Adam memilih untuk mendatangi sebuah club malam bersama dengan sekretaris setianya, Han. Dibandingkan harus bersama dengan Nadin di mansionnya. Ia khawatir, akan menyakiti hati wanita itu. Karena kemarahannya yang sama sekali tidak berarti. Sebab emosional yang datang dari sebuah masa lalunya, Sania.Duduk sembari meneguk air wine, dan menghabiskan sebanyak lima gelas. Tampaknya Adam masih belum cukup puas. Ia masih berdiam diri disana. Sekretaris Han berada dibelakangnya yang tengah berdiri saat ini. Entah apa yang dilakukan sekretaris itu. Apa dia sedang menjadi petugas keamanan? Seorang tuan muda dijaga begitu ketat olehnya. Benar-benar sekretaris robot satu ini. “Tuan muda, sudah hampir larut malam sebentar lagi. Apa tidak ingin kembali ke mansion? Nona muda juga pasti sudah menunggu,” ucap sekretaris Han berkata tiba-tiba, setelah menyadari waktu yang mereka habiskan sudah begitu lama didalam bar itu.Adam masih terdiam, kepalanya menunduk tanpa membalas perkataan dari Han bar
Setiap hari, Nadin selalu menyempatkan dirinya untuk menjenguk sang ibu di rumah sakit. Ia mengira, setelah operasi pada waktu itu, ibunya akan segera sembuh dari penyakitnya. Namun dokter menyarankan untuk melakukan perawatan kemoterapi setiap bulannya. Dibarengi dengan perawatan intensif yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Dan semua biaya itu dibayarkan oleh Adam. Alesia begitu banyak berhutang budi padanya. Dengan syarat, merelakan dirinya sebagai wanita bayaran untuk Adam. Sejak kejadian di malam Adam mabuk, sikapnya berubah pada Nadin. Bahkan saat sedang bercinta, pria itu melakukannya tidak sepenuh hati. Tidak seperti saat pertamakali dia memperlakukan Nadin dengan penuh perasaan. Sampai tiba waktunya, Sania kembali ke tanah air Indonesia. Nadin mendengar kabar itu dari Lisa, adik keponakan Adam yang tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan kepadanya. Entah dari mana gadis itu mendapatkan nomor ponsel Nadin.[Nomor tidak dikenal]:“Kak, apa kau tahu? Hari ini Kak Sania tiba
“Aku tidak apa-apa, Tuan. Mungkin hanya masuk angin biasa,” ucap Nadin berbohong. “Benarkah? Apa kau yakin?” tukasnya menanyakan hal yang sama. “Y-yakin, Tuan. Aku ... baik-baik saja,” balas Nadin menutupi. “Baguslah. Kau bisa beristirahat setelah ini. Aku akan kembali ke kamar lebih dulu,” lanjut Adam berkata. Nadin mengangguk seraya menampilkan senyum kecutnya. “Bahkan perhatiannya mulai berubah sekarang. Nadin, apa yang kau harapkan darinya? Kau harusnya sadar akan posisimu di rumah ini,” batin Nadin meringis.Nadin membereskan semua makanan yang tadi. Lalu memasukkannya kedalam lemari pendingin. Tak lupa membersihkan sisa-sianya yang menyisakan di meja makan sana. Setelah itu ia berjalan menuju kamar utama untuk bergegas istirahat sebab waktu sudah mulai larut.Kriek! Pintu kamar dibuka olehnya, Adam terlihat sudah tertidur pulas. Lampu kamar tampak padam, hanya ada penerangan kecil yang terpajang diatas meja kecil sebelah ranjang. Nadin berjalan mendekati ranjang itu. Tubuh
Pintu lift terbuka, Nadin kembali memasuki mansion milik Adam. Wajah murungnya seketika berubah saat tiba didalamnya. Betapa terkejutnya dia, melihat seorang wanita berada didalam sana. Yang sedang terduduk santai menghadap ke arahnya sekarang. Nadin memberanikan diri mendekati dan bertanya pada wanita itu. “K-kamu ... siapa? Kenapa bisa masuk ke dalam mansion ini?” tanya Nadin cemas. Sebab wanita itu mengetahui kode sandi pintu mansion ini.“Aku? Memangnya Adam tidak bilang padamu? Tunangannya akan mendatangi mansionnya. Tempat dimana kita dulu pernah...” ucapnya menggantung seraya menatap remeh ke arah Nadin. “Kamu pasti wanita bayaran yang disewa oleh Adam, kan?” lanjutnya lagi bertanya. DEG! Seketika Nadin terdiam dan tak bergeming. Kepalanya ingin pecah sekarang. Masalah satu belum selesai, sekarang sudah muncul masalah baru. Tunangannya Adam benar-benar datang kedalam mansion ini. “Ternyata hubungan mereka memang tidak biasa. Lalu apa yang aku harapkan sekarang? Kekasihnya s
