"Manja sama istri sendiri, gak dosa kan? Goda Devan sambil menaik turunan alisnya. Cecil jadi salah tingkah, memilin ujung roknya hingga lecek."Sejak kapan kamu nganggep aku istri? Ingat ya! Cuman pura-pura!" tandasnya. Gadis, eh bukan! Sudah jadi milik orang. Perempuan itu membuang muka karena tak ingin terlihat merona di depan Devan."Cieee salting. Kenyataannya kan, kamu memang istriku. Bukan istri Zaki apalagi orang lain." Mendengar nama Zaki disebut, perasaan Cecil tak enak. Pasti Devan akan mengungkit-ungkit soal semalam.Cecil mengalihkan perhatian, dengan langsung menyuap sup jamur di mulut Devan. Tak lama, makanan di sendok itu sudah beralih ke mulut Devan.Devan menikmati makananya dengan seksama. Rasanya cukup lezat, dan menjadi semakin lezat karena disuap oleh tangan Cecil.Setelah memberikan suapan pada Devan, Cecil sendiri menyuap kuah sup dengan isian jamur kuping di sendoknya. "Hemmm." Gumam Cecil pelan. Rasanya tak kalah enak dari capcay pilihannya.Devan tersenyum s
Selimut Devan tersingkap dari wajahnya, membuat Cecil tergerak menyentuh kening lelaki itu. Sudah hampir dua jam, Devan tertidur. Suhu badannya juga tidak sepanas tadi. Tangan Cecil, berpindah ke rambut cepak Devan. Mengusapnya penuh kelembutan. Devan kalau tidur begini, terlihat sangat tampan. Wajahnya yang damai, membuatnya sangat menawan berkali-kali lipat. Berbeda kalau sedang bangun, pasti seperti banteng kesurupan. Galak banget.Pergerakan Devan membuat Cecil menarik tangannya. Dia tak ingin Devan terbangun karenanya. "Kenapa berhenti. Elus lagi dong."Suara Devan membuat Cecil tergagap. Kenapa dia bisa tahu? "Ka-kamu udah bangun?" Devan membuka mata. Melihat ekspresi lucu Cecil membuatnya ingin tertawa. "Sebenarnya aku udah bangun dari tadi. Tapi karena gak mau pelukanmu lepas, jadi aku pura-pura tidur. Eh, tiba-tiba kamu nyentuh dahi aku. Jadi makin semangat buat gak buka mata."Devan terkekeh pelan, melihat ekspresi Cecil yang terkejut. "Ih! Modus!""Modus ke istri, meman
Devan tercengang dibuatnya. Kenapa Cecil jadi menaruh curiga padanya? Beginikah rasanya dicurigai? Seperti kecurigaannya pada Cecil dan Zaki. "Kenapa jadi bahas-bahas perempuan itu? Dia itu cuman masa lalu aku loh. Aku udah buang jauh-jauh semua kenangan sama dia.""Kenapa? Bukannya mantan terindah? Kata orang, mantan terindah itu paling susah dilupa.""Siapa bilang? Ya, aku memang susah melupakannya. Lebih tepatnya melupakan pengkhianatan yang dilakukan.""Begitu juga dengan kenangan indah yang kalian ukir."Sejenak, Devan terdiam. Meresapi dalam-dalam ucapan Cecil. Ya, perempuan itu tak sepenuhnya salah. Karena nyatanya, dia masih sedikit menyimpan kenangannya dengan Dela."Jangan pernah berusaha membuka hati untuk yang baru, jika masa lalumu belum sepenuhnya usai. Percayalah, itu menyakitkan. Baik untukmu, atau pasanganmu kelak."Devan merunduk dalam. Lagi-lagi, ucapan Cecilia mampu menikam hatinya. "Maaf."Cecil tersenyum, meski hatinya sedikit terasa nyeri, tapi apa gunanya. Tapi
Di kamar, Cecilia masih terbayang dengan ucapan Devan tadi. Sejak saat itu, Cecil seperti memberi jarak pada Devan. Dia takut apa yang Devan ucapkan benar-benar kejadian."Cil, sini. Ngapain jauh-jauh gitu sih?" Panggil Devan sambil menikmati makanannya di atas sofa. Sementara Cecil sendiri terduduk waspada di tepi ranjang."Nggak! Nanti diperkosa!"Mendengar itu, Devan hampir tersedak. Dia lalu terkekeh sambil menyeruput es manado di tangannya. "Astaga! Kamu percaya? Jadi, itu yang buat kamu gak berani dekat-dekat?""Menurutmu?" Cecil berkata sewot. Sementara Devan malah terpingkal-pingkal. "Oh, ayolah! Aku cuman bercanda. Sini, duduk dekat aku." Devan kembali meletakkan esnya.Devan menepuk ruang kosong di sebelahnya. Pandangannya masih tertuju pada Cecil yang menatapnya penuh curiga. "Beneran ya?""Iya, aku gak akan sentuh. Aku capek hari ini, tapi gak tahu kalau besok-besok."Cecilia mencebikkan bibirnya. Berjalan ke arah Devan, lalu meninju lengan laki-laki itu. "Ngeselin banget
