Nadin masuk ke dalam kamar apartemen milik tuan Adam. Sementara pria itu sedang berada didalam bilik kamar mandi. Tubuhnya bergetar hebat ketakutan. Ia tidak siap jika harus menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya, terlebih lagi keduanya bahkan baru saja bertemu.
Kriek!Suara pintu kamar mandi terbuka. Tuan Adam sudah selesai dengan urusannya. Tubuh kekar dan tegapnya hanya berbalut baju kimono putih dan menutupi perut kotak dan simetris miliknya. Sementara Nadin sendiri duduk membelakangi dengan kondisi bingung dan gemetar sekarang ini.“Aku sudah selesai mandi. Kau boleh mandi sekarang,” katanya pada Nadin dengan suara khas baritonnya.“B-baik,” jawab Nadin gugup.Gadis itu beranjak bangun lalu berjalan memasuki pintu toilet. Sesampainya didalam sana ia tampak celingukan mencari-cari handuk yang akan ia gunakan nantinya. Hanya ada satu handuk kecil berukuran kecil.“Aku tidak membawa baju selain baju yang kukenakan ini,” gumamnya dalam hati.Akhirnya, gadis itu pun menggantungkan baju yang ia kenakan. Agar tidak basah, dan bisa ia gunakan lagi setelah selesai mandi. Dalam mandinya, Nadin tampak tidak tenang.Hatinya terus memikirkan kondisi kesehatan ibunya yang masih terbaring lemah di rumah sakit. Apa pun yang ia lakukan saat ini, semua demi ibunya.Ada nyawa yang harus ia bayar mahal. Dan ia tak ingin kehilangan nyawa berharga itu.“Demi Ibu, aku rela menjadi wanita bayaran untuk pria itu. Aku butuh uang, dan dia butuh anak. Baiklah, hanya selama sembilan bulan. Setelah itu aku bisa pergi bebas dari sini,” ucapnya dalam hati berkata.Beberapa menit kemudian....Kriek!Nadin keluar mengenakan baju dress yang sama. Ia melihat pria itu tengah duduk sembari mengerjakan sesuatu pada laptop miliknya. Entah apa yang ia kerjakan, tapi sepertinya penting.“Orang kaya memang selalu sibuk, ya? Bahkan saat tengah malam pun masih sempatnya bekerja,” gumam Nadin dalam hati. Ia lantas berjalan dengan hati-hati mendekati ranjang. Adam menatapnya nanar dari kejauhan.“Kenapa kau memakai baju itu lagi?” tanyanya pada Nadin.“Aku tidak membawa baju, Tuan.” Nadin menjawab gugup.“Itu, di sana. Han sudah menyiapkan pakaian untukmu. Ambil dan pakailah!” titahnya pada gadis itu.Adam menunjuk ke arah lemari yang bersebelahan dengan lemari miliknya. Nadin berjalan dan mendekati ke sana. Tangannya lantas membuka kedua pintu lemari itu. Betapa terkejutnya ia saat melihat banyaknya baju-baju terpasang rapi didalamnya.Semuanya lengkap dengan baju dalaman juga. Ada dress, baju tidur, serta baju untuk acara formal. Tapi sayangnya, baju untuk tidur kebanyakan dengan model yang sama. Masih satu ras dengan model lingerie. Nadin sedikit ragu mengambilnya. Sebab baju itu begitu tipis dan terkesan transparan. Kedua matanya kemudian mencari-cari baju yang lain dan lebih menutup. Namun sayangnya, hasilnya nihil.Akhirnya, mau tidak mau ia pun memakai lingerie itu dan mengambil yang berwarna merah jambu. Nadin lalu kembali memasuki bilik toilet untuk berganti baju dengan baju tidur itu.“Kalau Ibu tahu aku menjadi seorang wanita bayaran untuk pria kaya, apakah Ibu akan marah?” cicit Nadin dalam hati meringis.Nadin lantas berjalan mendekati ranjang. Setelah dirinya sudah berganti baju. Adam melihatnya sedikit lebih lama. Ia terlihat menaruh kembali laptop miliknya diatas meja.