Home / Pernikahan / Istri Baru Mantan Suamiku / Bab 2 Mencari Tahu Kebenaran

Share

Bab 2 Mencari Tahu Kebenaran

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

SOLM 2.

"Dek, aku pulang. Masak apa hari ini? mas udah laper banget."

Jam sudah menunjuk ke angka 6. Adzan Maghrib baru selesai dikumandangkan. Dulu sebelum tahu kalau suami selingkuh aku akan bertanya kenapa dia pulang telat padahal kerjaannya sudah selesai jam setengah 5, tapi setelah tahu kelakuannya di luar sana, aku sudah enggan bertanya.

Sakit sekali rasanya membayangkan kalau dia pasti menghabiskan waktu bersama wanita itu dulu sebelum pulang ke rumah.

"Aku nggak masak, Mas. Cuma ada sup buat anak-anak."

Ia menatapku heran, aku tahu apa yang ada di pikirannya. Ia pasti merasa aneh kalau tidak ada makanan di dalam rumah sedangkan aku tak pernah sehari pun libur memasak. Apalagi aku selalu mendahulukan masakan kesukaannya.

"Kamu sakit, Dek? Tumben nggak masak?" ia mendekat ke arahku, tangannya mencoba memegang lenganku tapi segera ku tepis. Bayangan kalau tangan itu sudah menyentuh tangan wanita lain membuatku bergidik.

"Enggak, aku nggak sempet masak soalnya tadi pergi ke kota kabupaten beli obat buat bapak. Kamu cari makan aja sendiri di warung. Aku capek." Ku ayunkan kaki ke kamar. Aku masih belum tahu harus bersikap seperti apa. Apa harus melabrak langsung atau ku tahan saja dulu.

Sebelum sampai ke kamar, langkahku terhenti oleh pertanyaannya.

"Kamu ke kota kabupaten lihat aku nggak?"

Cih! Malah itu yang ditanyakan. Saking takutnya kalau ketahuan. Padahal kamu bisa aja nanyain keadaan bapak, atau nanyain keadaanku. Bahkan perutku juga belum kemasukan nasi satu butir pun sejak pagi.

Aku tak peduli, ku banting pintu dari dalam. Brak.

***

Menjelang isya anak-anak membangunkanku, ternyata aku ketiduran dari tadi. Mereka meminta susu sebelum tidur. Aku baru ingat kalau persediaan susu di rumah sudah habis.

"Sebentar ya nanti bunda bikinin, ayah kalian di mana?" tanyaku.

"Ayah lagi nonton Tv Bun."

Ku ayunkan kaki ke tempat suamiku berada, ternyata dia tidak ada. Tv masih menyala tapi pintu depan terbuka. Dinginnya angin dari luar terasa menusuk. Aku hendak menutup pintu depan ketika ku dengar seseorang sedang bercakap-cakap.

"Kamu nggak bisa tidur?" katanya. "Aku nggak bisa nemenin, istriku sebentar lagi bangun."

Deg.

Mas Bayu pasti sedang menelpon pelakor itu.

"Bundaaa!" Suara kencang Zaki mengagetkan kami berdua. Aku lari terbirit- birit ke depan tv, berpura-pura tak terjadi apapun.

"Bunda dari mana sih? Zaki kan tadi minta susu."

Suamiku pun langsung masuk ke dalam rumah. Sengaja ku keraskan suaraku.

"Susu habis, Zak. Minta sama ayah tuh uangnya."

"Loh, uang susu habis, Bun?" Mas Bayu ikut kaget mendengar teriakan ku.

"Habis" jawabku ketus.

Ia terlihat menggaruk-garuk kepala, bingung sepertinya. "Uangku juga habis Bun, gajiannya baru seminggu lagi. Kamu nggak punya simpenan, Bun? biasanya kan kamu ada simpenan?" Tanya suamiku memelas.

