadar melangkah masuk ke dalam kamar tersebut. Dia dari pagi belum sempat makan karena sedang berhemat. Biasanya dia akan memakan makanan pelanggan yang tidak tersentuh. Orang kaya sering sekali memesan makanan banyak tapi tidak mau memakannya.
Sekarang Herlin tidak akan bisa melakukan itu. Uangnya juga sudah habis untuk berobat. Jadi dia hanya bisa membeli sepotong roti untuk nanti malam agar dia bisa tidur.
Orang-orang yang ada di kamar seketika menoleh ke arah Herlin yang menuju ke makanan. Pria yang seperti anak kecil itu yang pertama kali menyadari kehadiran Herlin. Dia menatap Herlin begitu lekat. Sehingga membuat tiga orang lain menatap ke arah Herlin yang mengendap-endap.
"Nona siapa," tegur pria berjas.
Herlin mengedipkan matanya beberapa kali. Kemudian dia mau menyadari sudah masuk ke dalam ruangan tersebut. Tangannya juga hampir mencapai bebek panggang yang menarik perhatian. Seketika dia sangat malu karena sudah bersikap seperti seorang maling.
'Herlin, apa yang kamu lakukan. Kamu memang lapar, tapi jangan bersikap konyol seperti ini,' batin Herlin ingin menghilang dari sana.
Herlin memukulkan kepalanya dengan menggunakan kedua tangan. Dia sungguh malu dan ingin membunyikan wajahnya di dalam tong sampah. Seumur hidup, dia belum pernah bersikap seperti itu.
'Tapi, bebek itu terlihat lezat,' batin Herlin masih sempat melirik ke arah meja.
Pria yang dipegang oleh dokter dan pria berjas dengan sekuat tenaga melepaskan diri dari mereka. Dia dengan cepat turun dari ranjang pasien dan berjalan ke arah Herlin. Matanya sama sekali tidak lepas dari Herlin. Tanpa aba-aba, dia langsung memilih Herlin dengan kuat.
"Tuan Putri, Putrinya Nathan," ujarnya dengan riang gembira.
Herlin membeku di tempat karena pria aneh itu memeluknya dengan erat. Pria itu juga dengan mudahnya mengangkat tubuh Herlin lalu mengajak Herlin berputar-putar dengan tubuh Herlin yang menggantung.
Herlin yang tadinya malu sekarang jadi pusing dengan tingkah pria itu. Perutnya yang kosong dan diajak mu tar hm iya d membuat perutnya ikut mual.
"Lepas!" teriak Herlin dengan kuat memukul punggung pria aneh tersebut.
Tubuh Herlin memang kecil, tapi jangan menganggap tubuh kecil lemah. Kecil kecil dia sering dibilang cabe rawit. Dia sudah terbiasa mengangkat barang berat sehingga membuat dia jadi kuat tanpa perlu olahraga lagi. Dia dengan mudah bisa membanting pria normal.
"Tuan Muda, apa yang Tuan Muda lakukan. Lepaskan Nona itu," suruh pria berjas.
"Lepas!" teriak Herlin yang hampir kehabisan nafas.
Pria itu terlalu kuat dan dipenuhi oleh otot. Herlin bisa menilai dari pelukan pria itu. Tubuh mereka berdua menempel satu sama lain.
"Tidak, Nathan tidak mau melepaskan Tuan Putri. Tuan Putri milik Nathan," tolak pria yang mengaku dirinya sebagai Nathan.
"Kamu gila ya! Aku ini bukan milik kamu. Lepas!" teriak Herlin semakin keras tepat di wajah Nathan.
"Tidak!"
Herlin tanpa pikir panjang menghantam kepalanya dengan Nathan dengan keras. Dia tidak mau mati gara-gara dipeluk pria aneh.
"Argh!" teriak Herlin kesakitan.
"Tuan Muda!"
"Nona!" teriak pria berjas kaget melihat kenekatan Herlin.
Pria berjas itu takut jika Herlin gegar otak. Soalnya, kepala tuan muda lebih keras dari siapa baik luar dan dalam. Jadi, bagi tuan muda itu bukan masalah besar.
Nathan berkedip-kedip mata dengan pelan. Dia terkejut dengan reaksi Herlin. Seharusnya sang putri akan senang bertemu dengan pangeran.