“Selama menjadi wanita bayaran, kau tidak boleh keluar dari kediaman ini. Dan juga, tidak boleh bekerja serta pergi kemana pun,” ujar Adam posesif.“Lalu pekerjaanku bagaimana?” gundah Nadin bertanya.“Aku yang akan membayarmu. Mulai sekarang, kau akan bekerja untukku,” ucap Adam sembari mendekatkan dirinya pada Nadin. Membuat gadis itu terdiam kaku tak bisa bergerak.Adam mengunci pergerakan Nadin dengan tenaganya yang kuat. Perlahan tubuh mereka saling bersentuhan satu sama lain. Nadin hanya diam dan merasakan sentuhan kasar yang dilakukan oleh Adam padanya. Sampai akhirnya, gadis itu mengerang kesakitan.“S-sakit...” keluh Nadin meringis.Air matanya luruh, setelah Adam menuntaskan hasrat padanya. Terlihat ada banyak bercak darah diatas seprei kasur putih itu. Adam tergelak kaget tak percaya. Bahwa ternyata, wanita yang ia tiduri ini masih seorang perawan. Perasaannya jadi bersalah karena sudah menghilangkan keperawanan gadis itu. Namun ia juga terpaksa melakukannya demi keluarganya, yang terus memaksa dirinya mempunyai keturunan. Sebagai penerus Adijaya Group.Ya, Adam Smith Adijaya adalah seorang CEO sekaligus pewaris dari perusahaan Adijaya Group. Perusahaan yang bergerak dibidang batubara dan makanan terbesar se-Asia.Siapa yang tidak kenal dengan Adijaya Group. Perusahaan raksasa di negeri ini. Cabang dari perusahaannya bahkan sudah sampai ke berbagai negara Eropa seperti Inggris dan Amerika.Nadin sendiri bahkan pernah magang di perusahaan itu. Sayangnya, untuk diterima menjadi karyawan di sana terbilang cukup sulit. Hanya orang-orang terpilih yang bisa diterima menjadi bagian dari perusahaan mereka.Entah bagaimana, Adam bahkan memilih untuk membayar seorang perempuan. Bukankah lebih baik jika dia menikah? Lalu apa alasannya dia tidak ingin menikah?“Maafkan aku ... karena tidak tahu kalau kau masih virgin,” ucap Adam meminta maaf.Nadin meringis kesakitan pada sesuatu dibawah sana. Air matanya bahkan masih masih menyisakan meski sudah sedikit mengering. Kepalanya lantas menggeleng pelan.“Tidak apa-apa, Tuan. Ini sudah menjadi bagian tugasku untuk melayanimu sebagai wanita bayaran dan penyewa rahim untuk mengandung bayimu," tutur Nadin terdengar sedu.Spontan, Adam mendekap Nadin dengan sangat erat. Dibawah selimut yang sama, Nadin tampak kikuk dengan perlakuan Adam yang seketika berubah lembut padanya.“Maafkan aku ... karena sudah memaksamu menjadi wanita bayaran untukku,” katanya berkata seolah menyesali perjanjian itu.“Mengapa Tuan melakukan ini? Mengapa Anda tidak menikah saja? Bukankah itu lebih baik?” tanya Nadin keheranan. Adam mengembuskan napasnya kasar. Ia tampak berpikir sesaat. Lalu menatap dalam kedua bola mata Nadin.“Sebenarnya aku punya wanita pilihanku. Tapi dia pergi ke Jerman demi urusan pekerjaannya sebagai pianis. Dia tidak mau mengandung anak. Sementara keluargaku sudah begitu lama menantikan keturunan dari darahku. Aku kehilangan ide apalagi untuk bisa membujuknya menikah dan menjadi Ibu untuk anakku. Tapi akhirnya, aku tidak sengaja menemukanmu di bar itu. Kupikir permasalahan kita sama. Sama-sama punya satu tujuan demi mencapai sesuatu. Kau membutuhkan uang, sementara aku butuh seorang anak.”