“Aku tidak apa-apa, Tuan. Mungkin hanya masuk angin biasa,” ucap Nadin berbohong. “Benarkah? Apa kau yakin?” tukasnya menanyakan hal yang sama. “Y-yakin, Tuan. Aku ... baik-baik saja,” balas Nadin menutupi. “Baguslah. Kau bisa beristirahat setelah ini. Aku akan kembali ke kamar lebih dulu,” lanjut Adam berkata. Nadin mengangguk seraya menampilkan senyum kecutnya. “Bahkan perhatiannya mulai berubah sekarang. Nadin, apa yang kau harapkan darinya? Kau harusnya sadar akan posisimu di rumah ini,” batin Nadin meringis.Nadin membereskan semua makanan yang tadi. Lalu memasukkannya kedalam lemari pendingin. Tak lupa membersihkan sisa-sianya yang menyisakan di meja makan sana. Setelah itu ia berjalan menuju kamar utama untuk bergegas istirahat sebab waktu sudah mulai larut.Kriek! Pintu kamar dibuka olehnya, Adam terlihat sudah tertidur pulas. Lampu kamar tampak padam, hanya ada penerangan kecil yang terpajang diatas meja kecil sebelah ranjang. Nadin berjalan mendekati ranjang itu. Tubuh
Pintu lift terbuka, Nadin kembali memasuki mansion milik Adam. Wajah murungnya seketika berubah saat tiba didalamnya. Betapa terkejutnya dia, melihat seorang wanita berada didalam sana. Yang sedang terduduk santai menghadap ke arahnya sekarang. Nadin memberanikan diri mendekati dan bertanya pada wanita itu. “K-kamu ... siapa? Kenapa bisa masuk ke dalam mansion ini?” tanya Nadin cemas. Sebab wanita itu mengetahui kode sandi pintu mansion ini.“Aku? Memangnya Adam tidak bilang padamu? Tunangannya akan mendatangi mansionnya. Tempat dimana kita dulu pernah...” ucapnya menggantung seraya menatap remeh ke arah Nadin. “Kamu pasti wanita bayaran yang disewa oleh Adam, kan?” lanjutnya lagi bertanya. DEG! Seketika Nadin terdiam dan tak bergeming. Kepalanya ingin pecah sekarang. Masalah satu belum selesai, sekarang sudah muncul masalah baru. Tunangannya Adam benar-benar datang kedalam mansion ini. “Ternyata hubungan mereka memang tidak biasa. Lalu apa yang aku harapkan sekarang? Kekasihnya s
Bab 15. Cemburu Tak Beralasan Tiba-tiba Nadin terpikirkan untuk menaruh bunga anggrek itu didalam kamarnya. Berharap hubungannya dengan Adam bisa berubah. Walaupun sepertinya besar ketidakmungkinan itu terjadi. “Salahkah bila aku egois kali ini?” batin Nadin dalam hati bertanya.Sedang asyiknya mengobrol bersama dengan Arka, Nadin sampai lupa waktu bahwa hari sudah semakin sore rupanya. Tubuhnya beranjak bangun dari kursi itu. Arka pun sama halnya, keduanya berjalan secara berdampingan. “Kamu di mansion itu tinggal sendiri? Atau sama keluarga?” tanya Arka tiba-tiba. “Itu...” ucap Nadin menggantung. Ragu baginya untuk menceritakan kisah hidupnya. Terlebih lagi pada Arka, orang yang baru saja ia kenal. Namun.... “Nadin!” Terdengar suara yang memanggil namanya dengan suara parau dari kejauhan. Sontak kedua bola mata Nadin terlonjak kaget. Saat melihat Adam berada diseberang jalan raya sana. Tepat tengah berdiri didepan apartemen bintang lima itu. Yang sedang melihat ke arah mereka