Aku tahu kalau dia akan mengatakan itu. Padahal uang gajian yang ia kasih tak seberapa. Selalu aku yang menembel kekurangan bulanan kami. Bagaimanapun. aku memang selalu menyisihkan uang untuk ditabung. Aku berjaga-jaga jika suatu saat suamiku nggak bekerja, atau meninggal. Meskipun tak sekalipun aku berpikir kalau suamiku mungkin akan meninggalkanku karena berselingkuh.

Perkara uang ini jadi mengingatkanku pada saat aku habis lahiran anak kedua. Aku lupa apa alasan suamiku memotong uang bulananku padahal kebutuhan kami bertambah. Itu berarti 3 tahun berlalu. Tunggu! apakah mereka melakukan itu sejak 3 tahun yang lalu?

"Bu, maaf ya uang bulanan harus ayah potong soalnya ayah menggaji orang satu lagi. Ayah nggak sanggup kalau harus ngerjain proyek ber 3" katanya 3 tahun yang lalu. Sekarang setelah dipikir lagi kenapa Mas Bayu masih tetap memotong uang bulananku yah padahal proyeknya semakin besar.

Waktu itu Zaki masih menyusu padaku, jadi uang yang aku pangkas adalah uang susu formula karena ku pikir Zaki hanya pakai asi saja sudah cukup. Uang 1,5 juta waktu itu harus ku putar untuk masak, bayar listrik, pampers dan susu kakaknya. Kami harus makan seadanya, asalkan anak-anak bisa makan lauk. Apakah uang yang dipotong itu ia kasih untuk simpanannya?

"Bun! kok melamun?" dia menepuk pundakku.

"Eh, iya, maksud bunda nggak ada simpenan, Pak. Sudah habis."

Ia terlihat kesal dengan jawabanku. "Yasudah besok ayah usahakan bawa uang lebih"

Untuk saat ini akan ku ikuti dulu alur permainan kamu, mas. Aku kepingin lihat sejauh mana kamu mempermainkan ku. Aku juga harus menyelamatkan sedikit harta untuk anak-anakku. Aku Tak ingin mereka terlantar karena perbuatanmu.

***

Pagi-pagi sarapan sudah tersedia di meja makan. Aku sengaja memasak makanan kesukaannya. Satu mangkok ayam goreng mentega pasti akan membuatnya memilih sarapan di rumah.

"Hmmm wangi banget, Bun. Masak apa?"

"Ayam mentega, Mas."

"Wah aku pasti nambah, nih". Ia duduk di kursi dan meletakkan hpnya di samping piring.

"Mau bikin kopi apa teh, Mas?" tanyaku.

"Teh aja, Bun. Jangan manis-manis ya, soalnya di luar suka minum manis." Ia mengambil satu piring penuh nasi dan mengambil beberapa potong ayam di atasnya. Tak lupa ia menyendok sambel tomat yang sengaja ku bikin pedes.

"Emang mas kalau sarapan di luar minum manis juga? sama siapa biasanya?" Uhuk. Ia langsung tersedak pada suapan pertama.

"Eh, em.. ya di kantor sebelum ke proyek. Biasanya dibikinin kopi sama Wawan. Sarapan sama dia. Iya bener sarapan sama Wawan."

Seperti dugaanku, ia pasti sering sarapan bersama wanita itu. Sudah lama sekali ia tak sarapan di rumah. Ada saja alasannya, takut telat lah, takut begah perutnya kalau sarapan pagi, dan berbagai alasan lain.

Aku memang jarang masak enak, pasalnya uang dari dia benar-benar harus aku irit biar bisa menabung. Seadanya saja, hanya sayur dan lauk untuk anak-anak.

"Yasudah bunda bikin teh dulu."

Segelas teh hangat segera siap. Aku sengaja meletakkan tehnya dekat dengan hpnya. Dengan cepat ia menyambar hpnya. Ia masukkan ke dalam saku. Sisa makanan di piring tinggal sedikit lagi.

"Mas pinjem hpnya dong." Pintaku.

Ia melirikku heran. "Buat apa?"

"Buat cari jawaban PRnya Zeno. Kuota hpku habis."

Ia tampak berpikir, mempertimbangkan sesuatu. "Pertanyaan apa emang?"

