Share

Bab 6

Hari yang ditunggu datang juga, pernikahan sederhana tersebut dilakukan secara sangat sederhana di ruang tamu kediaman keluarga besar Maulana Malik.

Amanda yang siang itu terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya berwarna putih dan rok jarik berwarna coklat keemasan, hingga menjadi perpaduan yang sangat pas dan indah dipandang mata. 

Setelan kebaya yang sangat pas di kenakan oleh Manda itu, membuatnya semakin terlihat anggun dan menarik, meskipun memperlihatkan bentuk tubuhnya, yang padat dan berisi. tak hanya itu, rambutnya pun disanggul kekinian dengan make up yang juga sederhana, dan tak berlebihan. 

"Mbak ini beneran loe mau nikah?" tanya Deswita tak percaya. 

Sebab Amanda memang baru saja memberitahukannya sehari sebelum pernikahan ini akan berlangsung, tentunya atas persetujuan Adrian, dengan alasan agar tak menimbulkan kecurigaan dari keluarga besarnya, dari mana Manda mendapatkan banyak uang untuk melunasi hutang. 

Menurutnya Deswita yang mengetahui kebenaran itu akan sangat berguna nantinya.

Adrian pun akhirnya mengizinkan, dengan harapan adik kandung Amanda itu bisa menjaga rahasia mereka dengan baik. 

"Kan sudah mbak ceritakan Wita, Mbak terpaksa lakukan ini, agar hutang hutang Mama dan Papa bisa cepat lunas, Mbak nggak tega jika setiap hari keluarga kita diteror oleh para debt colector itu, Wita." 

"Tapi kenapa nggak beritahukan kabar ini pada Mama dan Papa, mereka berhak tau Mbak, kamu ini anaknya," protes Deswita lagi.  

"Entahlah Wit, Pak Adrian yang menginginkan itu, sedang Mbak nggak bisa berbuat napa-apa selain menerima syarat itu." 

"Apa sih yang sebenarnya Pak Adrian itu takutkan dengan memberitahukan pada Papa dan Mama," heran Deswita.

"Sudahlah Wita, semua sudah terjadi juga, yang penting kamu doakan semoga mbak bisa cepat hamil dan menyudahi pernikahan ini, ya, setelah itu kita bisa hidup tenang, Mbak bisa meneruskan kuliah Mbak, begitu juga kamu, bisa kuliah setelah lulus nanti," ucap Manda memegang kedua bahu adiknya. 

"Terus nasib anak loe nanti gimana Mbak?"

"Tak perlu kamu khawatirkan soal itu, setidaknya Mbak tahu kehadirannya memang sudah dinantikan oleh keluarga ini, mereka semua akan menyayangi juga mencintai anak Mbak dengan sepenuh hati, termasuk Papa dan juga neneknya.

Disamping Mbak yakin semua kebutuhan hidupnya pasti akan terjamin disini, dan Mbak juga masih di ijinkan untuk bertemu dengan anak itu, tanpa menghilangkan identitas anak itu nantinya, bahwa dia adalah anak kandung Mbak dan Pak Adrian. 

Ya, meskipun niat dan tujuan pernikahan ini tak benar, tapi dia akan dilahirkan dengan penuh cinta dari orang-orang disekelilingnya, dia akan menjadi anak yang dirindukan oleh keluarga ini, dengan itu semua, in sya Allah Mbak ikhlas, Wita," tutur Manda menjelaskan. 

"Gue nggak kebayang Mbak, loe bakalan menikah dengan jalan kaya gini, dan semua loe lakuin demi keluarga kita, makasih ya Mbak loe udah berusaha lakuin banyak hal, gue janji jika ada yang bisa gue lakukan, atau jika loe butuh bantuan gue, loe jangan sungkan untuk katakan ya Mbak." 

Manda tersenyum, "In sya Allah, makasih ya, Wit, Mbak minta tolong setelah dari sini nanti loe jagain Mama dan Papa dirumah sakit, Mbak akan coba minta izin pada Pak Adrian dan tante Marisa untuk menjenguk Papa setelah prosesi pernikahan ini selesai." 

Deswita mengangguk setuju, kedua Kakak beradik ini berpelukan erat, dan saling mensupport satu dengan lainnya. 

"Mbak Manda," suara panggilan dari arah luar pintu memanggil, Deswita mendekat pada pintu dan membukanya. 

"Maaf Mbak, proses Ijab Qabul sebentar lagi akan berlangsung, Mbak Manda diharap keluar sekarang." ucap Kiki, salah seorang asisten rumah tangga di rumah Adrian.

