Suasana mendadak sunyi. Sepeninggal Cecil, hanya ada Devan yang berada di ruang itu. Denting jam yang mengitari poros, terdengar cukup nyaring.Teringat suatu hal, Devan memutuskan untuk menyusul Cecil ke dalam, membahas penukaran yang akan dilaksanakan tepat jam 8 pagi di rumah ini.Di sisi lain, Cecil yang memainkan ponselnya dengan berselonjor kaki di atas kasur, mendengus kesal kala suara ketukan pintu yang tak santai mengganggu waktu istirahatnya.Sudah bisa ditebak, itu pasti Devan, karena Utari tidak akan se-kasar dan se-berutal itu ketika hendak masuk kamarnya."Sebentar! Jangan berisik!" teriak gadis itu memutar bola matanya.Langkah kakinya dipijakkan pada lantai dengan gontai. Tanpa alas yang nyaman, gadis itu sedikit berjingkat merahan hawa dingin yang mulai menjalar dari ubin marmer megah di kediaman Nicolas.Cecil memutar kunci, membuka kenop pintu dengan ekspresi yang datar. Benar dugaannya. Ternyata Devan yang berdiri gagah di ambang pintu dengan satu tangan dimasukkan
Sedikit demi sedikit, gunting dengan Permukaan tajam itu mulai menggores nadi Cecilia. Menimbulkan bekas kemerahan di tangan mulusnya. Cecilia mulai memejamkan mata, dia tak sanggup jika melihat darah yang nantinya akan mengalir deras dari titik kehidupannya."Maaf, Ibu," monolognya dengan lirih dan parau.Tiba-tiba saja, pintu diketuk dengan lembut. Cecil terhenyak gelagapan. Buru-buru gadis itu membuang guntingnya dan menarik sweeter dari gantungan lalu memakainya untuk menyembunyikan bekas kemerahan di tangannya.Gadis itu bergerak gelisah, seiring dengan ketukan yang semakin keras. Dia yakin jika itu adalah Utari."Cecil, buka Nak. Ada yang mau Mama bicarakan!" teriak Utari dari luar Karena tak kunjung mendapat sambutan dari Cecilia."Sebentar, Ma," sahut Cecil dari dalam. Gadis itu beranjak dari tempatnya, lalu berjalan ke arah pintu dan menyambut Utari dengan senyuman."Masuk, Ma. Kita bicara di dalam saja." Cecil membuka pintunya lebar-lebar. Setelah memastikan calon mertuanya
Cecilia menepati ucapannya. Gadis itu tetap tidak keluar kamar meski jam makan malam sudah lewat. Dengan setia, Cecil menunggu makanannya datang diantar si Mbok di rumah ini.Cecil memegangi perutnya yang keroncongan. Tak hentinya gadis itu terkekeh mendengar perutnya berirama. "Kamu sudah lapar ya? Ah, manja sekali." Terdengar suara ketukan pintu yang dinanti-nanti sejak tadi. Cecil melompat kegirangan sambil berjalan membuka pintunya.Cecil tersenyum bahagia mendapati sepiring nasi goreng cumi dan tumpukan telor ceplok dan nugget goreng di atas nampan. Jeruk panas dengan uap yang masih mengepul juga terlihat sangat menggoda."Makan malamnya, Non. Nasi goreng special dengan lauk kesukaan Non Cecil."Cecil menerima nampan itu dengan tangan terbuka. "Terima kasih, Mbok Asih. Pasti nikmat sekali."Mbok Asih tersenyum tulus, lantas pamit keluar untuk membereskan sisa makanan di meja makan. Nanti dia akan kembali lagi, untuk mengambil piring makan Cecil. "Syukurlah, kalau Non suka dengan
Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Mata Cecil membelalak, melihat nama si penelepon.Zaki menelepon balik. Untuk apa? Padahal, tadi dia sendiri yang memutus sambungan telepon sepjhak.Meski malas, namun pada akhirnya Cecil pun mengangkat sebelum deringnya mati, karena dia juga penasaran. "Hallo. Ada apa lagi? Kenapa dimatikan tadi?"Di seberang sana, Zaki terkekeh sambil garuk-garuk kepala. "Hehe. Lupa. Tadi kamu belum jawab pertanyaan aku loh.""Pertanyaan yang mana?" Cecil pura-pura tidak paham. Padahal, dia sengaja membuat asisten pribadi calon suaminya itu menjadi kesal.Seperti menahan geram, Zaki berusaha sabar. Menarik napas berat, lantas membuangnya perlahan. "Besok acaranya jam berapa?"Cecil berusaha menahan tawa ketika mendengar suara Zaki yang tak santai. "Jam 8. Di rumah. Gak rame-rame kok, paling cuman keluarga inti. Soalnya cuman akad, gak ada resepsi.""Oke, jam 7 aku ke sana. Kalau gitu, aku matiin telepeonnya. Tidur kamu! Sudah jam segini." Perintahnya.Sebelum t
