Rum jadi salah tingkah karena merasa diperhatikan. Ia malu dengan penampilannya yang mungkin terlihat sangat lusuh. Jadi Rum memutuskan untuk mulai mengerjakan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda tanpa ada niatan mengajak bosnya mengobrol. Lalu ia melihat punggung lelaki itu memasuki kamarnya. Ketika ia sibuk mengangkat jemuran, Zaki mulai rewel lagi. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, sudah waktunya bagi lelaki kecil itu untuk menikmati waktu tidur siangnya. Rum celingukan ke sana ke sini, Aji tak keluar lagi dari kamarnya. Ia mungkin juga tertidur. "Sebentar ya sayang, Bunda nyelesain kerjaan Bunda dulu sebentar," rayu Rum. "Zaki mau bobo, Bun. Zaki ngantuk," rengek Zaki. Rum bingung harus bagaimana. Zaki memang sudah terbiasa tidur siang dengan ditemani dirinya. Kalau tidak ditidurkan nanti dia akan bertambah rewel. Tadinya ia berpikir bisa menidurkan Zaki di sofa kalau Mas Aji tidak pulang. Kalau ada Mas Aji begini, Rum tidak enak kalau mau m
"Ayolah, Mur. Aku cuma mau minta uang 1 juta. Ini bukan buat Rum, tapi buat Zaki dan Zeno. Aku kangen banget sama mereka. Aku pengin ketemu sama mereka, Mur, tapi aku nggak pegang uang sama sekali sekarang. Pak Hans bilangnya mau transfer bulan ini, tapi nyatanya dia belum bisa dihubungi. Terus temen kamu itu, mana sisa uang pembayarannya? jangan-jangan dia menghilang begitu saja?" tanya Bayu mulai kalut. Dua proyek yang dia pegang sekarang kenapa ada saja sih hambatannya. Padahal dulu waktu sama Pak Darmo hambatannya paling bangunan yang sedikit rusak, cat yang kurang rapi, atau bahan bangunan yang kurang. Dia tak pernah dengar Pak Darmo mengeluh soal masalah uang atau klien. Pak Darmo memang menutupinya atau Pak Darmo beruntung nggak pernah dapat klien seperti itu? Ah tidak mungkin sih, Pak Darmo kan sudah puluhan tahun di dunia proyek begini, pasti ada saja yang nggak beres kliennya. Sial sekali! "Mas mau ketemu anak-anak? Ketemu anak-anak apa ketemu
Murti merasa sakit hati Bayu berteriak padanya. Padahal, selama ini Bayu selalu baik, tak pernah membentaknya. Beberapa pekerja dan orang-orang di warung memberinya tatapan sinis. Matanya mulai berkaca-kaca dan ia pergi begitu saja. Bayu tak khawatir dengan Murti yang marah. Ia sama sekali tak berniat mengejar wanita itu. Namun, ia justru khawatir dengan Rum dan anak-anak yang mendengar suara Murti tadi. "Apa yang ada di pikiran mereka tentang aku sekarang? Aku harus segera mengunjungi anak-anak. Aku masih berharap bisa kembali bersama Rum," gumam Bayu. Di rumah Rum, Zeno masih saja berwajah muram. Ia masih memikirkan tentang ayahnya. Rum sampai bingung bagaimana cara menghibur Zeno karena Zeno memang sudah mengerti tentang keadaan orang tuanya yang berpisah. "Zeno, ayo kita belajar sayang. Ada PR nggak?" tanya Rum di kamar Zeno. Lelaki kecil itu sedang tidur menghadap tembok. "Ada PR tapi udah dikerjain tadi, Bun. Waktu Bunda sama Zaki ke rumah P
Tiit Tiiit TiiiitAku terlonjak. Suara klakson mengagetkanku. Ternyata lampu sudah hijau. Pengemudi mobil di belakangku sudah bermuka masam karena aku tak kunjung beranjak sejak tadi. Malu sekali rasa, langsung ku tancap gas agak kencang meskipun hatiku tertinggal di perempatan sana. "Nak kita balik ke tempat yang tadi sebentar, Bunda kayak melihat bapakmu di toko material sana." Ajak ku pada putra pertama kami. Ku tepikan dulu motor yang dikendarai sebelum berbalik arah. "Mau ke mana, Bun?" tanya Zeno. "I..itu, Bunda mau nyamperin ayah dulu, kalau beneran ayah tadi. Soalnya tadi ayah bilang ada di proyek tapi kok malah di toko material." Ku belokkan motor butut ini dengan hati yang berdebar-debar. Kalau aku tak mengeceknya sekarang, aku bisa mati penasaran. Apa benar yang orang-orang katakan. Selama ini aku tak pernah percaya kalau orang-orang bilang macem-macem tentang suamiku. Aku ini istrinya, harusnya aku lebih tahu tentang dia,
SOLM 2."Dek, aku pulang. Masak apa hari ini? mas udah laper banget." Jam sudah menunjuk ke angka 6. Adzan Maghrib baru selesai dikumandangkan. Dulu sebelum tahu kalau suami selingkuh aku akan bertanya kenapa dia pulang telat padahal kerjaannya sudah selesai jam setengah 5, tapi setelah tahu kelakuannya di luar sana, aku sudah enggan bertanya. Sakit sekali rasanya membayangkan kalau dia pasti menghabiskan waktu bersama wanita itu dulu sebelum pulang ke rumah. "Aku nggak masak, Mas. Cuma ada sup buat anak-anak." Ia menatapku heran, aku tahu apa yang ada di pikirannya. Ia pasti merasa aneh kalau tidak ada makanan di dalam rumah sedangkan aku tak pernah sehari pun libur memasak. Apalagi aku selalu mendahulukan masakan kesukaannya. "Kamu sakit, Dek? Tumben nggak masak?" ia mendekat ke arahku, tangannya mencoba memegang lenganku tapi segera ku tepis. Bayangan kalau tangan itu sudah menyentuh tangan wanita lain membuatku bergidik.