Atmosfer bumi memanas. Semakin sering berduaan dengan Devan, membuat jantungnya bertalu-talu. Hawa dingin AC yang nyala, tetap terasa panas di tubuh Cecilia."Mas, aku ke kamarku bentar ya, mau ambil charger. Batrai ponselku mau habis." Alibi Cecilia untuk menghindar dari Devan. setidaknya, dia bisa mengistirahatkan jantungnya yang berpacu cepat.Devan mengangguk mengiyakan. Tapi tak melepas sandarannya pada bahu Cecilia. "Langsung balik ya? Jangan lama-lama."Cecil memutar bola matanya malas. Bagaimana dia bisa beranjak kalau Devan masih gelendotan begini? "Lepas dulu, Mas. Aku gak bisa gerak."Devan meringis. Mengangkat kepalanya, lalu melepas cekalannya di lengan Cecil. "Dah, boleh pergi. 5 menit."Tidak menanggapi, Cecil pun langsung keluar. Sesampainya di kamar sendiri, Cecil langsung mengunci pintu itu. Membiarkan tubuhnya terhempas bebas di atas kasur. "Ah, leganya."Cecil sengaja tidak balik. Membiarkan tubuhnya istirahat di sini untuk beberapa waktu.5 menit, 10 menit, bahkan
Devan kelewat jujur. Utari sampai malu sendiri dibuatnya. Sementara Cecilia menyenggol lengan Devan agar lelaki itu tidak bikin malu. "Mas. Malu ih!"."Sama Mama ngapain malu? Mama juga udah paham. Wong dia pernah muda." Cecil benar-benar tak punya muka sekarang. Dia sampai salah tingkah dengan ulah suaminya."Mulutnya." Geram Cecil.Utari sendiri hanya bisa menahan tawa. Anaknya ini memang seloroh. "Tenang, Cil. Mama paham, kok. Devan memang begitu anaknya. Selengekan.""Siap, Ma. Oh iya. Mama mau bicara apa?"Utari tersenyum, hampir lupa dengan maksudnya. "Kita bicara di ruang keluarga saja ya? Kita diskusi juga sama papa."Cecil mengangguk. "Baik, Ma." Setelahnya, mereka sama-sama keluar untuk membahas bulan madu Devan dan Cecil di ruang keluarga.Sesampainya di sana, sudah ada Nicolas yang sudah menunggu.Dengan senyum hangatnya, Cecilia menyapa papa mertuanya itu."Pa." Nicolas membalas senyum Cecil. Setelahnya, dia langsung menyuruh semuanya untuk duduk.Utari berdehem sebenta
Cecil keluar dengan tampilan yang lebih segar. Tubuhnya terbalut dress putih tulang sepanjang lutut, bermotif bunga tulip dan rerumputan yang menjulang sebatas pinggang. dress tanpa lengan itu berpadu matching dengan kulitnya yang putih. Biasanya, Cecil memakai pakaian seperti ini ketika menjelang tidur. Tapi sepertinya, gadis itu akan memadunya dengan kardigan hitam pemberian almarhumah ibunya."Cari apa?" Tanya Devan ketika melihat gadis itu sibuk mengubek-ubek isi lemari. Tak kunjung ketemu, cecil pun frustasi."Cari kardiganku," jawab Cecil masih dengan mengubek isi lemari."Mau ke mana? Kok pakai kardigan?""Gak kemana-kemana. Ya aku risih aja, pakai baju gini depan kamu. Makanya aku cari kardigan. Giliran dibutuhin, malah gak ketemu." Ingin menangis rasanya. "Kalau risih ngapain di pakai? Kan masih ada baju lain. Sengaja ya, biar aku tergoda?" Tebak Devan, membuat Cecil memutar bola matanya."Aku kalau mau tidur biasa pakai gini. Lupa, kalau sekarang udah gak tidur sendiri lag
Devan bingung dengan perasaanya sendiri. Ya, dia tak bisa membohongi hati kecilnya. Nyatanya, nama Dela masih tersimpan di ruang terdalam milik Devan. Bahkan, lelaki itu tidak tahu harus berbuat apa sekarang."Kamu benar, Cil. Aku memang laki-laki berengsek! Aku memang masih memiliki rasa pada Dela, meski tidak sepenuhnya, walaupun perempuan itu sudah menyakiti aku sebegitu teganya. Tapi di sisi lain, aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiranmu di hidupku. Bahkan, aku merasa cemburu, saat orang-orang terdekatku berusaha mendekatimu. Aku menginginkan kalian berdua."Cecil berusaha menahan air matanya, kala kalimat itu terdengar dari mulut Devan. Pengakuan Devan benar-benar menghantam hatinya.Ya, mulut lelaki itu memang jujur, tapi Cecil tidak pernah menyangka sebelumnya, jika kejujuran itu akan membuatnya melemah. Sakit sekali ya Gusti.Cecil hanya bisa diam, menatap manik Devan. Apakah dia sanggup bertahan selama satu tahun? Sepertinya, dia tidak bisa. Baru sehari saja, rasanya sudah