Bab 5. Sekarang Kau Istriku
Nadin dan Adam pergi ke kantor pencatatan sipil , untuk melakukan peresmian hubungan mereka berdua. Sebagai hubungan yang telah sah dimata hukum. Meskipun status Nadin telah berubah menjadi istri bagi tuan Adam, sedikit pun ia tidak merasakan kebahagiaan didalamnya. Baginya, dirinya hanyalah sebagai perempuan bayaran. Yang disewa selama dua tahun oleh tuan Adam.Seorang tuan muda konglomerat yang mewarisi harta kekayaan milik Adijaya Group dan berjumlah ribuan triliun dollar Amerika Serikat. Wajar saja orang itu begitu disegani di negara ini. Kekayaannya bahkan diatas rata-rata dari jumlah kekayaan negara.“Jika sudah tiba di kediaman keluargaku, jangan pernah berkata apapun yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku,” titahnya mengingatkan. "Statusmu memang Istriku sekarang, tapi bukan berarti kau bisa berkata bebas sesuai keinginanmu," lanjutnya berkata setelah keduanya selesai menandatangani perjanjian pernikahan di kantor pencatatan sipil ini.“B-baik Tuan,” balas Nadin seadanya. Ia begitu gemetar dan takut ketika mendengar suara gertakan Adam seolah memberikan ancaman yang untuknya.Ya, itulah dia. Harimau gila yang gemar menakuti orang-orang.Adam mengelus lembut rambut Nadin yang tertiup angin. Keduanya lalu kembali memasuki mobil. Setelah keluar dari dalam kantor pencatatan sipil tadi.“Aku tidak tahu apakah Ibu akan senang mendengar kabar pernikahanku dengan pria ini. Bagaimana aku akan menjelaskan semuanya pada Ibu nanti?" tutur Nadin dalam hati sedu, pandangannya melihat ke arah luar kaca mobil. Adam menatapnya intens lalu menepuk bahunya pelan.“Apa yang kau pikirkan? Biaya pengobatan Ibumu sudah kulunasi semuanya. Tak ada lagi yang perlu kau sedihkan," katanya seolah tidak senang jika Nadin melihat ke arah lain.Nadin menoleh dan menyandarkan kepalanya pada bahu kekar Adam. Keduanya saling berpegang mesra satu sama lain. Didepan sana, Han tampak berpura-pura buta dan tuli.Seolah tak melihat apapun dibelakangnya. Adam mengecupi leher jenjang Nadin dengan mesra. Terlihat jelas sekali, kalau Adam adalah pria yang tidak kenal batas. Berlaku sesuka hatinya pada Nadin dan tak tahu tempat dia melakukannya di mana.“T-tuan ... s-seseorang lainnya ada didalam mobil ini juga," bisik Nadin di telinga Adam. Matanya beralih ke arah Han yang tengah sibuk memegang kendali setir mobil itu.“Han sekretaris-ku, tidak apa-apa. Dia sekarang sedang berperan sebagai aktor yang buta dan tuli. Jadi kau tak perlu khawatir tentang itu,” balas Adam enteng. Dan kembali melanjutkan aktivitasnya pada Nadin.“A-aku mohon ... tunggulah sampai tiba di rumah,” ucap Nadin memohon dengan kedua bola mata yang sudah berkaca-kaca.Adam terdengar mendengus sebal. Dengan terpaksa, ia menyudahi permainannya. Wajahnya langsung berubah masam. Tangan Nadin tiba-tiba terangkat menyentuh wajah tampan Adam yang sedang dilanda kemarahan sekarang.“Maaf, Tuan. Aku tidak nyaman ... jika melakukan itu ditengah-tengah orang lain seperti sekarang ini,” ujar Nadin lembut. Adam lantas menoleh dan menatapnya.