Bab 15. Cemburu Tak Beralasan Tiba-tiba Nadin terpikirkan untuk menaruh bunga anggrek itu didalam kamarnya. Berharap hubungannya dengan Adam bisa berubah. Walaupun sepertinya besar ketidakmungkinan itu terjadi. “Salahkah bila aku egois kali ini?” batin Nadin dalam hati bertanya.Sedang asyiknya mengobrol bersama dengan Arka, Nadin sampai lupa waktu bahwa hari sudah semakin sore rupanya. Tubuhnya beranjak bangun dari kursi itu. Arka pun sama halnya, keduanya berjalan secara berdampingan. “Kamu di mansion itu tinggal sendiri? Atau sama keluarga?” tanya Arka tiba-tiba. “Itu...” ucap Nadin menggantung. Ragu baginya untuk menceritakan kisah hidupnya. Terlebih lagi pada Arka, orang yang baru saja ia kenal. Namun.... “Nadin!” Terdengar suara yang memanggil namanya dengan suara parau dari kejauhan. Sontak kedua bola mata Nadin terlonjak kaget. Saat melihat Adam berada diseberang jalan raya sana. Tepat tengah berdiri didepan apartemen bintang lima itu. Yang sedang melihat ke arah mereka
Dalam perjalanan hidup, terkadang kita dihadapkan pada rintangan yang begitu sulit diatasi. Meski berjuang dengan penuh semangat, namun tak jarang kita menemui jurang keputusasaan. Saat itulah, penting untuk ingat bahwa setiap cobaan membawa pelajaran dan di balik kegelapan, ada cahaya yang menanti.Nadin Asyifa, seorang gadis berusia delapan belas tahun dan punya latar belakang miskin secara finansial. Ia hanya tinggal berdua dengan ibunya saja. Wanita single parent sekaligus ayah untuknya. Nadin tak memiliki adik atau pun kakak. Saat ini ia menjalani statusnya sebagai mahasiswi penerima beasiswa disalah satu universitas yang ada di ibu kota Surabaya.Sayangnya, penyakit sang ibu yang sudah lama dideritanya justru semakin memburuk. Batuk-batuk pada kondisi kesehatan Asih sang ibu semakin tak terkontrol. Hingga terjadilah, dimana Asih jatuh pingsan dan tak sadarkan diri.Suara pintu terbuka..."Ibu ... Nadin pulang!" gumamnya berteriak kecil. Memanggil sang ibu setelah menyelesaikan k
"I-ini ... apakah tidak ada baju lain lagi selain baju ini?" decak Nadin tak ingin memakai pakaian kekurangan bahan itu. Hatinya sedikit ragu saat hendak ingin memakainya. Bagaimana tidak, baju yang tampak begitu terbuka serta tipis. Berwarna merah muda dengan tali yang melingkar tipis pada bagian bahunya. Semua model baju yang ada di sana hampir sama bentuknya. Dan baju itu adalah satu-satunya yang termasuk lebih tertutup dari model baju lain. Ukurannya sedikit memanjang hingga sampai ke bagian betis kaki pada bagian bawahnya."Jadi ... kau yang bernama Nadin?" Seorang wanita dewasa tiba-tiba datang memakai pakaian yang lebih sensual dan tak kalah seksi darinya. Ia lantas berjalan berlenggak lenggok mendekati Nadin dengan tatapan mengintimidasi."B-benar, Kak.""Cepatlah sedikit! Kau dicari Tuan sedari tadi. Para tamu besar sudah berdatangan sekarang. Bukannya menyiapkan cocktails, tapi malah berdiam diri di sini. Ayo cepat!" decaknya dengan nada sinis."B-baik, Kak. T-tunggu sebent
Nadin masuk ke dalam kamar apartemen milik tuan Adam. Sementara pria itu sedang berada didalam bilik kamar mandi. Tubuhnya bergetar hebat ketakutan. Ia tidak siap jika harus menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya, terlebih lagi keduanya bahkan baru saja bertemu.Kriek!Suara pintu kamar mandi terbuka. Tuan Adam sudah selesai dengan urusannya. Tubuh kekar dan tegapnya hanya berbalut baju kimono putih dan menutupi perut kotak dan simetris miliknya. Sementara Nadin sendiri duduk membelakangi dengan kondisi bingung dan gemetar sekarang ini. “Aku sudah selesai mandi. Kau boleh mandi sekarang,” katanya pada Nadin dengan suara khas baritonnya.“B-baik,” jawab Nadin gugup.Gadis itu beranjak bangun lalu berjalan memasuki pintu toilet. Sesampainya didalam sana ia tampak celingukan mencari-cari handuk yang akan ia gunakan nantinya. Hanya ada satu handuk kecil berukuran kecil.“Aku tidak membawa baju selain baju yang kukenakan ini,” gumamnya dalam hati.Akhirnya, gadis itu pun mengga