Share

Bab 4

Author: Riyana Iyung
last update Last Updated: 2024-05-31 22:30:09

Adrian memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumah keluarganya yang luas. Manda duduk di kursi penumpang, diam tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. 

Pandangannya terpaku pada rumah besar bergaya Eropa klasik yang berdiri megah di hadapannya. Pilar-pilar putih yang tinggi dan jendela-jendela besar dengan bingkai emas membuat rumah itu terlihat seperti istana dalam film-film. 

‘Ini rumah atau istana?’ puji Manda dalam hatinya, terkagum-kagum memandang rumah itu. 

Ya, di sinilah ia sekarang, di depan rumah orang tua Adrian. Mereka sudah melakukan tes kesuburan, dan setelah mendapatkan hasil yang diinginkan, Adrian langsung membawa Manda untuk bertemu dengan orang tuanya.

"Sayang?" Adrian memanggil, membuyarkan lamunan Manda. Suara bariton itu terdengar begitu lembut, membuatnya meremang.

Manda menoleh dengan cepat. "Sa-sayang?" sahutnya gugup, tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar. 

"Jangan ge-er, saya hanya latihan supaya tidak canggung di depan mama saya," ujar Adrian ketus, kembali seperti pribadinya yang biasa. 

"O-oh, baik," kata Manda mengerti. Hampir saja jantungnya copot karena panggilan mesra yang sangat asing itu! 

"Kamu siap?" tanya Adrian, lagi-lagi membuat Manda terkejut dengan perubahannya. 

‘Dia bunglon atau apa? Cepat sekali berubahnya!’ gerutu Manda dalam hati.

"Ingat ya, kamu harus kalem, selalu senyum, dan bersikap sopan. Mamaku orang yang sangat memperhatikan tata krama. Kalau kamu bisa menaklukkannya, sisanya akan mudah. Paham?" 

Manda menelan ludah. "Iya, aku paham," katanya, meski dalam hati, rasa gugupnya semakin memuncak. Ia membayangkan ibu Adrian seperti karakter mertua jahat dalam sinetron, kaya raya, dingin, dan menilai segala sesuatu hanya dari status sosial. 

Bagaimana jika ia tidak menyukai Manda? Bagaimana jika .... Manda jadi sibuk sendiri dengan pikirannya memikirkan berbagai macam kemungkinan.

"Manda," suara Adrian sekali lagi mengagetkannya.

"Oh ... maaf," Manda tersadar. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. 

Mereka berdua lantas keluar dari mobil, dan Manda bisa merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Adrian menggandeng tangannya dengan lembut. Genggaman itu cukup erat untuk memberikan rasa nyaman, namun tetap mengejutkan Manda.

"Kita harus terlihat meyakinkan," bisik Adrian sambil berjalan di sampingnya. "Aku ingin ibu percaya bahwa kita benar-benar pasangan kekasih." 

Manda mengangguk patuh, meskipun hatinya masih dipenuhi kebingungan. Mereka baru saja mulai dekat, dan kini Adrian sudah membawanya ke situasi yang penuh tekanan ini. 

Tentu, Manda punya alasan yang kuat, yaitu utang besar yang harus dibayarnya, dan tawaran Adrian untuk menikahinya adalah satu-satunya jalan keluar yang ia miliki saat ini. Tapi tetap saja, perasaan canggung tak bisa dihindari.

Mereka memasuki rumah yang luas, dan Adrian membawanya menuju ruang keluarga. Setiap sudut rumah itu terasa mewah. Lukisan-lukisan besar menggantung di dinding, sementara lantai marmer mengilap di bawah kaki mereka. Manda menelan ludah, mencoba menjaga ekspresi wajahnya agar tetap tenang.

Di ujung ruangan—Marisa—ibu kandung Adrian, telah menunggu. Wanita itu duduk di sofa dengan anggun, mengenakan gaun elegan berwarna pastel yang mempertegas kesan kebangsawanan. Wajahnya tenang, namun sorot matanya tajam, memperhatikan setiap langkah mereka dengan seksama.