"Aduh! bunda lupa. Bunda ya nggak ingat semuanya lah soalnya kan ada 5 yang belum ketemu. Pinjem sebentar mas." Sengaja ku pasang wajah memelas.

"Hmm! Yasudah nanti aku aja yang nyariin." Ia mencari alasan lain.

"Bunda aja mas, biar mas makan dulu, sama siap-siap. Nanti kalau mas udah siap kan PRnya sudah selesai." Kilahku.

"Hmm jangan deh, nanti nggak papa telat dikit." Ia tetap bersikukuh.

"Duh, emang kenapa sih mas bunda nggak boleh pinjem hpnya. Ada apa isinya?"

"Eh, mm, anu, nggak ada apa-apanya lah. Nanti takut kalau Pak Darmo nelpon."

"Ya nggak papa kan nanti bunda langsung ngasih tahu kalau ada telpon. Atau jangan-jangan mas selingkuh yah?" Langsung ku tembak dengan pertanyaan inti, aku ingin tahu bagaimana reaksinya.

"Aduuuh! Ngomong apa sih. Jangan macem-macem yah, suami kerja bener-bener tuh didoain jangan dicurigai mulu."

Ia meninggalkan ayam sisa di piring pergi begitu saja.

Related chapters

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 3 Murti, Selingkuhanku

    Solem 3 POV Bayu. "Aku berangkat dulu bun." Ku ambil tas kerjaku dengan kasar. Sebenarnya Pagi ini aku sudah seneng banget istriku masak ayam mentega kesukaanku. Segera aku santap dengan nasi mengepul yang nikmat. Tapi entah kenapa istriku agak bawel dari kemarin. Ia nanya-nanyain isi hp dan menuduhku selingkuh. Kurang ajar betul. Hpku tidak boleh dibuka sama istriku. Nanti dia bisa tahu semuanya. Nama Murti memang kuganti dengan nama lelaki. Tapi kalau dia sampai membuka isi chat nya, habislah sudah ketahuan semua. Sesampainya di tempat kerja aku berleha-leha dulu di kantor. Kali ini aku hanya menangani proyek kecil-kecilan. Entah kenapa Pak Darmo memberikan proyek besar ke Pak Gino terus. Sebenernya aku kepingin protes tapi Pak Darmo bukan orang yang bisa diprotes. Biasanya dia akan merepet memberi nasihat yang sangat banyak, atau aku takut kalau nanti aku malah dipecat. "Pagi sayang." Sesosok wanita masuk ke ruanganku. "Ini sarap

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 4 Salah Siapa

    POV Rumaysa "Yu Rum, bukannya itu pak Darmo yah bosnya suamimu? Yuk samperin aja, tanyain tentang suamimu. Pasti dia tahu deh." Hari ini aku ke pasar Kemis tak jauh dari rumahku bersama Ranti dan anak bungsuku. Zaki sedang bersekolah. Dari jauh aku melihat pak Darmo dengan seseorang di pasar. Ajakan Ranti itu ide yang bagus tapi aku nggak mau kalau nanti pak Darmo cerita ke Mas Bayu dan Mas Bayu jadi curiga. Aku ingin membiarkan ini berjalan dulu, aku ingin tahu apa yang dia lakukan. Aku memang selama ini diam. Tapi kalau aku dibohongi, aku ingin tahu sampai ke akarnya. Aku ingin menunjukkan kalau aku diam karena aku baik, bukan karena aku bodoh. "Jangan, Ran! Aku nggak mau bikin ribut. Biar nanti ku selesaikan sendiri masalahku. Aku nggak mau jadi heboh karena bawa-bawa orang lain." Kami berbalik arah sambil ku gandeng tangan Zeno karena ada beberapa sayuran yang ingin aku beli. "Rumaysa!" Aku menoleh, ternyata Pak Darmo