"Argh! Kepalaku sakit!" teriak Herlin memegang kepala yang masih berdenyut.
Herlin bingung, tadi dia membentur kepala orang atau batu. Dia sudah beberapa kali membentur kepala dengan orang yang berani mengganggunya. Tapi tidak pernah sesakit itu.
"Nona, Nona tidak apa?"
Pria berjas ingin menolong Herlin. Tangannya terjulur ingin memeriksa kondisi Herlin. Tapi, sebelum tangan itu menyentuh Herlin, Nathan memukul tangannya dengan kuat.
"Jangan sentuh-sentuh tangan Tuan Putriku," klaim Nathan.
Bersambung ….
Nathan tidak suka melihat ada orang yang menyentuh Herlin di depan matanya. Ada rasa marah dan emosi yang meluap. Rasanya dia ingin memotong tangan tersebut."Tuan Putri, kamu tidak apa-apa?" tanya Nathan ingin menyentuh Herlin.Herlin dengan cepat mundur. Dia masih takut dengan Nathan yang tiba-tiba memeluknya."Kamu apa-apaan. Berani-beraninya kamu peluk seorang perempuan yang tidak kamu kenal. Apa kamu tidak punya malu," bentak Herlin dengan marah."Tuan Putri, Tuan Putih jangan marah sama Nathan ya," bujuk Nathan sedih dimarahi Herlin."Siapa yang Tuan Putri. Apa kamu masih bocah memanggil aku dengan sebutan Tuan Putri. Aku ini Herlin," ujar Helin malah memperkenalkan diri."Jadi nama Tuan Putri Herlin ya. Kalau Nama pangeran, Nathan," sahut Nathan menjulurkan tangannya dan tersenyum lebar.Herlin melongo melihat Nathan yang menjulurkan tangannya seperti anak kecil. Sama seperti bocah yang mengajak berkenalan. Apalagi Nathan
"Cepat cari identitas gadis tadi. Aku mau kamu mendapatkan seluruh identitas tentang gadis itu sebelum Nathan terbangun," perintah Edwin."Tuan Besar, jangan-jangan gadis tadi itu ….""Kamu jangan banyak tanya lagi. Cepat laksanakan perintahku.""Baik Tuan."Sam segera berlari untuk mencari identitas Herlin. Jika Herlin tidak ditemukan dengan cepat, maka akan timbul masalah besar."Pa, bagaimana ini. Apa mungkin gadis tadi adalah ….""Kamu tenang dulu. Kita akan cari gadis itu sampai ketemu. Semuanya pasti akan baik-baik saja," kata Edwin menenangkan Samira.Samira sudah bisa membayangkan kalau masa lalunya bi
Keluarga Alexander William merupakan keluarga yang setiap tahun hanya memiliki anak laki-laki sebagai penerusnya. Keluarga Alexander William juga merupakan keluarga yang sangat kaya raya. Harta mereka tidak akan habis sampai beberapa turunan.Setiap keturunan keluarga Alexander William diberkati oleh wajah yang sangat tampan, maskulin dan rupawan. Serta bentuk tubuh yang tinggi, kulit putih bersih dan gagah. Sehingga membuat banyak perempuan menyukai keluarga Alexander William.Hingga pada suatu hari, ada salah satu dari keturunan mereka yang gemar mempermainkan perasaan perempuan. Dia sangat suka memberikan janji palsu kepada semua perempuan yang dia kejar.Lalu ada salah satu perempuan yang sangat polos yang masuk dalam jebakan dia. Dia berjanji akan menikah dengan p
Nathan baru saja siuman dari efek obat yang telah disuntikkan oleh Edwin. Dia duduk di atas kasur dengan linglung. Memproses apa yang terjadi. Saat sedang sibuk memikirkan apa yang terjadi, telinganya menangkap suara teriakan Herlin.Nathan dengan cepat melempar selimut dan berjalan ke arah balkon kamar. Dari sana asal sumber suara Herlin. Dia menatap ke arah bawah, dimana para bodyguard yang sedang menarik tangan Herlin. Kemudian memaksa Herlin dengan cara dipangkul seperti karung beras.Nathan meremas pinggiran pembatas balkon. Dia sangat marah melihat perlakuan bodyguard terhadap Herlin. Tidak boleh ada yang menyentuh Herlin, apalagi memperlakukannya dengan kasar."Lepaskan dia. Apa yang kalian lakukan kepada Tuan Putri!" teriak Nathan dari lantai dua sambil menunjuk ke a