“Baiklah, aku tunggu setelah kita sampai di mansion nanti.” Spontan Nadin mengangguk pelan.Sebuah kecupan mendarat pada kening Nadin. Adam menciumnya lembut, Tuan muda berhati dingin, rupanya bisa bersikap romantis. Entah apakah mungkin semua perlakuannya itu hanya karena bayi yang ditunggu-tunggu olehnya. Nadin sendiri bahkan tidak percaya bila suatu hari Adam bisa jatuh cinta padanya. Sebab sudah ada nama wanita lain di hatinya, yaitu ... Sania.___Sesampainya mereka di mansion, Adam tak henti-hentinya menghujani wajah cantik Nadin dengan kecupan-kecupannya. Lalu berakhir pada sebuah tanda kissmark yang membekas di leher jenjang putih Nadin. Pria itu mendekap Nadin dengan sangat erat. Tatapan matanya seolah terhipnotis akan buaian cinta kasih yang sedang mereka jalin saat ini.“Kurasa, kita butuh nama panggilan yang berbeda untuk satu sama lainnya,” gumam Adam tiba-tiba. Kedua tangannya bergelayut manja mendekap Nadin. Tanpa menghentikan kecupan yang ia daratkan pada segiap lekukan tubuh wanita itu.“Nama panggilan?” Nadin mengernyit.“Iya. Bagaimana kau akan memanggilku nantinya?” Nadin tampak berpikir sesaat.“Aku akan memanggilmu Tuan,” tukas Nadin setelah beberapa detik kemudian. Adam mendengus sebal. Wajahnya begitu masam memperlihatkannya didepan Nadin.Memang dasar harimau pemarah. Sedikit-sedikit marah. Huh!“Lalu ... aku harus memanggilmu apa?” ujar Nadin bertanya. Tangannya terangkat menyentuh wajah tampan Adam. Ia bisa merasakan sikap pria itu yang langsung berubah dingin.“Panggil aku dengan sebutan yang kau sukai.” Adam mengatakan yang terdengar ambigu.“A-apa?” Nadin bertanya lagi.“Bukankah sebelumnya kau sudah mempunyai panggilan khusus untukku?” ucap Adam, seraya mengecupi bahu putih Nadin yang hanya berbalut pakaian tipis itu. Sambil sesekali menggigit telinganya. Entah sudah semerah apa bagian leher dan telinga Nadin sekarang. Karena terus dihujani kecupan serta gigitan yang didaratkan oleh pria gila itu.Jangan bilang jika Adam sudah mulai menjadi budak cinta untuk Nadin?“T-tuan ... aku,” gumam Nadin meracau.“Panggil aku dengan sebutan itu,” kata Adam lagi. Nadin bingung, panggilan apa yang dia maksud?“S-sakit, Tuan.” Nadin meringis kecil.“Bagian mana yang sakit?” Adam berubah panik.Yang kau gigit itu, bodoh. Dasar harimau gila!Nadin tertawa kecil sambil menatap dalam mata Adam yang berwarna kecokelatan itu. Pria tampan yang ada dihadapannya sekarang, sudah bukan lagi orang lain. Melainkan adalah suaminya.“Kenapa kau tertawa?” kata Adam bertanya.Bagaimana tidak tertawa? Dia sendiri yang membuat Nadin sakit, namun dia juga yang panik.Cup!Tiba-tiba Nadin mengecup lembut wajah tampan Adam. Seketika wajahnya berubah merah. Memberikan rona dikedua bagian pipinya.“Sebenarnya panggilan apa yang kamu maksud?” tanya Nadin lembut.Wajah tampan Adam langsung berubah diam tanpa ekspresi. Datar, tapi lebih terlihat seperti orang yang kebingungan dan gugup. Apakah pria itu benar-benar gugup sekarang? Entahlah.“Kau lupa?” Adam berbalik tanya.“A-aku ...lupa?”Adam mendengus sebal, lalu kembali menggigit leher jenjang Nadin yang putih. Kali ini gigitannya agak kasar. Hingga memberi bekas tanda kissmark yang lebih besar di sana.