Dalam perjalanan hidup, terkadang kita dihadapkan pada rintangan yang begitu sulit diatasi. Meski berjuang dengan penuh semangat, namun tak jarang kita menemui jurang keputusasaan. Saat itulah, penting untuk ingat bahwa setiap cobaan membawa pelajaran dan di balik kegelapan, ada cahaya yang menanti.Nadin Asyifa, seorang gadis berusia delapan belas tahun dan punya latar belakang miskin secara finansial. Ia hanya tinggal berdua dengan ibunya saja. Wanita single parent sekaligus ayah untuknya. Nadin tak memiliki adik atau pun kakak. Saat ini ia menjalani statusnya sebagai mahasiswi penerima beasiswa disalah satu universitas yang ada di ibu kota Surabaya.Sayangnya, penyakit sang ibu yang sudah lama dideritanya justru semakin memburuk. Batuk-batuk pada kondisi kesehatan Asih sang ibu semakin tak terkontrol. Hingga terjadilah, dimana Asih jatuh pingsan dan tak sadarkan diri.Suara pintu terbuka..."Ibu ... Nadin pulang!" gumamnya berteriak kecil. Memanggil sang ibu setelah menyelesaikan k
"I-ini ... apakah tidak ada baju lain lagi selain baju ini?" decak Nadin tak ingin memakai pakaian kekurangan bahan itu. Hatinya sedikit ragu saat hendak ingin memakainya. Bagaimana tidak, baju yang tampak begitu terbuka serta tipis. Berwarna merah muda dengan tali yang melingkar tipis pada bagian bahunya. Semua model baju yang ada di sana hampir sama bentuknya. Dan baju itu adalah satu-satunya yang termasuk lebih tertutup dari model baju lain. Ukurannya sedikit memanjang hingga sampai ke bagian betis kaki pada bagian bawahnya."Jadi ... kau yang bernama Nadin?" Seorang wanita dewasa tiba-tiba datang memakai pakaian yang lebih sensual dan tak kalah seksi darinya. Ia lantas berjalan berlenggak lenggok mendekati Nadin dengan tatapan mengintimidasi."B-benar, Kak.""Cepatlah sedikit! Kau dicari Tuan sedari tadi. Para tamu besar sudah berdatangan sekarang. Bukannya menyiapkan cocktails, tapi malah berdiam diri di sini. Ayo cepat!" decaknya dengan nada sinis."B-baik, Kak. T-tunggu sebent
Nadin masuk ke dalam kamar apartemen milik tuan Adam. Sementara pria itu sedang berada didalam bilik kamar mandi. Tubuhnya bergetar hebat ketakutan. Ia tidak siap jika harus menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya, terlebih lagi keduanya bahkan baru saja bertemu.Kriek!Suara pintu kamar mandi terbuka. Tuan Adam sudah selesai dengan urusannya. Tubuh kekar dan tegapnya hanya berbalut baju kimono putih dan menutupi perut kotak dan simetris miliknya. Sementara Nadin sendiri duduk membelakangi dengan kondisi bingung dan gemetar sekarang ini. “Aku sudah selesai mandi. Kau boleh mandi sekarang,” katanya pada Nadin dengan suara khas baritonnya.“B-baik,” jawab Nadin gugup.Gadis itu beranjak bangun lalu berjalan memasuki pintu toilet. Sesampainya didalam sana ia tampak celingukan mencari-cari handuk yang akan ia gunakan nantinya. Hanya ada satu handuk kecil berukuran kecil.“Aku tidak membawa baju selain baju yang kukenakan ini,” gumamnya dalam hati.Akhirnya, gadis itu pun mengga
Bab 4. Perjanjian Pernikahan KontrakCahaya mentari meresap ke dalam ruangan apartemen Adam, menyoroti lembut wajah Nadin yang cantik. Saat matanya terbuka, ia mengamati sekelilingnya dengan cermat, tetapi pandangannya hanya menyentuh sisi tempat tidur yang kosong tanpa kehadiran siapa pun. Dalam keheningan itu, Nadin menyadari bahwa ia terlelap sendirian di atas ranjang king size yang dimiliki tuan muda Adam.“Kemana dia? Apa dia sudah pergi?” gumam Nadin tanya. Tubuhnya perlahan beranjak bangun dari ranjang king size itu. Kedua matanya melihat bercak darah yang masih membekas dan sudah mengering diatas seprei putih itu. Nadin sungguh malu bila mengingat kejadian semalam. Bukan hanya malu, tapi dirinya sudah diambil alih oleh pria kaya itu. Nadin kemudian berjalan mendekati kamar mandi. Ia mulai memasuki diri ke dalam sana. Setiap lekukan tubuhnya, ia bersihkan secara merata. Aroma dari wangi shampoo yang dia pakaikan ke rambut tercium kuat. Bunyi aliran air dari shower yang terpu
