Beranda / Pernikahan / Istri Bayaran Presdir Angkuh / Bab 2. Jadi Tawanan Pria Asing

Share

Bab 2. Jadi Tawanan Pria Asing

"I-ini ... apakah tidak ada baju lain lagi selain baju ini?" decak Nadin tak ingin memakai pakaian kekurangan bahan itu.

Hatinya sedikit ragu saat hendak ingin memakainya. Bagaimana tidak, baju yang tampak begitu terbuka serta tipis. Berwarna merah muda dengan tali yang melingkar tipis pada bagian bahunya. Semua model baju yang ada di sana hampir sama bentuknya. Dan baju itu adalah satu-satunya yang termasuk lebih tertutup dari model baju lain. Ukurannya sedikit memanjang hingga sampai ke bagian betis kaki pada bagian bawahnya.

"Jadi ... kau yang bernama Nadin?" Seorang wanita dewasa tiba-tiba datang memakai pakaian yang lebih sensual dan tak kalah seksi darinya. Ia lantas berjalan berlenggak lenggok mendekati Nadin dengan tatapan mengintimidasi.

"B-benar, Kak."

"Cepatlah sedikit! Kau dicari Tuan sedari tadi. Para tamu besar sudah berdatangan sekarang. Bukannya menyiapkan cocktails, tapi malah berdiam diri di sini. Ayo cepat!" decaknya dengan nada sinis.

"B-baik, Kak. T-tunggu sebentar lagi," balas Nadin dengan suara gemetar ketakutan.

Harga diri Nadin yang begitu tinggi harus dibuang jauh-jauh untuk saat ini. Tidak boleh ada kata malu. Untuk berpenampilan seperti itu dihadapan banyaknya para tamu.

"Aku hanya akan menyajikan cocktails saja, kan? Tidak untuk melakukan hal yang merusak harga diriku, kan?" tutur Nadin dalam hati cemas.

Langkah kakinya terlihat sedikit gontai saat memasuki ruangan cocktails. Benar saja, sesampainya ia di sana sudah terlihat begitu banyak para tamu. Kebanyakan dari mereka ialah para pria dewasa, dan hanya ada sedikit pria muda. Nadin mulai mengantarkan beberapa cocktails yang sudah disajikan oleh sang penyaji kepada para tamu hormat yang saat ini sedang menatap ke arahnya dari kejauhan.

"Permisi, Tuan. Ini cocktails pesanannya," ujar Nadin berhati-hati, sembari menaruh beberapa minuman cocktails diatas meja itu.

"Hei Sayang, kau anak baru ya? Cantik sekali," balas seorang pria. Mungkin usianya sudah memasuki kepala lima.

"Hei, dia milikku! Aku duluan yang melihatnya."

"Apakah kau buta? Aku yang lebih dulu menyapanya, asal kau tahu!"

Para tua bangka itu mulai beradu mulut demi memperebutkan Nadin. Gadis itu berubah takut dan was-was. Langkah kakinya perlahan mundur serta menjauh. Dengan cepat, ia pun kembali ke tempat cocktails tadi.

"Kalau bukan karena biaya pengobatan ibu, aku tidak akan mungkin mau bekerja di sini," dalam hati Nadin meringis ketakutan. Ia takut, bila sewaktu-waktu keperawanannya diambil oleh para tua bangka itu. Apalagi di sini tidak ada satu pun yang membelanya. Ia datang dan bekerja sendirian.

"Ini, kau hantarkan cocktails-nya pada pria itu!" ucap sang penyaji cocktails pada Nadin sambil menunjuk ke arah pria bertubuh kekar. Yang tengah terduduk dengan posisi tegap, sembari berbicara dengan lawan bicaranya.

Nadin meneguk saliva-nya. Hal yang pertama kali ia lihat pada pria itu adalah, penampilannya. Jelas pria itu seperti bukan pria sembarang. Usianya hampir mungkin sekitar dua puluh tujuh tahun. Dia terlihat memakai pakaian setelan jas berwarna abu-abu muda dengan garis kotak. Serta jam mewah yang melingkar pada lengan tangan kanannya.