Adrian menggenggam tangan Manda lebih erat ketika mereka mendekati ibunya. 

"Hai, Ma." Adrian menyapa, lantas mencium pipi kanan dan kiri wanita paruh baya itu. 

"Mama sudah lama sekali tak bertemu denganmu, Adrian. Kamu jarang sekali pulang," ucap wanita itu dengan lembut. 

"Maaf, Ma, tapi aku benar-benar sedang sibuk sekarang ini." 

"Ya, ya, kamu selalu bilang begitu Adrian." Dari raut wajah Marisa terhambat kekecewaan yang mendalam. 

"Oh ya Ma, seperti yang aku bilang kemarin, aku datang ingin memperkenalkan mama dengan seorang gadis,” kata Adrian sambil menoleh dan tersenyum pada Manda. “Ini dia Ma, namanya Manda," ujarnya dengan nada ringan, seolah pertemuan ini bukan hal yang besar. "Kekasihku."

Manda tersenyum, meski senyum itu terasa kaku. "Selamat sore, Tante," sapanya dengan suara pelan namun sopan. Ia mengulurkan tangannya pada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. 

Marisa menatap Manda dari ujung kepala hingga kaki, sebelum akhirnya ia menyambut uluran tangan gadis itu, sambil tersenyum tipis. 

"Jadi ini pacar Adrian sekarang?" katanya dengan nada yang sulit ditebak, namun tetap terdengar ramah. 

“Iya, Ma," jawab Adrian sambil tersenyum, penuh percaya diri.

Manda merasa tubuhnya sedikit bergetar di bawah tatapan Marisa. Namun, ia berusaha keras untuk tetap tenang. 

"Senang bisa bertemu dengan Tante," ucapnya setelah itu. 

Marisa mengangguk. "Aku juga senang bisa bertemu denganmu, Manda. Tapi, terus terang, aku tidak menyangka dia akan membawa seseorang ke rumah ini dengan begitu tiba-tiba."

Adrian terkekeh, seolah tak terpengaruh oleh komentar ibunya. "Ya, mungkin ini sedikit mendadak, tapi aku memang ingin mama segera mengenalnya."

Marisa menatap Adrian dengan alis yang sedikit terangkat. "Kamu bilang ingin menikahinya. Benarkah itu, Adrian?"

Manda merasa jantungnya hampir berhenti berdetak. Pertanyaan itu langsung menusuk tepat di inti persoalan. Dia tahu bahwa Adrian sudah mengatakan hal ini kepada ibunya, tetapi mendengarnya secara langsung masih membuatnya merasa sedikit canggung.

Adrian mengangguk mantap. "Benar, Ma. Aku berencana menikahi Manda dalam waktu dekat."

Marisa terdiam sejenak. Tatapannya beralih dari Adrian ke Manda, seakan menilai setiap gerakan dan ekspresi mereka. 

"Kamu tahu, Adrian," katanya pelan, "Mama tidak pernah mendengar cerita apapun tentang kamu yang punya pacar sejak putus dari gadis itu, apalagi soal rencana pernikahan. Dan sekarang, tiba-tiba kamu muncul dengan seorang gadis dan mengatakan akan menikahinya.”

Pernyataan Marisa membuat Manda terpaku. Ia merasa gelisah, terlebih tatapan wanita paruh baya itu begitu intens, seolah tengah menelanjanginya.

“Jujur pada mama Adrian, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa ini terkesan sangat mendadak? Mama jadi sedikit ... curiga." 

Mata Marisa tetap tertuju pada kedua orang di hadapannya, secara bergantian, pandangannya tajam, menuntut jawaban.

Tapi, baik Adrian atau pun Manda, hanya bisa terdiam. Apakah kebohongan mereka akan terbongkar secepat ini? 