Solem 3 POV Bayu. "Aku berangkat dulu bun." Ku ambil tas kerjaku dengan kasar. Sebenarnya Pagi ini aku sudah seneng banget istriku masak ayam mentega kesukaanku. Segera aku santap dengan nasi mengepul yang nikmat. Tapi entah kenapa istriku agak bawel dari kemarin. Ia nanya-nanyain isi hp dan menuduhku selingkuh. Kurang ajar betul. Hpku tidak boleh dibuka sama istriku. Nanti dia bisa tahu semuanya. Nama Murti memang kuganti dengan nama lelaki. Tapi kalau dia sampai membuka isi chat nya, habislah sudah ketahuan semua. Sesampainya di tempat kerja aku berleha-leha dulu di kantor. Kali ini aku hanya menangani proyek kecil-kecilan. Entah kenapa Pak Darmo memberikan proyek besar ke Pak Gino terus. Sebenernya aku kepingin protes tapi Pak Darmo bukan orang yang bisa diprotes. Biasanya dia akan merepet memberi nasihat yang sangat banyak, atau aku takut kalau nanti aku malah dipecat. "Pagi sayang." Sesosok wanita masuk ke ruanganku. "Ini sarap
POV Rumaysa "Yu Rum, bukannya itu pak Darmo yah bosnya suamimu? Yuk samperin aja, tanyain tentang suamimu. Pasti dia tahu deh." Hari ini aku ke pasar Kemis tak jauh dari rumahku bersama Ranti dan anak bungsuku. Zaki sedang bersekolah. Dari jauh aku melihat pak Darmo dengan seseorang di pasar. Ajakan Ranti itu ide yang bagus tapi aku nggak mau kalau nanti pak Darmo cerita ke Mas Bayu dan Mas Bayu jadi curiga. Aku ingin membiarkan ini berjalan dulu, aku ingin tahu apa yang dia lakukan. Aku memang selama ini diam. Tapi kalau aku dibohongi, aku ingin tahu sampai ke akarnya. Aku ingin menunjukkan kalau aku diam karena aku baik, bukan karena aku bodoh. "Jangan, Ran! Aku nggak mau bikin ribut. Biar nanti ku selesaikan sendiri masalahku. Aku nggak mau jadi heboh karena bawa-bawa orang lain." Kami berbalik arah sambil ku gandeng tangan Zeno karena ada beberapa sayuran yang ingin aku beli. "Rumaysa!" Aku menoleh, ternyata Pak Darmo
"Kenapa bisa ada celana dalam warna merah di jaket suamiku? Aku terheran-heran. Pantas saja suamiku pulang larut malam. Ternyata dia sudah menghabiskan waktu dengan wanita itu. Nafasku seketika memburu mengetahui fakta itu. Ku tarik nafas perlahan beberapa kali sampai hatiku terasa lebih tenang. Celana dalam itu seketika ku lempar jauh.Jijik! Aku benar-benar merasa seperti badut. Menunggu seorang lelaki dengan riasan yang tebal, tapi malah ia sedang bergumul dengan wanita lain. Hoek. Rasa mual tiba-tiba datang mengingat hal itu. Kepalaku harus tenang kalau aku mau menang dalam pertempuran dengan wanita ini. Menang bukan berarti mendapatkan suamiku seutuhnya atau kehilangan dia, tapi menang adalah mendapat ketenangan hidup, apapun keputusanku nanti. ***POV Bayu Aku bangun kesiangan, jam 7 baru bangun, padahal biasanya jam 5 istriku sudah cerewet membangunkanku untuk sholat subuh. Kemana dia? Aku duduk di tepi ranja