"Permisi, Tuan. Ini pesanan cocktails Anda," ucap Nadin sembari memindahkan gelas yang ada ditangannya ke atas meja itu. Namun tiba-tiba....

BYUR!

Wanita yang tadi memanggil Nadin dibelakang, sepertinya dengan sengaja mendorongnya. Hingga membuat gadis itu tak sengaja menumpahkan cairan cocktails dibaju jas milik pria itu.

"Oh ... astaga!" seru Nadin dalam hati terkejut kaget.

"M-maaf, Tuan. A-aku ... aku tidak sengaja. Maafkan aku, Tuan. Sungguh, aku tidak tahu akan begini jadinya," tutur Nadin berulang kali meminta maaf. Sambil menundukkan pandangannya.

"Kau berhutang padaku untuk itu." Pria itu membalas dengan suara khas baritonnya.

"H-hutang?"

"Ya, kau tahu berapa harga bajuku?" Nadin spontan menggeleng pelan. "Han!" Pria itu terlihat memanggil seseorang. Dan pria yang ada disampingnya berjalan mendekati Nadin.

"Harga baju Tuan Adam senilai $100.000, itu untuk setelan jas dan celananya. Untuk sepatunya senilai $50.000. Dan Nona harus membayar semuanya dengan total $150.000 secara keseluruhan," jelasnya menerangkan pada Nadin rincian total biaya ganti rugi atas kesalahannya tadi.

"$150.000?" tanya Nadin bertanya untuk memastikannya lagi.

"Benar, Nona. Mau dibayar tunai atau transfer?"

"A-aku ... aku tidak punya uang sebanyak itu," ujar Nadin seraya tertunduk sedu.

Nadin tak mampu membayarnya. Pandangannya menunduk ke bawah. Pikirannya semakin runyam sekarang. Untuk biaya pengobatan ibunya saja ia belum ada. Bagaimana pula dengan membayar hutang sebanyak itu? Dengan tempo waktu yang terbilang singkat.

"Tuan, bagaimana?" pria yang berada disebelahnya tampak bertanya kepada tuannya. Pria bernama Adam itu lantas mengangkat sebelah tangannya. Sembari berdiri dan berjalan meninggalkan bar.

"Maaf Nona, Anda harus ikut kami sekarang," titahnya pada Nadin sambil menujukkan jalan ke arah keluar padanya.

"K-keluar? Tapi aku harus bekerja sekarang, Tuan." Nadin menggeleng pelan mengartikan bahwa ia menolak permintaan pria itu.

"Bekerja? Apa kau lupa? Kau sudah mengotori baju Tuan Adam. Dan untuk itu, Nona harus menggantinya. Jadi ikuti saja jika tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi padamu," gertaknya pada Nadin.

Dengan wajah pucat, Nadin mengikuti langkah kaki pria itu. Orang yang disebut sebagain Han oleh lelaki yang sudah dikotori bajunya oleh Nadin tadi. Dan tibalah mereka didepan sebuah mobil mewah berwarna hitam legam.

"Silakan masuk, Nona! Tuan muda sudah menunggu Anda didalam," katanya lagi. Nadin mengangguk pelan. Agak ragu, ia membuka pintu mobil itu. Pertama kali baginya memasuki kendaraan mewah yang bukan miliknya.

"Tuan, maaf. A-aku tidak punya uang untuk mengganti bajumu. T-tapi aku bisa bekerja jadi apa saja. Lalu untuk malam ini, izinkan aku bekerja di sini. A-aku baru saja diterima di pekerjaan ini. Kalau tidak, Ibuku tidak jadi dioperasi. A-aku mohon, Tuan." Nadin memohon belas kasihnya dengan kedua bola mata yang sudah berkaca-kaca.

"Bukan urusanku mengenai kritisnya Ibumu. Namun kau harus tetap membayar semua kesalahanmu malam ini juga."