Related chapters

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 5

    Manda berusaha menenangkan diri. Bagaimana pun, mereka sudah sejauh ini. Tidak mungkin mundur lagi. "Tante, maaf kalau saya lancang, saya mengerti kalau ini mungkin terasa sangat mendadak, tapi ...," ia mencoba menjelaskan, meskipun suaranya sedikit gemetar. "Kami benar-benar serius dengan hubungan ini. Jadi, kami pikir buat apa menunggu lebih lama." Adrian mengangguk setuju. "Manda benar Ma, aku tahu ini terlihat cepat, tapi aku sudah memikirkannya dengan baik. Dan Manda adalah orang yang tepat untukku."Marisa masih memandang mereka dengan tatapan skeptis, tetapi perlahan seulas senyum terbit di bibirnya. "Adrian, kamu selalu punya caramu sendiri dalam membuat keputusan. Mama hanya ingin memastikan bahwa ini bukan keputusan yang terburu-buru, terutama karena kamu belum lama putus dari wanita itu."Manda merasakan sedikit ketegangan dalam suasana. Sebutan "wanita itu" sudah ia dengar dua kali, membuatnya jadi tahu bahwa yang dibicarakan pastilah mantan kekasih Adrian. "Ma, aku su

    Last Updated : 2024-06-05
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 6

    Hari yang ditunggu datang juga, pernikahan sederhana tersebut dilakukan secara sangat sederhana di ruang tamu kediaman keluarga besar Maulana Malik. Amanda yang siang itu terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya berwarna putih dan rok jarik berwarna coklat keemasan, hingga menjadi perpaduan yang sangat pas dan indah dipandang mata. Setelan kebaya yang sangat pas di kenakan oleh Manda itu, membuatnya semakin terlihat anggun dan menarik, meskipun memperlihatkan bentuk tubuhnya, yang padat dan berisi. tak hanya itu, rambutnya pun disanggul kekinian dengan make up yang juga sederhana, dan tak berlebihan. "Mbak ini beneran loe mau nikah?" tanya Deswita tak percaya. Sebab Amanda memang baru saja memberitahukannya sehari sebelum pernikahan ini akan berlangsung, tentunya atas persetujuan Adrian, dengan alasan agar tak menimbulkan kecurigaan dari keluarga besarnya, dari mana Manda mendapatkan banyak uang untuk melunasi hutang. M

    Last Updated : 2024-11-05
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 7

    Acara ijab kabul Adrian dan Amanda telah selesai dilakukan. Para tamu undangan pun, telah meninggal tempat acara, menyisakan pengantin baru, juga keluarga pihak laki-laki. Manda dan Deswita duduk berdampingan, keduanya telihat kikuk, berada di tengah-tengah orang kaya membuat mental mereka ngedrop seketika. Sesekali keduanya nampak berbisik, namun lebih banyak diam dengan kedua tangan mereka yang saling menggenggam erat. Sedangkan Adrian, duduk di sisi lainnya yang tak jauh dari istrinya. Ia terlihat asik memainkan benda pipih miliknya, seolah tak peduli pada wanita yang baru saja dinikahinya. "Manda, masih disini, sayang." Marisa mengambil tempat duduk disamping menantunya. "Nggak pengen ganti baju aja, biar lebih santai." "Ehm, nanti aja Tan." "Lho, kok manggilnya tan, sih. Mulai sekarang biasakan manggil saya Mama. Oke." Manda tersenyum, "Iya tan. Eh, Ma." "Nah, begitu dong." Marisa menyandarkan tubuhnha. "Alhamduli

    Last Updated : 2024-11-06
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 8