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 5 Celana Dalam Warna Merah

    "Kenapa bisa ada celana dalam warna merah di jaket suamiku? Aku terheran-heran. Pantas saja suamiku pulang larut malam. Ternyata dia sudah menghabiskan waktu dengan wanita itu. Nafasku seketika memburu mengetahui fakta itu. Ku tarik nafas perlahan beberapa kali sampai hatiku terasa lebih tenang. Celana dalam itu seketika ku lempar jauh.Jijik! Aku benar-benar merasa seperti badut. Menunggu seorang lelaki dengan riasan yang tebal, tapi malah ia sedang bergumul dengan wanita lain. Hoek. Rasa mual tiba-tiba datang mengingat hal itu. Kepalaku harus tenang kalau aku mau menang dalam pertempuran dengan wanita ini. Menang bukan berarti mendapatkan suamiku seutuhnya atau kehilangan dia, tapi menang adalah mendapat ketenangan hidup, apapun keputusanku nanti. ***POV Bayu Aku bangun kesiangan, jam 7 baru bangun, padahal biasanya jam 5 istriku sudah cerewet membangunkanku untuk sholat subuh. Kemana dia? Aku duduk di tepi ranja

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 6 Haruskah Aku Membohongi Istriku

    "Hah, nggak boleh sama istrimu? ya pasti lah, wong istrimu kan pelit" kata Murti. Hmmm, aku menarik nafas panjang. "Kalau nggak nekad ya miskin aja terus, dan kapan kamu mau nikahin aku mas?" tambahnya seraya merajuk. Aduh keder sekali aku kalau ditanyain topik ini, apalagi ini pagi-pagi, bisa rusak mood seharian."Nggak tahu sayang " aku menunduk. Sebisa mungkin aku menghindari pertengkaran dengan Murti. Kalau topik ini diangkat, pasti ujung-ujungnya berantem. "Yaelah, kamu emang nggak beneran cinta kan sama aku?" lagi-lagi ke sini, bingung. Sebenernya aku sayang sama Murti, walaupun sebenarnya Murti tak secantik Rumaysa, tapi Murti wanita yang mandiri, penghasilannya besar, lebih besar dari aku. Sedangkan istriku hanya menggantungkan diri dari nafkah pemberianku. Pertimbanganku selama ini adalah Rumaysa istri yang shalihah, keluarga dari keluarga pesantren. Dia bisa mengurus rumah, keuangan, dan anak-anak. Aku tidak bisa melepasnya begit

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 7 Ide Gila dari Murti

    "Mas Bayu tumben ke sini siang-singa begini? nggak ke proyek?" tanya Murti. Keesokan harinya, aku tetap berpura-pura pergi pamit kantor seperti biasa ke Rum. Aku tak mau Rum tahu kalau aku sudah tak bekerja lagi. Kantornya Murti lah tujuanku hari ini karena di sana bos Murti jarang ke berkunjung. Ku lihat Murti sedang memegang map besar. Akhir-akhir ini kantornya ramai sekali, banyak emak-emak yang berencana kerja di luar negeri. "Iya, Mur. Aku sudah nggak kerja sama Pak Darmo. Aku ingin mendirikan proyek sendiri," aku berkata dengan lemas. Semua keinginan dan rencana ini masih mentah, belum matang sama sekali jadi aku merasa sangat ragu-ragu sebenarnya. "Yang bener mas?" matanya berbinar. "Bagus lah mas. Mas kan sudah banyak kenalannya, pasti banyak proyek yang bisa mas tangani nanti," kata Murti dengan yakin. "Iya, Mur doakan saja." "Jadi Mas Bayu sudah hutang ke bank?" Entah kenapa dia sangat antusias. "Belum, Mur. Aku nggak

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 8 Mas Bayu Mulai Curiga

    POV Rumaysa Akhir-akhir ini Mas Bayu agak aneh. Beberapa hari yang lalu aku melihat Mas Bayu sedang mencari sesuatu di kamar. Setelah itu ku lihat wajahnya berubah lesu, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat."Mas Bayu kenapa? Kok akhir-akhir ini kayak pusing banget," tanyaku padanya sore itu saat ia baru pulang kerja. Agak aneh rasanya ia di rumah sore-sore soalnya biasanya jam 10 baru ada di rumah. Aku sudah nggak pernah lagi sibuk bertanya dia dari mana. Males, ah! Akan ku bunuh rasa ini perlahan, agar nanti saatnya kita harus berpisah, aku tinggal bilang, "Silahkan kalau mau pergi." "Nggak apa-apa, Dek. Ada kerjaan yang bikin pusing," jawabnya sambil memijit kening beberapa kali. "Ada masalah sama Pak Darmo?" lama-lama aku penasaran juga. Tumben amat dia ada masalah di proyek. Sejak menikah dengan Mas Bayu belum pernah dia pulang-pulang sampai kusut begitu wajahnya. Masalah sih ada, tapi biasanya dia selesaikan sendiri, nggak sampai