“Sebenarnya apa yang dia maksud, sih? Aku kan, jadi bingung,” gumam Nadin dalam hati.Lambat laun gigitan yang diberikan oleh Adam pada lekukan tubuh Nadin semakin turun dan bahkan lebih terkesan agresif dari sebelumnya. Nadin menggeliat, suasana hatinya menjadi bimbang sekarang. Dalam sekejap, pria itu berubah menjadi sosok harimau yang kelaparan. Dan terus menerkam mangsanya.“T-tuan ... s-sebenarnya ada apa denganmu? Bicaralah. A-aku takut,” ucap Nadin terbata-bata.“Ini gigitan karena kau sudah melupakan panggilan yang kemarin. Dan ini gigitan atas sikapmu yang tidak peka itu,” ujar Adam berkata sembari menggigit di area kesukaannya.Nadin berdecak sebal. Ingin kabur, tapi tidak bisa. Ingin memberontak, yang ada pria itu akan semakin marah padanya. Tubuhnya dipenuhi tanda merah. Dan itu semua perbuatan dari Adam, suaminya.“Kenapa kau diam? Katakanlah sesuatu, sebelum aku memarahimu,” kata Adam lagi.“Aku ... aku masih bingung dengan panggilan yang Tuan maksud itu,” balas Nadin gugup.Adam melepaskan tubuh Nadin. Ia terbangun dan duduk membelakangi wanita itu. Nadin bertambah kebingungan, pria dewasa yang ada dihadapannya sekarang bertindak seperti anak kecil.Sangat kekanakan sekali!“T-tuan,” panggil Nadin ragu-ragu.“Kalau kau tidak ingin disentuh, bilang padaku. Jangan seolah lupa dengan panggilan yang kemarin itu.” Adam berkata dengan emosional.Nadin gugup dan takut. Pria itu jika sudah marah pasti akan menakutkan, bukan? Dengan keberanian sebesar siput. Nadin mencoba menghibur Adam. Mendekap dan mencium Adam dari arah belakang. Mengecupi bahu kekarnya. Sikapnya sebagai wanita baik-baik pun musnah. Nadin membuang harga dirinya demi seorang tuan muda sepertinya.“T-tuan,” panggil Nadin ragu-ragu.“Kalau kau tidak ingin disentuh, bilang padaku. Jangan seolah lupa dengan panggilan yang kemarin itu.” Adam berkata dengan emosional.Nadin gugup dan takut. Pria itu jika sudah marah pasti akan menakutkan, bukan? Dengan keberanian sebesar siput. Nadin mencoba menghibur Adam. Mendekap dan mencium Adam dari arah belakang. Mengecupi bahu kekarnya. Sikapnya sebagai wanita baik-baik pun musnah. Nadin membuang harga dirinya demi seorang tuan muda sepertinya.“Tuan ... tolong maafkan aku. Jika aku melupakan panggilan yang Tuan maksud,” gumam Nadin lembut. Tangannya membelai dada bidang Adam yang bertelanjang dada sekarang. Adam langsung membalikkan tubuhnya lagi. Dan kini posisinya menindih tubuh Nadin. “Kau sangat lihai memainkan suasana hati orang dan pandai dalam hal menggoda pria. Kali ini aku tidak akan memberimu ampun, Nadin.” Adam berkata seraya menyeringai menunjukkan sedikit giginya. Nadin hanya bisa memasarkan dirinya untuk diperlakukan apa saja
Nadin meratapi dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa. Orang yang tidak mempunyai harta, ia pikir memang pantas menerima itu semua. Menerima perlakuan buruk dari orang yang memiliki segalanya. “Aku sadar, siapa aku di sini. Aku pun tidak pernah mengharapkan belas kasihan maupun cintanya. Ya, pernikahan ini terjadi setelah adanya kejadian malam itu. Karena hanya anak yang dia inginkan dari rahimku, bukan diriku. Bertahanlah Nadin, semuanya pasti akan berlalu. Semua demi Ibu ... hiks ... hiks ... semua demi pengobatan Ibu,” ucap Nadin tersedu-sedu. Tangisnya luruh begitu deras membasahi wajah cantiknya. Tak ada Adam, ia semakin bebas menumpahkan semua kesedihannya di kamar ini. Seorang diri, tanpa adanya siapa pun. Sampai beberapa menit kemudian, Nadin kembali bangkit. Tubuhnya beranjak bangun dari tempat tidur itu. Ia kemudian bersiap untuk pergi ke rumah sakit hari ini. Apalagi kalau bukan ingin menemui ibunya. Tak berbekal apa pun. Nadin bahkan tidak mempunyai uang. Ia nekat berjal