    "Ehm, Pak Adrian, Anda ...." Belum sempat Amanda meneruskan kalimatnya, Adrian sudah terlebih dahulu memotong. "Aku akan menunggu kamu di sini," katanya singkat, suaranya terdengar dingin.Manda hanya mengangguk kecil, merasa suasana di antara mereka begitu kaku. Tanpa bicara apa-apa lagi, ia membuka pintu, hendak beranjak turun. "Tunggu dulu." Manda kembali keposisinya, begitu juga dengan Deswita yang duduk dibangku belakang, ia terdiam dan melihat kearah Kakak iparnya. "Biasakan jangan panggil aku Pak. Apalagi kalau di rumah mama." "Jadi, saya harus panggil anda apa?" tanya Manda balik. "Apa saja asal jangan Pak." Manda berpikir, "Abang? Mas? Atau Aa?" ujarnya hati-hati, takut tidak berkenan dihati suaminya. "Ayang bebs aja mbak. Lebih romantis, biasanya kalau anak remaja pacaran jaman sekarang manggilnya gitu.. Gimana? Bagus kan?" celetuk Deswita yang sontak mendapat tatapan ta

    Last Updated : 2024-11-07
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 9

    "Oh, itu," ucap Deswita sambil berpikir cepat. "Itu mobil temannya Kak Manda, ma," jawab Deswita akhirnya, sambil berusaha tersenyum senatural mungkin. "Dia cuma nganterin kami ke sini, karena tadi agak buru-buru. Iya kan Kak?" Amanda terkejut mendengar namanya diucap. "Eh, ehm, iya ma, mobil teman aku, kebetulan searah, jadi dia menawarkan menganterin kami dulu." lanjut Amanda menarik paksa kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyuman, ia terlihat gugup. Herawati mengangguk pelan, seolah menerima penjelasan itu. Namun, ada sesuatu di matanya yang menunjukkan bahwa ia belum sepenuhnya yakin."Oh mobil teman kamu. Pasti teman kamu itu orang kaya ya? Mobilnya aja bagus banget lho, pasti mahal. Kalau mama boleh tahu, memang teman kamu kenal dimana?" interogasi Herawati lagi. "Oh, itu ma, anu, teman ... teman," ujarnya terbata, melirik kearah Deswita yang seketika memalingkan wajahnya. "Teman aku yang tinggal di apartemen tempatku bekerja."

    Last Updated : 2024-11-13
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 10

    Adrian berdiri di depan pintu kamar yang saat ini menjadi merupakan kamar pengantinnya dengan Amanda. Pikirannya penuh dengan kebingungan dan kegelisahan. Sudah sejak beberapa menit lalu, ia mondar-mandir di depan pintu tanpa berani masuk. Adrian terjebak dalam situasi yang sulit, di dalam kamar itu ada Amanda, wanita yang baru saja menjadi istrinya pagi tadi. Namun, tidak seperti pernikahan pada umumnya, hubungan mereka tidak didasari cinta, membuat suasana terasa kaku."Masuk tidak … masuk tidak …." gumam Adrian sambil menghitung kancing kemejanya satu per satu, mirip dengan siswa yang sedang mengisi jawaban pilihan ganda tanpa tahu jawabannya."Kalau aku masuk, aku harus ngapain?" pikirnya galau. "Apa ... aku harus menyentuhnya?" Adrian merasa gugup sendiri, bahkan sampai mengusap wajah dan menjambak rambutnya karena merasa sangat frustasi.Di saat yang sama, pikirannya bercabang. "Tapi, kalau aku nggak masuk, aku tidur di mana? Masa

    Last Updated : 2024-11-13
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 11

    Amanda terbangun lebih dulu pagi itu. Ia melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah lima, ia lalu bangkit perlahan agar tidak membangunkan Adrian yang masih tertidur. Setelah berwudhu dan sholat dua rakaat, Amanda duduk termenung di tepi ranjang. Meski telah resmi menjadi istri Adrian, semua ini masih terasa asing. Amanda merasa canggung dengan peran barunya, apalagi ini adalah pagi pertama setelah pernikahan mereka."Aku ngapain ya?" pikirnya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Duh ngapain sih biasanya orang-orang itu setelah menikah dan tinggal dirumah mertuanya? Apa aku bantu-bantu saja ya pekerjaan dirumah ini." gumamnya bicara sendiri. Setelah melirik sekilas ke arah Adrian yang masih tertidur pulas, Amanda memutuskan untuk keluar kamar. Namun begitu keluar kamar dan melangkah ke ruang tengah, Amanda mendapati rumah itu sudah tertata rapi dan bersih. Tak ada yang perlu dibersihkan lagi."Apa semua sudah dikerjakan?"