Bab 5. Sekarang Kau IstrikuNadin dan Adam pergi ke kantor pencatatan sipil , untuk melakukan peresmian hubungan mereka berdua. Sebagai hubungan yang telah sah dimata hukum. Meskipun status Nadin telah berubah menjadi istri bagi tuan Adam, sedikit pun ia tidak merasakan kebahagiaan didalamnya. Baginya, dirinya hanyalah sebagai perempuan bayaran. Yang disewa selama dua tahun oleh tuan Adam.Seorang tuan muda konglomerat yang mewarisi harta kekayaan milik Adijaya Group dan berjumlah ribuan triliun dollar Amerika Serikat. Wajar saja orang itu begitu disegani di negara ini. Kekayaannya bahkan diatas rata-rata dari jumlah kekayaan negara. “Jika sudah tiba di kediaman keluargaku, jangan pernah berkata apapun yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku,” titahnya mengingatkan. "Statusmu memang Istriku sekarang, tapi bukan berarti kau bisa berkata bebas sesuai keinginanmu," lanjutnya berkata setelah keduanya selesai menandatangani perjanjian pernikahan di kantor pencatatan sipil ini.“B-
Bab 15. Cemburu Tak Beralasan Tiba-tiba Nadin terpikirkan untuk menaruh bunga anggrek itu didalam kamarnya. Berharap hubungannya dengan Adam bisa berubah. Walaupun sepertinya besar ketidakmungkinan itu terjadi. “Salahkah bila aku egois kali ini?” batin Nadin dalam hati bertanya.Sedang asyiknya mengobrol bersama dengan Arka, Nadin sampai lupa waktu bahwa hari sudah semakin sore rupanya. Tubuhnya beranjak bangun dari kursi itu. Arka pun sama halnya, keduanya berjalan secara berdampingan. “Kamu di mansion itu tinggal sendiri? Atau sama keluarga?” tanya Arka tiba-tiba. “Itu...” ucap Nadin menggantung. Ragu baginya untuk menceritakan kisah hidupnya. Terlebih lagi pada Arka, orang yang baru saja ia kenal. Namun.... “Nadin!” Terdengar suara yang memanggil namanya dengan suara parau dari kejauhan. Sontak kedua bola mata Nadin terlonjak kaget. Saat melihat Adam berada diseberang jalan raya sana. Tepat tengah berdiri didepan apartemen bintang lima itu. Yang sedang melihat ke arah mereka
Pintu lift terbuka, Nadin kembali memasuki mansion milik Adam. Wajah murungnya seketika berubah saat tiba didalamnya. Betapa terkejutnya dia, melihat seorang wanita berada didalam sana. Yang sedang terduduk santai menghadap ke arahnya sekarang. Nadin memberanikan diri mendekati dan bertanya pada wanita itu. “K-kamu ... siapa? Kenapa bisa masuk ke dalam mansion ini?” tanya Nadin cemas. Sebab wanita itu mengetahui kode sandi pintu mansion ini.“Aku? Memangnya Adam tidak bilang padamu? Tunangannya akan mendatangi mansionnya. Tempat dimana kita dulu pernah...” ucapnya menggantung seraya menatap remeh ke arah Nadin. “Kamu pasti wanita bayaran yang disewa oleh Adam, kan?” lanjutnya lagi bertanya. DEG! Seketika Nadin terdiam dan tak bergeming. Kepalanya ingin pecah sekarang. Masalah satu belum selesai, sekarang sudah muncul masalah baru. Tunangannya Adam benar-benar datang kedalam mansion ini. “Ternyata hubungan mereka memang tidak biasa. Lalu apa yang aku harapkan sekarang? Kekasihnya s