Herlin ingin sekali melepaskan tangan Nathan. Dia sangat risih dengan Nathan yang memeluk tangannya. Ditambah banyak mata yang melihatnya. Tapi kekuatannya kalah dibanding Nathan. "Sayang, kamu harus tidur," bujuk Samira lagi. "Tidak mau," tolak Nathan. Nathan membuang muka. Dia melipat kedua tangan serta bibir yang mengerucut dengan masih memeluk tangan Herlin. "Nathan, kamu pergilah ke kamar kamu. Kakek ingin bicara sama Herlin," suruh Edwin dengan tegas. "Tidak mau, Kek," ucap Nathan dengan manja. Nathan lebih menurut kepada Edwin dibandingkan kedua orang tuanya. Menurutnya, Edwin sangat menakutkan kalau sudah marah. Dia juga sering dihukum sama Edwin kalau berbuat salah. Orang tuanya tidak pernah menghukum dia. "Kamu pergilah ke kamar kamu. Kakek janji, kamu nanti akan melihat Herlin setiap hari di samping kamu," bujuk E
"Memangnya kita pernah bertemu dulu. Saya tidak mengingat kamu sama sekali," sahut Edwin setelah mengingat keras namun tidak ada satu memori pun tentang Herlin."Sepertinya Tuan sudah lupa dengan saya. Oh iya, mana mungkin orang penting seperti Tuan mengingat saya yang hanya butiran debu," balas Herlin."Kamu bicara tidak perlu mutar-mutar. Langsung ke intinya saja," suruh Edwin tidak suka main tebak-tebakan."Baiklah, saya akan katakan langsung. Saya ini keponakan dari Karina. Apa Tuan masih mengingat perempuan yang bernama Karina?""Karina?" Pikir Edwin mengingat nama yang tidak asing baginya. Namun dia juga masih tidak ingat siapa Karina itu."Saya tidak pernah mengenal orang yang bernama Karina,"balas Edwin."Ternyata Tuan juga sudah lupa sama tante saya. Atau jangan-jangan, Tuan juga sudah lupa sama om Wisnu," sambung Herlin memancing Edwin.
Edwin mengamati Herlin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tubuh Herlin sangat kecil untuk ukuran anak SMA. Ditambah dengan sikap Herlin yang manja, dia langsung beranggapan kalau Herlin adalah anak sekolah dasar."Siapa bocah ini?" tanya Edwin dengan muka datar."Siapa yang …."Karina segera menghentikan Herlin. Sebelum Herlin protes tidak terima dibilang bocah. Daripada nanti bermasalah."Ini keponakan saya. Jadi kalau boleh saya tahu, apa maksud Tuan datang ke sini?" tanya Karina dengan sopan.Karina tidak mau dicap buruk. Harus terlihat baik di keluarga suaminya yang belum pernah ditemui. Sekaligus sebagai tamunya.Edwin men
"Ini, kakek aku yang memberinya?""Iya, dia minta kita untuk berpisah.""Berpisah?""Apa benar selama ini kamu berbohong sama aku. Kamu ini bukan orang biasa?" tanya Karina dengan mata berkaca-kaca."Karina, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membohongi kamu. Aku hanya ingin hidup seperti orang-orang biasa. Aku di sana sangat tertekan. Semuanya serba diatur. Aku tidak boleh melakukan ini, tidak boleh itu. Maka dari itu, beberapa tahun yang lalu aku minggat dari rumah tanpa membawa uang sepeserpun. Aku ingin hidup dan menemukan orang-orang yang benar-benar mencintai aku apa adanya seperti kamu. Kamu masih mencintai aku kan? Kamu jangan marah ya," mohon Wisnu.Wisnu sangat takut kehilangan Karina. Tidak mau Karina marah dan minta berpisah. Karina segalanya bagi dia untuk sekarang dan selamanya. Dia sangat kehilangan segalanya, kecuali Karina.