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 9 Menghindari Mas Bayu

    Solem 9 POV Murti Hari ini aku menemani Mas Bayu mengajukan pinjaman ke bank. Seneng sekali rasanya karena hubungan kami bisa selangkah lebih maju. Setelah pengecekan dokumen selesai, kami masih harus menunggu selama satu atau dua minggu sampai uang benar-benar cair, dan itu lumayan lama. Mas Bayu harus ku carikan proyek segera biar dia bisa melanjutkan usahanya, kalau tidak lelaki itu pasti akan pusing memikirkan masalah ini. Aku tak mau istrinya tahu tentang surat rumah itu, nanti dulu sampai usaha Mas Bayu bisa jalan dulu."Tenang saja, Mas. Aku akan carikan proyek yang besar buat kamu biar cuannya banyak, bisa buat liburan nanti," hiburku padanya. Ia masih terlihat lesu dengan keputusannya, meski uang ratusan juta sebentar lagi ada di tangan. Mas Bayu hanya tersenyum dan mengangguk. Kesel juga dapat respons kayak gitu, kayaknya Mas Bayu meremehkan ku. Akan ku buktikan aku bisa berguna buat Mas Bayu, biar dia tambah sayang sama aku. ***"Hallo, Pa

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 10 Hutang dari Bank Sudah Cair

    POV Murti [Besok mau ngambil uang di bank kan, Mas? Ketemu besok di kantor Murti ya] Pesan singkat ku kirim ke Mas Bayu biar dia nggak nelpon aku terus pasalnya bahkan sejak tadi ponselku tak berhenti berdering. "Siapa sih, Mur?" Nelpon kok kayak orang lagi neror, untung nggak ku angkat tuh," tanya Mas Janto. Iya untung banget nggak diangkat, kalau di angkat bisa berabe kalau Mas Janto tahu. "Orang, Mas. Kepingin ke luar negri dia. Nggak sabaran. Mbak Kinan kapan pulangnya Mas? Si Aldi nangis terus tuh." "Besok kayaknya. Ngantuk sebenernya dia. Yasudah Mas mau suapin Aldi dulu." Mas Janto mengambil nasi dan telur goreng untuk Aldi aku memilih bergelung di kamar, udara sangat dingin. Selama ini keluargaku tak ada yang tahu hubunganku dengan Mas Bayu, tapi entah kalau ada mulut comberan yang ngadu-ngadu ke mereka. Tapi mereka belum pernah membicarakan apapun padaku pasalnya aku juga ikut andil dalam keuangan keluarga mereka sehing

Latest chapter

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 25 Zeno Tidak Mau Bertemu Ayah

    Murti merasa sakit hati Bayu berteriak padanya. Padahal, selama ini Bayu selalu baik, tak pernah membentaknya. Beberapa pekerja dan orang-orang di warung memberinya tatapan sinis. Matanya mulai berkaca-kaca dan ia pergi begitu saja. Bayu tak khawatir dengan Murti yang marah. Ia sama sekali tak berniat mengejar wanita itu. Namun, ia justru khawatir dengan Rum dan anak-anak yang mendengar suara Murti tadi. "Apa yang ada di pikiran mereka tentang aku sekarang? Aku harus segera mengunjungi anak-anak. Aku masih berharap bisa kembali bersama Rum," gumam Bayu. Di rumah Rum, Zeno masih saja berwajah muram. Ia masih memikirkan tentang ayahnya. Rum sampai bingung bagaimana cara menghibur Zeno karena Zeno memang sudah mengerti tentang keadaan orang tuanya yang berpisah. "Zeno, ayo kita belajar sayang. Ada PR nggak?" tanya Rum di kamar Zeno. Lelaki kecil itu sedang tidur menghadap tembok. "Ada PR tapi udah dikerjain tadi, Bun. Waktu Bunda sama Zaki ke rumah P