    Last Updated : 2024-11-14
  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 12

    Belum juga Amanda selesai menikmati sarapannya, gadis itu melirik kearah jam didinding. Waktu semakin beranjang siang, ia lalu mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan pamet pada mertuanya. Ia belum begitu terbiasa dengan suasana formal keluarga Adrian. Namun, Amanda menyadari ia tidak bisa menunda lebih lama lagi. Pekerjaan sudah menunggu."Ma." panggil Amanda takut-takut. "Iya Manda." "Ma, saya mau pamit berangkat ke kantor," ujar Amanda dengan sopan.Marisa menatapnya sejenak, sedikit mengernyitkan alis. "Ke kantor? Untuk apa lagi, Amanda?" tanyanya penuh selidik. "Adrian sudah cukup mampu memenuhi semua kebutuhanmu, kan? Kamu sekarang sudah jadi istri, tak usah capek-capek kerja."Amanda terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Sebagai perempuan mandiri yang terbiasa bekerja keras, berhenti bekerja tiba-tiba rasanya berat. Di saat ia sedang kebingungan mencari jawaban yang pas, Adrian buru-buru menyahut, seolah me

    Last Updated : 2024-11-16

Latest chapter

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 36

    Suasana dalam mobil terasa begitu sunyi. Hanya suara deru mesin dan roda yang bergesekan dengan jalan yang terdengar. Adrian duduk di balik kemudi, sesekali melirik ke arah Manda yang tetap memandang ke luar jendela dengan ekspresi dingin. Ia tahu, ia harus mengatakan sesuatu.Setelah mengumpulkan keberanian, Adrian akhirnya membuka mulut. "Manda, aku mau minta maaf."Tak ada reaksi dari Manda. Wanita itu tetap memandang ke luar jendela, seolah tak mendengar permintaan maaf Adrian.Adrian menghela napas. "Aku tahu aku salah. Aku nggak seharusnya mengucapkan nama itu saat kita sedang bersama, tapi .... " Adrian menjeda kalimatnya, Ia menoleh kearah wanita disampingnya. Manda masih bergeming, tangannya terlipat di atas pangkuan. Ia terlihat begitu tenang, tapi Adrian tahu, di balik ketenangan itu, ada perasaan yang terluka."Manda ..." Adrian memanggilnya lagi, mencoba menarik perhatian.Kali ini, Manda mengger

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 34

    Adrian langsung menjawab tanpa ragu, "Tentu saja bisa, Bu. Saya tidak keberatan sama sekali."Manda yang sedang berdiri di sampingnya menatap Adrian dengan mata membola. "Apa?" bisiknya kaget, tapi Adrian pura-pura tak mendengar."Nah kan, bagus kalau begitu!" kata Bu Herawati dengan wajah cerah. "Ayo masuk, Pak Adrian. Saya sudah siapkan makanan di meja makan."Manda tak bisa berbuat apa-apa selain mengalah. Ia mendesah pelan sambil menunduk. Dalam hati, ia mengutuk Adrian yang membuatnya tak bisa membantah ibunya. Dengan setengah hati, ia mengikuti langkah ibunya dan Adrian ke dalam rumah.Di ruang makan yang sederhana namun rapi, Bu Herawati memperkenalkan Adrian kepada suaminya. "Pa, ini bosnya Manda, Pak Adrian. Dia baik sekali sampai mau jemput Manda ke kantor."Pak Surya yang sedang memegang koran langsung meletakkannya di meja dan berdiri untuk menjabat tangan Adrian. "Wah, bosnya Manda ya? Senang sekali bisa bertemu. Saya Surya, papa Manda."Adrian tersenyum sopan sambil m