Karina di rumah sangat khawatir dengan keadaan Wisnu. Sudah beberapa hari tidak ada kabar sama sekali tentang Wisnu sejak pulang ke kediaman Alexander William. Setiap detik Karina menunggu kedatangan Wisnu di sepanjang rumah. Senantiasa berdoa Wisnu akan pulang dengan selamat dan baik-baik saja."Tante, apa Tante lagi memikirkan Om Wisnu?" tanya Haerlin menghampiri Karina yang duduk di depan rumah."Tidak sayang," sahut Karina menoleh ke arah lain. Takut ketahuan berbohong sama Herlin."Tante tidak perlu bohong sama Herlin. Kita sudah hidup bersama selama ini. Apa Tante tidak percaya sama Herlin?" tanya Herlin dengan sedih. Tantenya tidak mau berbagi cerita dengannya."Maafkan Tante Herlin. Tante tidak mau membuat kamu ikut cemas. Tante memang sangat khawatir sama suami Tante. Tante takut terjadi apa-apa sama dia," jelas Karina."Tante yang sabar ya. Pasti om Wisnu akan kembali i
"Ini, kakek aku yang memberinya?""Iya, dia minta kita untuk berpisah.""Berpisah?""Apa benar selama ini kamu berbohong sama aku. Kamu ini bukan orang biasa?" tanya Karina dengan mata berkaca-kaca."Karina, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membohongi kamu. Aku hanya ingin hidup seperti orang-orang biasa. Aku di sana sangat tertekan. Semuanya serba diatur. Aku tidak boleh melakukan ini, tidak boleh itu. Maka dari itu, beberapa tahun yang lalu aku minggat dari rumah tanpa membawa uang sepeserpun. Aku ingin hidup dan menemukan orang-orang yang benar-benar mencintai aku apa adanya seperti kamu. Kamu masih mencintai aku kan? Kamu jangan marah ya," mohon Wisnu.Wisnu sangat takut kehilangan Karina. Tidak mau Karina marah dan minta berpisah. Karina segalanya bagi dia untuk sekarang dan selamanya. Dia sangat kehilangan segalanya, kecuali Karina.
Edwin mengamati Herlin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tubuh Herlin sangat kecil untuk ukuran anak SMA. Ditambah dengan sikap Herlin yang manja, dia langsung beranggapan kalau Herlin adalah anak sekolah dasar."Siapa bocah ini?" tanya Edwin dengan muka datar."Siapa yang …."Karina segera menghentikan Herlin. Sebelum Herlin protes tidak terima dibilang bocah. Daripada nanti bermasalah."Ini keponakan saya. Jadi kalau boleh saya tahu, apa maksud Tuan datang ke sini?" tanya Karina dengan sopan.Karina tidak mau dicap buruk. Harus terlihat baik di keluarga suaminya yang belum pernah ditemui. Sekaligus sebagai tamunya.Edwin men
"Memangnya kita pernah bertemu dulu. Saya tidak mengingat kamu sama sekali," sahut Edwin setelah mengingat keras namun tidak ada satu memori pun tentang Herlin."Sepertinya Tuan sudah lupa dengan saya. Oh iya, mana mungkin orang penting seperti Tuan mengingat saya yang hanya butiran debu," balas Herlin."Kamu bicara tidak perlu mutar-mutar. Langsung ke intinya saja," suruh Edwin tidak suka main tebak-tebakan."Baiklah, saya akan katakan langsung. Saya ini keponakan dari Karina. Apa Tuan masih mengingat perempuan yang bernama Karina?""Karina?" Pikir Edwin mengingat nama yang tidak asing baginya. Namun dia juga masih tidak ingat siapa Karina itu."Saya tidak pernah mengenal orang yang bernama Karina,"balas Edwin."Ternyata Tuan juga sudah lupa sama tante saya. Atau jangan-jangan, Tuan juga sudah lupa sama om Wisnu," sambung Herlin memancing Edwin.