“Aku tidak apa-apa, Tuan. Mungkin hanya masuk angin biasa,” ucap Nadin berbohong. “Benarkah? Apa kau yakin?” tukasnya menanyakan hal yang sama. “Y-yakin, Tuan. Aku ... baik-baik saja,” balas Nadin menutupi. “Baguslah. Kau bisa beristirahat setelah ini. Aku akan kembali ke kamar lebih dulu,” lanjut Adam berkata. Nadin mengangguk seraya menampilkan senyum kecutnya. “Bahkan perhatiannya mulai berubah sekarang. Nadin, apa yang kau harapkan darinya? Kau harusnya sadar akan posisimu di rumah ini,” batin Nadin meringis.Nadin membereskan semua makanan yang tadi. Lalu memasukkannya kedalam lemari pendingin. Tak lupa membersihkan sisa-sianya yang menyisakan di meja makan sana. Setelah itu ia berjalan menuju kamar utama untuk bergegas istirahat sebab waktu sudah mulai larut.Kriek! Pintu kamar dibuka olehnya, Adam terlihat sudah tertidur pulas. Lampu kamar tampak padam, hanya ada penerangan kecil yang terpajang diatas meja kecil sebelah ranjang. Nadin berjalan mendekati ranjang itu. Tubuh
Setiap hari, Nadin selalu menyempatkan dirinya untuk menjenguk sang ibu di rumah sakit. Ia mengira, setelah operasi pada waktu itu, ibunya akan segera sembuh dari penyakitnya. Namun dokter menyarankan untuk melakukan perawatan kemoterapi setiap bulannya. Dibarengi dengan perawatan intensif yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Dan semua biaya itu dibayarkan oleh Adam. Alesia begitu banyak berhutang budi padanya. Dengan syarat, merelakan dirinya sebagai wanita bayaran untuk Adam. Sejak kejadian di malam Adam mabuk, sikapnya berubah pada Nadin. Bahkan saat sedang bercinta, pria itu melakukannya tidak sepenuh hati. Tidak seperti saat pertamakali dia memperlakukan Nadin dengan penuh perasaan. Sampai tiba waktunya, Sania kembali ke tanah air Indonesia. Nadin mendengar kabar itu dari Lisa, adik keponakan Adam yang tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan kepadanya. Entah dari mana gadis itu mendapatkan nomor ponsel Nadin.[Nomor tidak dikenal]:“Kak, apa kau tahu? Hari ini Kak Sania tiba
Adam memilih untuk mendatangi sebuah club malam bersama dengan sekretaris setianya, Han. Dibandingkan harus bersama dengan Nadin di mansionnya. Ia khawatir, akan menyakiti hati wanita itu. Karena kemarahannya yang sama sekali tidak berarti. Sebab emosional yang datang dari sebuah masa lalunya, Sania.Duduk sembari meneguk air wine, dan menghabiskan sebanyak lima gelas. Tampaknya Adam masih belum cukup puas. Ia masih berdiam diri disana. Sekretaris Han berada dibelakangnya yang tengah berdiri saat ini. Entah apa yang dilakukan sekretaris itu. Apa dia sedang menjadi petugas keamanan? Seorang tuan muda dijaga begitu ketat olehnya. Benar-benar sekretaris robot satu ini. “Tuan muda, sudah hampir larut malam sebentar lagi. Apa tidak ingin kembali ke mansion? Nona muda juga pasti sudah menunggu,” ucap sekretaris Han berkata tiba-tiba, setelah menyadari waktu yang mereka habiskan sudah begitu lama didalam bar itu.Adam masih terdiam, kepalanya menunduk tanpa membalas perkataan dari Han bar
“Siapa wanita itu, Adam?” tanya tuan besar pada Adam sambil menatap ke arah Nadin dengan tatapan sinis. Bahkan perempuan yang menyambut kedatangan mereka kesini pun lebih tajam menatap Nadin. Ketidaksukaan mereka pada Nadin sangat terlihat dengan jelas. Nadin terdiam seraya tertunduk sedu. Kedua tangannya meremas gaun yang ia kenakan. Hatinya bergemuruh tak tenang. Ingin rasanya ia segera pergi dari tempat itu sesegera mungkin. “Dia Nadin, Istriku,” ujar Adam berkata jujur. Sontak, ia langsung mendapatkan respons dari ayahnya begitu terkejut kaget dan tak percaya. “Kau sudah menikah dengannya? Bahkan tanpa sepengetahuan dariku? Adam, sebenarnya kau anggap aku ini Ayahmu atau bukan?!” tukas tuan besar tak terima. Adam mendengus sebal, ia menghentikan makannya. Lalu menatap ke wajah Nadin sembari memegangi pergelangan tangan wanita itu. “Aku suka dengannya. Memangnya kenapa? Kalau aku menikahinya diam-diam. Kau pun dengan wanita itu menikahnya juga diam-diam, disaat Ibu tengah berj