“Meski dari seorang wanita yang tidak jelas asal-usulnya?” Nadin mendongak menatapnya.“Tidak mengapa. Hanya anak, bukan Ibunya. Untuk ibu dari anak itu sudah kutentukan,” tukas Adam berucap.Mendengar Adam berkata begitu, seketika perasaan Nadin spontan berubah. Yang tadinya begitu semangat mendengar penjelasan Adam yang membutuhkan kehadiran anak untuk keluarganya. Tapi setelah mendengar perkataan barusan, sebuah harapan kecil yang ia pikirkan sesaat perlahan memudar.“Harusnya aku sadar, aku ini siapa. Hanya seorang wanita bayaran. Tidak mungkin pria ini jatuh cinta padaku. Jangan terlalu banyak bermimpi, Nadin. Aku ini bukan orang yang setara dengan keluarga konglomeratnya,” gumam Nadin dalam hati sedu.Bahkan setelah sembilan bulan kemudian, ia harus segera pergi dari kehidupan Adam dan bayinya. Meski begitu, ada senilai uang yang tidak sedikit jumlahnya. Sebagai bayaran atas rahim yang sudah dibayar oleh tuan muda kaya itu.“Beristirahatlah, kau pasti lelah. Selamat malam!” ucap Adam lembut sembari mengecup kening Nadin.Pria itu lalu tertidur sambil mendekap wanita yang ada disisinya sekarang. Nadin semakin dibuat bingung dengan perlakuannya yang terkesan berlebihan.“Tolong, jangan seperti ini. Aku takut jatuh cinta padanya bila dia begini. Aku hanya ingin menjalani tugasku. Dan pergi dari tempat ini dengan tenang,” kata Nadin dalam hati bimbang.Kedua matanya perlahan memejam. Berusaha menghilangkan pikiran-pikiran tentang pria yang sedang memeluknya dengan erat sekarang. Akankah keduanya bisa jatuh cinta? Atau hanya sekadar ikatan kontrak semata.Entahlah.Bab 4. Perjanjian Pernikahan KontrakCahaya mentari meresap ke dalam ruangan apartemen Adam, menyoroti lembut wajah Nadin yang cantik. Saat matanya terbuka, ia mengamati sekelilingnya dengan cermat, tetapi pandangannya hanya menyentuh sisi tempat tidur yang kosong tanpa kehadiran siapa pun. Dalam keheningan itu, Nadin menyadari bahwa ia terlelap sendirian di atas ranjang king size yang dimiliki tuan muda Adam.“Kemana dia? Apa dia sudah pergi?” gumam Nadin tanya. Tubuhnya perlahan beranjak bangun dari ranjang king size itu. Kedua matanya melihat bercak darah yang masih membekas dan sudah mengering diatas seprei putih itu. Nadin sungguh malu bila mengingat kejadian semalam. Bukan hanya malu, tapi dirinya sudah diambil alih oleh pria kaya itu. Nadin kemudian berjalan mendekati kamar mandi. Ia mulai memasuki diri ke dalam sana. Setiap lekukan tubuhnya, ia bersihkan secara merata. Aroma dari wangi shampoo yang dia pakaikan ke rambut tercium kuat. Bunyi aliran air dari shower yang terpu
Bab 5. Sekarang Kau IstrikuNadin dan Adam pergi ke kantor pencatatan sipil , untuk melakukan peresmian hubungan mereka berdua. Sebagai hubungan yang telah sah dimata hukum. Meskipun status Nadin telah berubah menjadi istri bagi tuan Adam, sedikit pun ia tidak merasakan kebahagiaan didalamnya. Baginya, dirinya hanyalah sebagai perempuan bayaran. Yang disewa selama dua tahun oleh tuan Adam.Seorang tuan muda konglomerat yang mewarisi harta kekayaan milik Adijaya Group dan berjumlah ribuan triliun dollar Amerika Serikat. Wajar saja orang itu begitu disegani di negara ini. Kekayaannya bahkan diatas rata-rata dari jumlah kekayaan negara. “Jika sudah tiba di kediaman keluargaku, jangan pernah berkata apapun yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku,” titahnya mengingatkan. "Statusmu memang Istriku sekarang, tapi bukan berarti kau bisa berkata bebas sesuai keinginanmu," lanjutnya berkata setelah keduanya selesai menandatangani perjanjian pernikahan di kantor pencatatan sipil ini.“B-