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 33

    Adrian mengetuk pintu pelan, menunggu dengan sabar sambil merapikan kerah jasnya. Tak lama, pintu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Herawati yang mengenakan daster bunga-bunga sederhana."Assalamu'alaikum," sapa Adrian dengan senyum sopan."Wa'alaikumsalam," jawab Bu Herawati, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Oh, bapak ... bukannya bosnya Manda ya, yang malam itu juga datang kemari?"Adrian tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Bu. Saya Adrian. Kebetulan pagi ini saya datang untuk menjemput Manda. Apakah dia masih di rumah?""Oh, masih, Pak Adrian. Tunggu sebentar ya." Bu Herawati tersenyum lebar, merasa senang dengan kehadiran bos putrinya yang tampan itu. "Eh, tapi ... ada keperluan apa sampai menjemput ke rumah?" tanyanya ingin tahu. Adrian menjelaskan dengan tenang, "Ada sesuatu hal yang perlu saya bicarakan, sebelum meeting pagi ini, saya takut, waktunya tidak keburu, jadi saya pikir lebih baik kami ke ka

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 32

    "Aku ingin ... Aku ingin kamu," kata Adrian langsung, tanpa berputar-putar.Manda tercengang, wajahnya memerah seketika. "Apa? Apa maksudmu, Adrian?" tanyanya, suaranya bergetar."Aku tidak bisa memikirkan hal lain sejak tadi. Aku ingin kamu. Aku ingin menikmati tu buhmu, sekarang juga." pinta Adrian sedikit memdesah, nafasnya memburu, seiring dengan gairahnya yang sedang tinggi Manda terdiam, hatinya berdebar keras. Ia tidak tahu harus berkata apa, hanya menatap Adrian dengan mata yang membulat."Adrian, aku ..."Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Adrian sudah mendekat, mengecup bibirnya dengan lembut. Manda tidak sempat menolak atau memberi respons. Tubuhnya kaku sejenak, tetapi ia tidak mendorong Adrian untuk menjauh.Sentuhan itu terus berlangsung, Adrian manarik pinggang Manda, agar tubuh keduanya kian dekat. Dan Adrian tidak berhenti, Ia lantas membimbing tubuh istrinya perlahan ke arah ranjang. Denga

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 31

    Adrian duduk di sofa dengan wajah murung, sementara Manda bersiap-siap pergi ke kantor. "Aku pergi dulu, jangan lupa makan dan minum obat. Semoga cepat sembuh ya." Manda melangkah ke arah pintu, namun, suara Adrian membuatnya menghentikan langkah kakinya. "Berhenti," ucap Adrian tegas.Manda menoleh, keningnya berkerut. "Kenapa? Saya harus ke kantor, ada laporan yang harus saya selesaikan 'kan?"Adrian menatapnya dingin. "Kamu nggak perlu ke kantor hari ini. Kamu tetap di sini. Ada hal yang lebih penting untuk kamu selesaikan."Manda mengangkat alis, bingung. "Apa maksudnya? Aku nggak ada urusan lainnya, mas."Adrian berdiri perlahan, memegang perutnya yang masih terasa nyeri."Tanggung jawab. Kamu harus tanggung jawab karena bikin saya menderita semalaman gara-gara nasi goreng pedes itu."Manda hampir tertawa, tapi ia menahannya. "Mas, aku sudah bilang kan, itu bukan salahku. Kan sudah aku bilang agar di

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 30

    "Aduh perutku.' ucap Adrian, ketika terbangun dengan rasa nyeri yang tajam di perutnya. Malam itu terasa panjang. Berkali-kali ia harus bolak-balik ke kamar mandi karena diare yang tak kunjung reda. Setelah beberapa jam, tubuhnya terasa lemas, dan peluh dingin membasahi wajahnya."Pasti gara-gara nasi goreng semalam," gumamnya dengan nada kesal. "Awas kamu ya Manda, kamu harus bertanggung jawab." sungutnya kesal. Ia lantas meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Jemarinya langsung mencari nama Manda di daftar kontak. Tanpa ragu, ia menekan tombol panggil.Sementara gitu, di tempat lain, Manda terbangun oleh dering telepon yang terus-menerus mengganggu tidurnya. Nomor tak dikenal terpampang di layar ponselnya, membuatnya enggan menjawab."Siapa sih pagi-pagi begini? Astaghfirullah hal Adzim, belum juga subuh, ganggu saja." gumamnya sambil mematikan suara ponsel.Namun, telepon itu kemba