Ting!Suara pintu lift di mansion Adam terbuka. Nadin lantas keluar dari dalam sana. Namun setibanya ia di kamar tiba-tiba....“Dari mana saja kau? Sudah berani, ya. Pergi tanpa seizin dariku,” celetuk Adam tibatiba.Nadin memekik, kedua bola matanya melebar sebab ia benar-benar terperanjat tak menyangka dengan kehadiran pria itu yang sudah berada di sana lebih dulu. Wajah Adam terlihat dingin, bahkan membuat bulu kuduk Nadin merinding akan aura dingin yang begitu menguar didalam sana.“Bukannya dia bekerja? Kenapa sudah pulang secepat ini? Sekarang baru pukul dua siang, kan?" gumam Nadin dalam hati bertanya-tanya. “Hei, kenapa diam saja di sana?! Kesini!” Adam membentak Nadin dengan suara lantang yang menggema ke seluruh ruang. Lihatlah harimau gila itu sekarang. Dia sedang berusaha mencoba menakut-nakuti dan menindas kelinci kecil. Tidak tahu sesakit apa mentalitas Nadin yang kini sudah hancur lebur akibat perbuatannya.“B-baik, Tuan,” sahut Nadin gugup seraya tertunduk.Langkah k
“Jadi, tujuan kamu mau kemana sekarang?” tanya Arka setelah mobil yang ia kendarai sekarang sudah keluar dari area apartemen tadi. “Rumah sakit harapan,” jawab Nadin seadanya. Arka tak lagi bertanya. Ia sepertinya paham dengan sikap Nadin yang cenderung tertutup padanya adalah hal yang wajar. Sebab mereka berdua pun baru saja bertemu. Memang terkesan agak sulit, untuk terbuka pada orang baru. Namun beberapa menit setelahnya.... “Siapa yang sakit?” ujar Arka bertanya lagi. “Ibu,” balas Nadin singkat. “Ibu ... kamu?” lanjut Arka bertanya. Spontan Nadin mengangguk pelan. “Sakit apa?” sambung Arka lagi. Nadin tampaknya jengah mendengar suara Arka yang terus-menerus bertanya. Padahal kondisinya sekarang sedang tidak ingin diajak berbicara. Melihat situasi sebelumnya, yang dimana kejadian saat Nadin mendapat perlakuan buruk dari Adam.“Maaf ... aku tidak bermaksud lancang menanyakan kondisi Ibumu,” tukas Arka.“Tidak apa-apa, fokus saja menyetir. Sangat berbahaya bila mengobrol sambi
Nadin meratapi dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa. Orang yang tidak mempunyai harta, ia pikir memang pantas menerima itu semua. Menerima perlakuan buruk dari orang yang memiliki segalanya. “Aku sadar, siapa aku di sini. Aku pun tidak pernah mengharapkan belas kasihan maupun cintanya. Ya, pernikahan ini terjadi setelah adanya kejadian malam itu. Karena hanya anak yang dia inginkan dari rahimku, bukan diriku. Bertahanlah Nadin, semuanya pasti akan berlalu. Semua demi Ibu ... hiks ... hiks ... semua demi pengobatan Ibu,” ucap Nadin tersedu-sedu. Tangisnya luruh begitu deras membasahi wajah cantiknya. Tak ada Adam, ia semakin bebas menumpahkan semua kesedihannya di kamar ini. Seorang diri, tanpa adanya siapa pun. Sampai beberapa menit kemudian, Nadin kembali bangkit. Tubuhnya beranjak bangun dari tempat tidur itu. Ia kemudian bersiap untuk pergi ke rumah sakit hari ini. Apalagi kalau bukan ingin menemui ibunya. Tak berbekal apa pun. Nadin bahkan tidak mempunyai uang. Ia nekat berjal