Share

Istri Bayaran Sang Pewaris
Istri Bayaran Sang Pewaris
Penulis: Riyana Iyung

Bab 1

“Mana uangnya?!” 

Amanda Putriani—seorang gadis yang berdiri di balik meja resepsionis—tersentak dengan tubuh gemetar. Tiga pria bertampang seram yang baru saja masuk, membuatnya terpojok tak bisa melarikan diri.

Mereka adalah rentenir yang selama ini terus menghantui Manda. 

Manda menelan ludah, mencoba menenangkan diri, namun suaranya tetap bergetar, "A-aku … aku belum punya uangnya … Tolong beri waktu—”

"Waktu?!" Rentenir itu mendengus tajam, lalu tiba-tiba menyambar tangan gadis yang nampak sangat ketakutan itu. "Aku sudah muak dengan omong kosongmu. Kau ikut kami sekarang!"

Dengan kasar, pria itu menarik tangan Manda, menyeretnya keluar dari belakang meja. Manda berusaha melawan, namun tenaganya jauh lebih lemah dibanding para pria itu. Tubuhnya nyaris terseret, lututnya hampir menyentuh lantai.

"Tolong! Jangan!" Manda menjerit, mencoba melepaskan diri. Hatinya terasa hancur, ketakutan memenuhi dirinya. “Aku berjanji akan segera melunasinya!” jeritnya putus asa. 

Tapi suara Manda seolah tidak didengar. Dia tetap diseret hingga kemunculan seorang pria bersetelan rapi dari pintu lobi utama menghentikan mereka. 

"Lepaskan dia," suara bariton itu terdengar tegas berkata.

Sang rentenir berhenti, menoleh ke arah pria itu dengan tatapan tajam. "Siapa kau? Jangan ikut campur!"

Manda terpaku saat pria itu justru berjalan mendekat, wajahnya tenang tapi penuh ketegasan. 

"Aku calon suami gadis yang kau seret itu, lepaskan dia sekarang juga," ujarnya. Sepasang matanya menatap tajam ke arah rentenir itu. "Berapa utangnya? Aku akan membayarnya."

Manda yang masih setengah terseret, mendongak ke arah pria itu dengan mata lebar tak percaya. "C-calon suami?" bisiknya kaget.

Rentenir tertawa sinis, tetapi ia melepaskan cengkeramannya dari Manda. 

"Calon suami, ya? Bagus, kalau begitu bayar sekarang, atau aku akan membawa dia!"

Pria itu melangkah lebih dekat ke Manda, menempatkan dirinya di antara gadis itu dan rentenir. "Kau akan mendapatkan uangmu. Beri kami waktu beberapa hari. Sekarang pergi." 

Rentenir tampak ragu. Namun, aura dingin dan mendominasi pria ini menguar begitu tajam hingga membuat siapapun akan terintimidasi. 

“Aku pegang kata-katamu. Kami akan datang lagi untuk menagihnya!” kata rentenir itu kemudian. 

Begitu saja, mereka melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

Manda yang masih terguncang, mencoba menenangkan diri. Ia menatap Adrian—pria itu—dengan tatapan penuh bingung dan terima kasih. Manda masih belum bisa memahami apa yang baru saja terjadi. Mengapa pria ini tiba-tiba menolongnya dan mengklaim dirinya sebagai calon suami?

"Kau baik-baik saja?" tanya Adrian memecah keheningan.

Manda mengangguk pelan, meskipun kenyataannya pikirannya kacau. Ia masih merasa tertekan oleh rasa takut dan cemas. 

"T-tapi... kenapa Anda lakukan itu? Harusnya Anda tak perlu terlibat," ucapnya ragu, suara Manda sedikit bergetar.

Adrian menatapnya sejenak, pandangannya seolah menembus Manda, dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat Manda merasa sedikit tidak nyaman. 

"Aku tidak bisa membiarkan seseorang diperlakukan seperti itu di hadapanku. Dan kau... kau terlihat membutuhkan bantuan, kau tidak akan bisa menghadapi mereka sendirian." jawab Adrian, nada suaranya datar namun mantap.

"Kau butuh uang?" tanya laki-laki berusia 30 tahun itu, dengan serius. 

Manda tidak langsung menjawab. Ia memang sering berpapasan dengan Adrian karena pria itu tinggal di apartemen tempatnya bekerja ini. Tapi rasanya aneh jika Manda terbuka tentang hal-hal yang bersifat pribadi, apalagi masalah utang.

Tapi, karena Adrian terus menatapnya lekat menanti jawaban, ia pun akhirnya mengangguk pelan. "Y-ya. Keluargaku terlilit utang pada rentenir itu, dengan nominal yang sangat banyak." 

"Aku bisa membayar semua utangmu." 

Ucapan Adrian membuat Manda langsung menatapnya kaget. "Ma-maksudnya?" tanyanya bingung. “Apa Anda sedang bercanda?”

"Apa aku terlihat sedang bercanda?" tanya Adrian balik. 

Manda menggeleng kaku. Adrian memang tidak terlihat bercanda. Bahkan, wajah tanpa ekspresinya itu tampak sangat serius. 

"A-aku hanya tak percaya ada orang sebaik—" 

"Tapi tentunya ini semua tidak gratis,” sela pria itu, membuat Manda terdiam. “Ada imbalan yang harus dibayar," lanjut Adrian.  

Hati Manda langsung berdebar kencang. Prasangka buruk kini menguasai dirinya, terutama setelah menyadari bagaimana tatapan Adrian beberapa kali menyapu tubuhnya, seolah menilai dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

"S-syarat apa?" tanyanya, mencoba terdengar tenang, namun kekhawatirannya tidak bisa disembunyikan.

Adrian mendekat sedikit, namun tetap menjaga jarak yang sopan. "Aku butuh seseorang yang bisa membantuku... dalam beberapa hal," katanya, suaranya tetap tenang. "Kau harus mengikuti apa yang aku perintahkan, dan kalau kau mau, kita bisa buat kesepakatan. Sebagai kompensasi dari utang yang akan kubayar."

Manda belum merasa lega setelah mendengar syarat itu. Ia tetap saja merasa curiga. Pria ini … membuatnya sedikit takut.

"Maksud Anda?" tanya Manda lagi, ingin memastikan bahwa pria ini tidak punya niat tersembunyi.

"Kau bisa hamil kan? Sehat?"  

Deg! Manda menelan ludah kasar mendengar pertanyaan tanpa tedeng aling-aling itu. 

"Ke-kenapa Anda menanyakan hal itu?!"

Untuk sesaat, keheningan terasa menggantung di udara. Hingga akhirnya, Adrian menjawab dengan nada yang begitu tenang, seolah-olah hal yang akan ia sampaikan adalah sesuatu yang biasa.

"Kau harus menikah denganku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status