"D-dengan ... apa, Tuan?" Nadin gugup gemetaran bertanya.

"Kau bilang dengan apa saja, kan?" sambung tuan Adam membalasnya. Nadin lantas mengangguk pelan dengan peluh keringat bercucuran pada keningnya. "Ikuti saja apa yang aku perintahkan. Han, putar balik ke mansion sekarang!"

"Baik, Tuan muda."

"Tuan ... pekerjaanku lantas bagaimana?" Nadin kembali menanyakan hal yang sama padanya. Namun....

"Aku tidak suka mengulangi perkataanku, dan aku membenci orang yang tak mematuhi aturanku." Nadin tertunduk sedu. Tangannya mengepal dan meremas baju yang ia kenakan. Baru semalam ini ia bekerja di sana. Tapi harus mendapatkan masalah baru yang tidak dia sengajai.

Tinggal satu hari lagi tersisa untuk ibunya. Nadin semakin cemas dan khawatir dengan kondisi Asih yang masih menggantung dengan biaya pengobatan yang belum ia temukan. Justru ia malah bertemu dengan pria bernama Adam. Entah kemana ia akan diajak pergi bersamanya. Nadin takut, mau kabur pun percuma. Ia sudah melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Tapi pria ini juga tidak ingin melepaskannya begitu saja.

...

Singkatnya, mereka pun tiba disebuah kediaman mewah yang berada di kawasan elite kota Surabaya. Pria itu dan sopirnya yang bernama Han pun lantas turun dan keluar dari dalam mobil mewah tersebut. Nadin pun juga ikut turun.

"Han, berikan suratnya!" kata Adam pada pria yang ada disisinya. Han lantas memberikan sebuah lembaran surat yang dilapisi oleh map cokelat. Dan memberikannya langsung kepada Nadin.

"Baca dan tanda tangani surat itu. Jika kau ingin membayar hutangmu padaku." Pria yang bernama Adam itu berkata. Nadin pun mengambilnya dan mulai membacanya satu persatu dari bagian atas.

Didalam sana tertera, bahwa ia harus rela dan mau menjadi wanita bayaran untuk pria itu. Ia akan dibayar dengan jumlah uang yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan catatan, setelah melahirkan anak, Nadin tidak boleh berhubungan maupun bertemu lagi dengan anak yang sudah ia kandung.

"W-wanita bayaran?" tanya Nadin dengan suara gemetar.

"Ya. Kau harus melakukan apapun yang aku perintahkan," balas Adam dengan suara baritonnya.

"Kenapa harus menjadi wanita bayaran? Kenapa Anda tidak menikah saja? Aku tidak mau!" Mentah-mentah, Nadin menolak tawaran itu.

"Pikirkan kembali jawabanmu itu. Apa kau tidak kasihan pada Ibumu yang sedang sekarat?"

Deg!

Tiba-tiba Nadin teringat ibunya yang masih terbaring di rumah sakit. Benar katanya, mau mengelak bagaimana pun tak bisa. Pria itu membutuhkan anak, dan ia membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ibunya.

"Beri aku satu alasan, mengapa aku harus menjadi wanita bayaran untukmu!"

"Pertama, karena Nona sendiri yang datang kepada Tuan muda kami. Kedua, Nona mempunyai hutang yang harus dibayar dan dilunasi. Ketiga, Nona juga membutuhkan banyaknya uang untuk membayar biaya pengobatan Ibu Anda yang sedang kritis," jelas Han menerangkan semuanya satu persatu.

"Tapi aku tidak sengaja menumpahkan cocktails itu ke bajunya," sergah Nadin kembali menolak bahwa ia tidak datang ke pria itu.

"Nona, minumannya sudah terlanjur tumpah mengenai baju Tuan muda."

Nadin menghela napas panjang. Melawan pria licik dan kaya itu rasanya sulit baginya. Dengan berat hati, ia pun menerima tawarannya. Sebagai wanita bayaran yang akan mengandung janin untuk pria bernama Adam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status