Herlin ingin sekali melepaskan tangan Nathan. Dia sangat risih dengan Nathan yang memeluk tangannya. Ditambah banyak mata yang melihatnya. Tapi kekuatannya kalah dibanding Nathan. "Sayang, kamu harus tidur," bujuk Samira lagi. "Tidak mau," tolak Nathan. Nathan membuang muka. Dia melipat kedua tangan serta bibir yang mengerucut dengan masih memeluk tangan Herlin. "Nathan, kamu pergilah ke kamar kamu. Kakek ingin bicara sama Herlin," suruh Edwin dengan tegas. "Tidak mau, Kek," ucap Nathan dengan manja. Nathan lebih menurut kepada Edwin dibandingkan kedua orang tuanya. Menurutnya, Edwin sangat menakutkan kalau sudah marah. Dia juga sering dihukum sama Edwin kalau berbuat salah. Orang tuanya tidak pernah menghukum dia. "Kamu pergilah ke kamar kamu. Kakek janji, kamu nanti akan melihat Herlin setiap hari di samping kamu," bujuk E
Nathan baru saja siuman dari efek obat yang telah disuntikkan oleh Edwin. Dia duduk di atas kasur dengan linglung. Memproses apa yang terjadi. Saat sedang sibuk memikirkan apa yang terjadi, telinganya menangkap suara teriakan Herlin.Nathan dengan cepat melempar selimut dan berjalan ke arah balkon kamar. Dari sana asal sumber suara Herlin. Dia menatap ke arah bawah, dimana para bodyguard yang sedang menarik tangan Herlin. Kemudian memaksa Herlin dengan cara dipangkul seperti karung beras.Nathan meremas pinggiran pembatas balkon. Dia sangat marah melihat perlakuan bodyguard terhadap Herlin. Tidak boleh ada yang menyentuh Herlin, apalagi memperlakukannya dengan kasar."Lepaskan dia. Apa yang kalian lakukan kepada Tuan Putri!" teriak Nathan dari lantai dua sambil menunjuk ke a
Keluarga Alexander William merupakan keluarga yang setiap tahun hanya memiliki anak laki-laki sebagai penerusnya. Keluarga Alexander William juga merupakan keluarga yang sangat kaya raya. Harta mereka tidak akan habis sampai beberapa turunan.Setiap keturunan keluarga Alexander William diberkati oleh wajah yang sangat tampan, maskulin dan rupawan. Serta bentuk tubuh yang tinggi, kulit putih bersih dan gagah. Sehingga membuat banyak perempuan menyukai keluarga Alexander William.Hingga pada suatu hari, ada salah satu dari keturunan mereka yang gemar mempermainkan perasaan perempuan. Dia sangat suka memberikan janji palsu kepada semua perempuan yang dia kejar.Lalu ada salah satu perempuan yang sangat polos yang masuk dalam jebakan dia. Dia berjanji akan menikah dengan p
"Cepat cari identitas gadis tadi. Aku mau kamu mendapatkan seluruh identitas tentang gadis itu sebelum Nathan terbangun," perintah Edwin."Tuan Besar, jangan-jangan gadis tadi itu ….""Kamu jangan banyak tanya lagi. Cepat laksanakan perintahku.""Baik Tuan."Sam segera berlari untuk mencari identitas Herlin. Jika Herlin tidak ditemukan dengan cepat, maka akan timbul masalah besar."Pa, bagaimana ini. Apa mungkin gadis tadi adalah ….""Kamu tenang dulu. Kita akan cari gadis itu sampai ketemu. Semuanya pasti akan baik-baik saja," kata Edwin menenangkan Samira.Samira sudah bisa membayangkan kalau masa lalunya bi
Nathan tidak suka melihat ada orang yang menyentuh Herlin di depan matanya. Ada rasa marah dan emosi yang meluap. Rasanya dia ingin memotong tangan tersebut."Tuan Putri, kamu tidak apa-apa?" tanya Nathan ingin menyentuh Herlin.Herlin dengan cepat mundur. Dia masih takut dengan Nathan yang tiba-tiba memeluknya."Kamu apa-apaan. Berani-beraninya kamu peluk seorang perempuan yang tidak kamu kenal. Apa kamu tidak punya malu," bentak Herlin dengan marah."Tuan Putri, Tuan Putih jangan marah sama Nathan ya," bujuk Nathan sedih dimarahi Herlin."Siapa yang Tuan Putri. Apa kamu masih bocah memanggil aku dengan sebutan Tuan Putri. Aku ini Herlin," ujar Helin malah memperkenalkan diri."Jadi nama Tuan Putri Herlin ya. Kalau Nama pangeran, Nathan," sahut Nathan menjulurkan tangannya dan tersenyum lebar.Herlin melongo melihat Nathan yang menjulurkan tangannya seperti anak kecil. Sama seperti bocah yang mengajak berkenalan. Apalagi Nathan