Sanpai jam 2 pagi, Cecilia tetap terjaga. Entah kenapa, matanya sedari tadi tak mau ia pejamkan. Gadis itu masih kepikiran dengan acara pernikahannya besok.Kesal dengan diri sendiri, Cecilia menjambak rambut frustasi. Dihirupnya dalam-dalam lilin aromaterapi yang berada di genggaman."Ayo dong tidur. Kepalaku udah pusing banget ini." Gumamnya pada diri sendiri. Berharap, setelah ini rasa kantuk akan segera menyerang.Setelah frustasi dengan berbagai cara, akhirnya Cecilia memutuskan untuk mendengarkan musik hipnoterapi. Riak air dan kicauan burung di alam bebas, membuat hatinya merasa tenang. Perlahan, rasa kantuk juga mulai menyerang. Jam 3 pagi, Cecilia terpejam sempurna.***Saking nyamannya dengan alam bawah sadar, hingga jam 7 pagi Cecilia belum bangun. Masih bergulung dengan selimut tebalnya, gadis itu menggeliat memeluk guling.Hingga, suara ketukan yang terdengar cukup lama, membangunkan kesadarannya. Cecil bangun dengan kepala berdenyut. "Aduh, siapa yang ketuk pintu sih? Ga
Melihat perlakuan Utari, sontak mengubah suasana yang tadinya penuh tangis bahagia, menjadi tangis haru milik Cecil. Banyak pasang mata yang berusaha menahan tangisnya, terutama kaum laki-laki.Utari mengusap air mata yang menggenang di pipi gadis itu. Tersenyum manis kenudian mengangguk perlahan. "Mama yakin, tanpa Mama ajari sekalipun, kamu pasti sudah bisa menjadi istri yang baik untuk Devan. Justru, yang harus Mama ajari adalah Devan. Mama harus membuat anak itu menjadi suami yang pantas untuk kamu. Menjadi suami yang lebih peka lagi pada istrinya."Cecil terkekeh. Melihat Devan terpojokkan seperti itu, mengapa dia bahagia sekali? Dosa gak sih, bahagia di atas penderitaan suami? "Baik, Ma. Cecil akan berusaha. Semoga sifat arogannya itu bisa hilang ya. Gak masalah, kalau Mas Devan gak bisa peka. Setidaknya, jadi orang yang gak emosian. Biar gak stroke!"Mendengar dumelan Cecil, Zaki berusaha menahan tawa. Pemandangan itu sempat tertangkap penglihatan Devan, membuat lelaki itu mena
"Manja sama istri sendiri, gak dosa kan? Goda Devan sambil menaik turunan alisnya. Cecil jadi salah tingkah, memilin ujung roknya hingga lecek."Sejak kapan kamu nganggep aku istri? Ingat ya! Cuman pura-pura!" tandasnya. Gadis, eh bukan! Sudah jadi milik orang. Perempuan itu membuang muka karena tak ingin terlihat merona di depan Devan."Cieee salting. Kenyataannya kan, kamu memang istriku. Bukan istri Zaki apalagi orang lain." Mendengar nama Zaki disebut, perasaan Cecil tak enak. Pasti Devan akan mengungkit-ungkit soal semalam.Cecil mengalihkan perhatian, dengan langsung menyuap sup jamur di mulut Devan. Tak lama, makanan di sendok itu sudah beralih ke mulut Devan.Devan menikmati makananya dengan seksama. Rasanya cukup lezat, dan menjadi semakin lezat karena disuap oleh tangan Cecil.Setelah memberikan suapan pada Devan, Cecil sendiri menyuap kuah sup dengan isian jamur kuping di sendoknya. "Hemmm." Gumam Cecil pelan. Rasanya tak kalah enak dari capcay pilihannya.Devan tersenyum s
Selimut Devan tersingkap dari wajahnya, membuat Cecil tergerak menyentuh kening lelaki itu. Sudah hampir dua jam, Devan tertidur. Suhu badannya juga tidak sepanas tadi. Tangan Cecil, berpindah ke rambut cepak Devan. Mengusapnya penuh kelembutan. Devan kalau tidur begini, terlihat sangat tampan. Wajahnya yang damai, membuatnya sangat menawan berkali-kali lipat. Berbeda kalau sedang bangun, pasti seperti banteng kesurupan. Galak banget.Pergerakan Devan membuat Cecil menarik tangannya. Dia tak ingin Devan terbangun karenanya. "Kenapa berhenti. Elus lagi dong."Suara Devan membuat Cecil tergagap. Kenapa dia bisa tahu? "Ka-kamu udah bangun?" Devan membuka mata. Melihat ekspresi lucu Cecil membuatnya ingin tertawa. "Sebenarnya aku udah bangun dari tadi. Tapi karena gak mau pelukanmu lepas, jadi aku pura-pura tidur. Eh, tiba-tiba kamu nyentuh dahi aku. Jadi makin semangat buat gak buka mata."Devan terkekeh pelan, melihat ekspresi Cecil yang terkejut. "Ih! Modus!""Modus ke istri, meman