“Jadi, tujuan kamu mau kemana sekarang?” tanya Arka setelah mobil yang ia kendarai sekarang sudah keluar dari area apartemen tadi. “Rumah sakit harapan,” jawab Nadin seadanya. Arka tak lagi bertanya. Ia sepertinya paham dengan sikap Nadin yang cenderung tertutup padanya adalah hal yang wajar. Sebab mereka berdua pun baru saja bertemu. Memang terkesan agak sulit, untuk terbuka pada orang baru. Namun beberapa menit setelahnya.... “Siapa yang sakit?” ujar Arka bertanya lagi. “Ibu,” balas Nadin singkat. “Ibu ... kamu?” lanjut Arka bertanya. Spontan Nadin mengangguk pelan. “Sakit apa?” sambung Arka lagi. Nadin tampaknya jengah mendengar suara Arka yang terus-menerus bertanya. Padahal kondisinya sekarang sedang tidak ingin diajak berbicara. Melihat situasi sebelumnya, yang dimana kejadian saat Nadin mendapat perlakuan buruk dari Adam.“Maaf ... aku tidak bermaksud lancang menanyakan kondisi Ibumu,” tukas Arka.“Tidak apa-apa, fokus saja menyetir. Sangat berbahaya bila mengobrol sambi
Ting!Suara pintu lift di mansion Adam terbuka. Nadin lantas keluar dari dalam sana. Namun setibanya ia di kamar tiba-tiba....“Dari mana saja kau? Sudah berani, ya. Pergi tanpa seizin dariku,” celetuk Adam tibatiba.Nadin memekik, kedua bola matanya melebar sebab ia benar-benar terperanjat tak menyangka dengan kehadiran pria itu yang sudah berada di sana lebih dulu. Wajah Adam terlihat dingin, bahkan membuat bulu kuduk Nadin merinding akan aura dingin yang begitu menguar didalam sana.“Bukannya dia bekerja? Kenapa sudah pulang secepat ini? Sekarang baru pukul dua siang, kan?" gumam Nadin dalam hati bertanya-tanya. “Hei, kenapa diam saja di sana?! Kesini!” Adam membentak Nadin dengan suara lantang yang menggema ke seluruh ruang. Lihatlah harimau gila itu sekarang. Dia sedang berusaha mencoba menakut-nakuti dan menindas kelinci kecil. Tidak tahu sesakit apa mentalitas Nadin yang kini sudah hancur lebur akibat perbuatannya.“B-baik, Tuan,” sahut Nadin gugup seraya tertunduk.Langkah k
“Siapa wanita itu, Adam?” tanya tuan besar pada Adam sambil menatap ke arah Nadin dengan tatapan sinis. Bahkan perempuan yang menyambut kedatangan mereka kesini pun lebih tajam menatap Nadin. Ketidaksukaan mereka pada Nadin sangat terlihat dengan jelas. Nadin terdiam seraya tertunduk sedu. Kedua tangannya meremas gaun yang ia kenakan. Hatinya bergemuruh tak tenang. Ingin rasanya ia segera pergi dari tempat itu sesegera mungkin. “Dia Nadin, Istriku,” ujar Adam berkata jujur. Sontak, ia langsung mendapatkan respons dari ayahnya begitu terkejut kaget dan tak percaya. “Kau sudah menikah dengannya? Bahkan tanpa sepengetahuan dariku? Adam, sebenarnya kau anggap aku ini Ayahmu atau bukan?!” tukas tuan besar tak terima. Adam mendengus sebal, ia menghentikan makannya. Lalu menatap ke wajah Nadin sembari memegangi pergelangan tangan wanita itu. “Aku suka dengannya. Memangnya kenapa? Kalau aku menikahinya diam-diam. Kau pun dengan wanita itu menikahnya juga diam-diam, disaat Ibu tengah berj