“T-tuan,” panggil Nadin ragu-ragu.“Kalau kau tidak ingin disentuh, bilang padaku. Jangan seolah lupa dengan panggilan yang kemarin itu.” Adam berkata dengan emosional.Nadin gugup dan takut. Pria itu jika sudah marah pasti akan menakutkan, bukan? Dengan keberanian sebesar siput. Nadin mencoba menghibur Adam. Mendekap dan mencium Adam dari arah belakang. Mengecupi bahu kekarnya. Sikapnya sebagai wanita baik-baik pun musnah. Nadin membuang harga dirinya demi seorang tuan muda sepertinya.“Tuan ... tolong maafkan aku. Jika aku melupakan panggilan yang Tuan maksud,” gumam Nadin lembut. Tangannya membelai dada bidang Adam yang bertelanjang dada sekarang. Adam langsung membalikkan tubuhnya lagi. Dan kini posisinya menindih tubuh Nadin. “Kau sangat lihai memainkan suasana hati orang dan pandai dalam hal menggoda pria. Kali ini aku tidak akan memberimu ampun, Nadin.” Adam berkata seraya menyeringai menunjukkan sedikit giginya. Nadin hanya bisa memasarkan dirinya untuk diperlakukan apa saja
Nadin meratapi dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa. Orang yang tidak mempunyai harta, ia pikir memang pantas menerima itu semua. Menerima perlakuan buruk dari orang yang memiliki segalanya. “Aku sadar, siapa aku di sini. Aku pun tidak pernah mengharapkan belas kasihan maupun cintanya. Ya, pernikahan ini terjadi setelah adanya kejadian malam itu. Karena hanya anak yang dia inginkan dari rahimku, bukan diriku. Bertahanlah Nadin, semuanya pasti akan berlalu. Semua demi Ibu ... hiks ... hiks ... semua demi pengobatan Ibu,” ucap Nadin tersedu-sedu. Tangisnya luruh begitu deras membasahi wajah cantiknya. Tak ada Adam, ia semakin bebas menumpahkan semua kesedihannya di kamar ini. Seorang diri, tanpa adanya siapa pun. Sampai beberapa menit kemudian, Nadin kembali bangkit. Tubuhnya beranjak bangun dari tempat tidur itu. Ia kemudian bersiap untuk pergi ke rumah sakit hari ini. Apalagi kalau bukan ingin menemui ibunya. Tak berbekal apa pun. Nadin bahkan tidak mempunyai uang. Ia nekat berjal
“Jadi, tujuan kamu mau kemana sekarang?” tanya Arka setelah mobil yang ia kendarai sekarang sudah keluar dari area apartemen tadi. “Rumah sakit harapan,” jawab Nadin seadanya. Arka tak lagi bertanya. Ia sepertinya paham dengan sikap Nadin yang cenderung tertutup padanya adalah hal yang wajar. Sebab mereka berdua pun baru saja bertemu. Memang terkesan agak sulit, untuk terbuka pada orang baru. Namun beberapa menit setelahnya.... “Siapa yang sakit?” ujar Arka bertanya lagi. “Ibu,” balas Nadin singkat. “Ibu ... kamu?” lanjut Arka bertanya. Spontan Nadin mengangguk pelan. “Sakit apa?” sambung Arka lagi. Nadin tampaknya jengah mendengar suara Arka yang terus-menerus bertanya. Padahal kondisinya sekarang sedang tidak ingin diajak berbicara. Melihat situasi sebelumnya, yang dimana kejadian saat Nadin mendapat perlakuan buruk dari Adam.“Maaf ... aku tidak bermaksud lancang menanyakan kondisi Ibumu,” tukas Arka.“Tidak apa-apa, fokus saja menyetir. Sangat berbahaya bila mengobrol sambi