"Gimana Mbak, loe sudah siap kan?" tanya Deswita memastikan. 

Manda mengangguk seraya tersenyum manis, "Ayuk, kita kedepan sekarang." 

Sementara itu, diruang tamu rumah tersebut telah berkumpul beberapa, diantaranya adalah penghulu bersama dengan seorang petugas dari kantor urusan agama setempat, dua orang saksi dari pihak Adrian dan yang diwakili oleh kepala RT tempat dimana Adrian tinggal, sedang dari pihak Amanda diwakili oleh Rendy, Asisten pribadi Adrian.

Setelah serangkaian acara, sampailah saat dimana sang penghulu memberikan khotbah pernikahan, dimana demi menambah kekhidmatan Proses pernikahan tersebut penghulu biasanya memberikan wejangan yang berisi tentang nasihat suami istri sehingga kehidupan rumah tangganya bisa berjalan harmonis.

Sesaat semua orang dalam ruangan itu, terdiam, mendengarkan secara seksama apa yang dikatakan oleh penghulu, tapi tidak dengan Adrian, Ia yang saat ini duduk persis didepan penghulu justru sama sekali tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sang penghulu. 

"Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang saya inginkan, meskipun begitu, saya sadar pernikahan ini adalah jalan keluar terbaik tanpa menyakiti pihak manapun, semoga semua berjalan sesuai dengan rencana, agar sandirwara ini cepat berakhir," harap Adrian dalam hatinya, menatap nanar pada buku nikah yang sebentar lagi menjadi miliknya, dengan wanita yang tak di cintainya. 

"Semua siap, bisa kita mulai sekarang?" tanya penghulu. 

"Siap," jawab semua orang di meja tempat ijab qabul itu akan dilakukan. 

"Baik saya sampaikan sekali lagi ya, oleh sebab wali dari pengantin wanita sedang sakit dan dirawat dirumah sakit, maka untuk wali nikahnya telah dilimpahkan pada hakim yang dalam hal ini adalah saya, benar begitu?" 

"Iya benar Pak penghulu, keluarga mempelai wanita hanya di hadiri oleh adik kandung mempelai wanita saja," ujar Rendy yang mewakili saksi pihak keluarga Amanda.

"Pengantin pria juga siap ya?" tanya penghulu lagi, meyakinkan, setelah beliau menyadari bahwa pandangan mata sang pengantin pria adalah tatapan yang kosong. 

Adrian tak menjawab. 

"Pak, Pak Adrian," panggil Rendy menyadarkan lelaki yang duduk tepat disampingnya.

"Iya ... saya," jawab Adrian gelagepan. 

"Gimana? Sudah siap kan Mas?" tanya penghulu lagi meyakinkan. 

Adrian mengangguk, "In sya allah siap Pak penghulu." 

Lalu sejurus kemudian sang penghulu mengulurkan tangannya pada Adrian, awalnya disambut ragu, namun pada akhirnya lelaki itu meraih tangan penghulu dan kemudian menjabatnya erat.

Suasana seketika menjadi khidmad, sementara para tamu memahami kesakralannya dalan hening, mengamati setiap kata demi kata dan juga gerakan yang dilakukan oleh penghulu.

Tak lama kemudian, 

"Saya terima nikah dan kawinnya Amanda Putriani binti Surya, dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang tunai senilah tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah, dibayar tunai." ucap Adrian dalam sekali tarikan nafas. 

"Gimana saksi? Sah?"  tanya penghulu. 

"Sah!" jawab para saksi bersamaan. 

"Alhamdulillah." ucap penghulu diikuti hampir seluruh orang yang ada disana, kemudian dilanjutkan dengan doa. 

Tak terkecuali Adrian, tangannya menengadah keatas seolah ia sedang memanjatkan doa yang terbaik untuk pernikahannya, meskipun pada kenyataan tak seperti itu, ia justru bersedih, karena pernikahan ini harus dipilihnya. 

"Maafkan saya ... maaf, saya tak punya pilihan lain," batin Adrian, pasrah. 

"Alhamdulillah, kedua mempelai sudah sah sebagai pasangan suami dan Istri secara agama maupun negara, silahkan kedua mempelai untuk menandatangi buku nikah," ucap sang penghulu. 

Pengantin wanita---Amanda Putriani, kini memasuki tempat dilakukannya prosesi ijab qabul. Wanita berperawakan tinggi, dengan bentuk tubuh yang padat berisi namun tak gemuk itu, kini menyungging senyum sumringah dari bibirnya yang tebal, menambah perpuduan yang sangat indah membuat siapapun yang melihatnya menjadi sangat terpesona oleh kecantikannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status