Adam memilih untuk mendatangi sebuah club malam bersama dengan sekretaris setianya, Han. Dibandingkan harus bersama dengan Nadin di mansionnya. Ia khawatir, akan menyakiti hati wanita itu. Karena kemarahannya yang sama sekali tidak berarti. Sebab emosional yang datang dari sebuah masa lalunya, Sania.Duduk sembari meneguk air wine, dan menghabiskan sebanyak lima gelas. Tampaknya Adam masih belum cukup puas. Ia masih berdiam diri disana. Sekretaris Han berada dibelakangnya yang tengah berdiri saat ini. Entah apa yang dilakukan sekretaris itu. Apa dia sedang menjadi petugas keamanan? Seorang tuan muda dijaga begitu ketat olehnya. Benar-benar sekretaris robot satu ini. “Tuan muda, sudah hampir larut malam sebentar lagi. Apa tidak ingin kembali ke mansion? Nona muda juga pasti sudah menunggu,” ucap sekretaris Han berkata tiba-tiba, setelah menyadari waktu yang mereka habiskan sudah begitu lama didalam bar itu.Adam masih terdiam, kepalanya menunduk tanpa membalas perkataan dari Han bar
Setiap hari, Nadin selalu menyempatkan dirinya untuk menjenguk sang ibu di rumah sakit. Ia mengira, setelah operasi pada waktu itu, ibunya akan segera sembuh dari penyakitnya. Namun dokter menyarankan untuk melakukan perawatan kemoterapi setiap bulannya. Dibarengi dengan perawatan intensif yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Dan semua biaya itu dibayarkan oleh Adam. Alesia begitu banyak berhutang budi padanya. Dengan syarat, merelakan dirinya sebagai wanita bayaran untuk Adam. Sejak kejadian di malam Adam mabuk, sikapnya berubah pada Nadin. Bahkan saat sedang bercinta, pria itu melakukannya tidak sepenuh hati. Tidak seperti saat pertamakali dia memperlakukan Nadin dengan penuh perasaan. Sampai tiba waktunya, Sania kembali ke tanah air Indonesia. Nadin mendengar kabar itu dari Lisa, adik keponakan Adam yang tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan kepadanya. Entah dari mana gadis itu mendapatkan nomor ponsel Nadin.[Nomor tidak dikenal]:“Kak, apa kau tahu? Hari ini Kak Sania tiba
“Aku tidak apa-apa, Tuan. Mungkin hanya masuk angin biasa,” ucap Nadin berbohong. “Benarkah? Apa kau yakin?” tukasnya menanyakan hal yang sama. “Y-yakin, Tuan. Aku ... baik-baik saja,” balas Nadin menutupi. “Baguslah. Kau bisa beristirahat setelah ini. Aku akan kembali ke kamar lebih dulu,” lanjut Adam berkata. Nadin mengangguk seraya menampilkan senyum kecutnya. “Bahkan perhatiannya mulai berubah sekarang. Nadin, apa yang kau harapkan darinya? Kau harusnya sadar akan posisimu di rumah ini,” batin Nadin meringis.Nadin membereskan semua makanan yang tadi. Lalu memasukkannya kedalam lemari pendingin. Tak lupa membersihkan sisa-sianya yang menyisakan di meja makan sana. Setelah itu ia berjalan menuju kamar utama untuk bergegas istirahat sebab waktu sudah mulai larut.Kriek! Pintu kamar dibuka olehnya, Adam terlihat sudah tertidur pulas. Lampu kamar tampak padam, hanya ada penerangan kecil yang terpajang diatas meja kecil sebelah ranjang. Nadin berjalan mendekati ranjang itu. Tubuh