Ting!Suara pintu lift di mansion Adam terbuka. Nadin lantas keluar dari dalam sana. Namun setibanya ia di kamar tiba-tiba....“Dari mana saja kau? Sudah berani, ya. Pergi tanpa seizin dariku,” celetuk Adam tibatiba.Nadin memekik, kedua bola matanya melebar sebab ia benar-benar terperanjat tak menyangka dengan kehadiran pria itu yang sudah berada di sana lebih dulu. Wajah Adam terlihat dingin, bahkan membuat bulu kuduk Nadin merinding akan aura dingin yang begitu menguar didalam sana.“Bukannya dia bekerja? Kenapa sudah pulang secepat ini? Sekarang baru pukul dua siang, kan?" gumam Nadin dalam hati bertanya-tanya. “Hei, kenapa diam saja di sana?! Kesini!” Adam membentak Nadin dengan suara lantang yang menggema ke seluruh ruang. Lihatlah harimau gila itu sekarang. Dia sedang berusaha mencoba menakut-nakuti dan menindas kelinci kecil. Tidak tahu sesakit apa mentalitas Nadin yang kini sudah hancur lebur akibat perbuatannya.“B-baik, Tuan,” sahut Nadin gugup seraya tertunduk.Langkah k
“Siapa wanita itu, Adam?” tanya tuan besar pada Adam sambil menatap ke arah Nadin dengan tatapan sinis. Bahkan perempuan yang menyambut kedatangan mereka kesini pun lebih tajam menatap Nadin. Ketidaksukaan mereka pada Nadin sangat terlihat dengan jelas. Nadin terdiam seraya tertunduk sedu. Kedua tangannya meremas gaun yang ia kenakan. Hatinya bergemuruh tak tenang. Ingin rasanya ia segera pergi dari tempat itu sesegera mungkin. “Dia Nadin, Istriku,” ujar Adam berkata jujur. Sontak, ia langsung mendapatkan respons dari ayahnya begitu terkejut kaget dan tak percaya. “Kau sudah menikah dengannya? Bahkan tanpa sepengetahuan dariku? Adam, sebenarnya kau anggap aku ini Ayahmu atau bukan?!” tukas tuan besar tak terima. Adam mendengus sebal, ia menghentikan makannya. Lalu menatap ke wajah Nadin sembari memegangi pergelangan tangan wanita itu. “Aku suka dengannya. Memangnya kenapa? Kalau aku menikahinya diam-diam. Kau pun dengan wanita itu menikahnya juga diam-diam, disaat Ibu tengah berj
Adam memilih untuk mendatangi sebuah club malam bersama dengan sekretaris setianya, Han. Dibandingkan harus bersama dengan Nadin di mansionnya. Ia khawatir, akan menyakiti hati wanita itu. Karena kemarahannya yang sama sekali tidak berarti. Sebab emosional yang datang dari sebuah masa lalunya, Sania.Duduk sembari meneguk air wine, dan menghabiskan sebanyak lima gelas. Tampaknya Adam masih belum cukup puas. Ia masih berdiam diri disana. Sekretaris Han berada dibelakangnya yang tengah berdiri saat ini. Entah apa yang dilakukan sekretaris itu. Apa dia sedang menjadi petugas keamanan? Seorang tuan muda dijaga begitu ketat olehnya. Benar-benar sekretaris robot satu ini. “Tuan muda, sudah hampir larut malam sebentar lagi. Apa tidak ingin kembali ke mansion? Nona muda juga pasti sudah menunggu,” ucap sekretaris Han berkata tiba-tiba, setelah menyadari waktu yang mereka habiskan sudah begitu lama didalam bar itu.Adam masih terdiam, kepalanya menunduk tanpa membalas perkataan dari Han bar