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 29

    "Kamu yakin ini tempatnya?" tanya Adrian sambil melirik kearah sekitar.Mobil Adrian kini telah berhenti di depan sebuah warung nasi goreng pinggir jalan. Lampu neon sederhana menerangi meja-meja kayu yang berjejer rapi. Aroma khas bumbu nasi goreng menyeruak di udara."Iya, Mas. Tempat seperti ini justru lebih nyaman," jawab Manda sambil membuka pintu mobil.Adrian mengikutinya keluar, tampak sedikit canggung. Beberapa pengunjung warung sempat melirik ke arah mereka, terutama Adrian yang jelas terlihat seperti orang asing di tempat itu dengan setelan formalnya."Mas, kita duduk di sana saja," tunjuk Manda ke salah satu meja kosong.Adrian hanya mengangguk dan mengikuti langkah Manda.Seorang pelayan datang dengan senyuman ramah. "Mau pesan apa, Mbak? Mas?"Manda tersenyum. "Dua porsi nasi goreng spesial dan dua teh manis hangat, ya, Mbak.""Baik mbak, seperti biasa kan?" "Iya mas."

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 28

    Sesampainya di kantor, Adrian segera turun dari mobil, diikuti oleh Manda yang berjalan dengan langkah ragu. Rendy, yang sudah setia mengantar mereka, membuka pintu untuk Adrian."Terima kasih, Ren. Kamu bisa pulang dulu," ucap Adrian. "Aku akan lembur malam ini. Setelah selesai, aku sendiri yang akan mengantar Manda pulang."Rendy mengangguk dengan sopan. "Baik, Pak. Selamat bekerja."Setelah Rendy pergi, Adrian mengarahkan Manda menuju ruangannya. Begitu masuk, ia segera menghidupkan lampu dan duduk di kursinya yang besar dan nyaman. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, membuat ruangan terlihat sedikit berantakan."Manda, tolong kerjakan laporan yang aku minta tadi," ujar Adrian sambil menunjuk meja kerjanya.Manda tertegun, lalu melirik tumpukan dokumen di meja itu. Ia mengenali laporan yang dimaksud Adrian, karena ia sudah menyelesaikannya tadi siang sebelum pulang. Namun, ia tak menyangka Adrian tidak menyadarinya.

  • Istri Bayaran Sang Pewaris   Bab 27

    Bab 27 "Perkenalkan bu, saya Rendy, asisten Pak Adrian, atasan Bu Amanda di kantor." ujar pria itu dengan suara tenang.Herawati menatap Rendy dengan alis terangkat."Adrian? Atasan Manda? Lalu, ada perlu apa, malam-malam begini datang kemari?" tanyanya, penuh rasa curiga.Rendy tersenyum, sedikit kikuk. "Maaf, Bu. Ada urusan pekerjaan yang mendesak. Bisakah saya bertemu dengan Bu Manda?"Herawati berpikir sejenak sebelum akhirnya memanggil anaknya."Ehm, sebentar ya saya panggilkan." ucapnya memasang raut wajah yak enak. "Manda! Ada tamu, Nak." serunya dari pintu.Langkah Manda terdengar tergesa. Ia muncul dengan wajah heran, mengenakan kaus dan celana santai. Begitu melihat siapa yang berdiri di depan rumah, ekspresinya berubah tegang."Pak Rendy?" katanya, setengah berbisik.Rendy mengangguk. "Selamat malam, Bu Manda. Maaf kalau saya mengganggu. Tapi, Pak Adrian menyuruh saya datang kemari karena ad

DMCA.com Protection Status