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 24 Murti yang Semakin Posesif

    "Ayolah, Mur. Aku cuma mau minta uang 1 juta. Ini bukan buat Rum, tapi buat Zaki dan Zeno. Aku kangen banget sama mereka. Aku pengin ketemu sama mereka, Mur, tapi aku nggak pegang uang sama sekali sekarang. Pak Hans bilangnya mau transfer bulan ini, tapi nyatanya dia belum bisa dihubungi. Terus temen kamu itu, mana sisa uang pembayarannya? jangan-jangan dia menghilang begitu saja?" tanya Bayu mulai kalut. Dua proyek yang dia pegang sekarang kenapa ada saja sih hambatannya. Padahal dulu waktu sama Pak Darmo hambatannya paling bangunan yang sedikit rusak, cat yang kurang rapi, atau bahan bangunan yang kurang. Dia tak pernah dengar Pak Darmo mengeluh soal masalah uang atau klien. Pak Darmo memang menutupinya atau Pak Darmo beruntung nggak pernah dapat klien seperti itu? Ah tidak mungkin sih, Pak Darmo kan sudah puluhan tahun di dunia proyek begini, pasti ada saja yang nggak beres kliennya. Sial sekali! "Mas mau ketemu anak-anak? Ketemu anak-anak apa ketemu

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 23 Dituduh Pelakor

    Rum jadi salah tingkah karena merasa diperhatikan. Ia malu dengan penampilannya yang mungkin terlihat sangat lusuh. Jadi Rum memutuskan untuk mulai mengerjakan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda tanpa ada niatan mengajak bosnya mengobrol. Lalu ia melihat punggung lelaki itu memasuki kamarnya. Ketika ia sibuk mengangkat jemuran, Zaki mulai rewel lagi. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, sudah waktunya bagi lelaki kecil itu untuk menikmati waktu tidur siangnya. Rum celingukan ke sana ke sini, Aji tak keluar lagi dari kamarnya. Ia mungkin juga tertidur. "Sebentar ya sayang, Bunda nyelesain kerjaan Bunda dulu sebentar," rayu Rum. "Zaki mau bobo, Bun. Zaki ngantuk," rengek Zaki. Rum bingung harus bagaimana. Zaki memang sudah terbiasa tidur siang dengan ditemani dirinya. Kalau tidak ditidurkan nanti dia akan bertambah rewel. Tadinya ia berpikir bisa menidurkan Zaki di sofa kalau Mas Aji tidak pulang. Kalau ada Mas Aji begini, Rum tidak enak kalau mau m

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 22 Janda Harus Kerja

    Beberapa hari setelah kunjungannya ke pesantren kakaknya, ia mendapat kabar baik dari kakak iparnya. Ada seseorang yang membutuhkan jasa membersihkan rumah, dan Rum boleh membawa anaknya kalau mau bekerja. Rum memekik kegirangan, "Alhamdulillah Ya Allah. Akhirnya aku bisa bekerja." "Alhamdulillah, semoga bisa jadi jalan rezeki untuk kamu ya," sahut Mbak Nara. "Jauh nggak rumahnya, Mbak? Aku bisa pulang pergi naik motor, kan?" tanya Rumaysa. Ia sudah membayangkan kalau mungkin ia bekerja tidak akan setiap hari dan bisa dijangkau dengan motor bututnya. Membersihkan rumah tidak terlalu sulit, mudah-mudahan nanti majikannya juga baik. "Deket. Mbak sudah ngobrol ini sama Mas kamu. Kamu juga kenal. Katanya kamu sudah pernah ke rumahnya," jawabnya. Dahi Rum berkerut, rumahnya pernah ia kunjungi? "Rumah Pak Darmo, Rum." lanjut Nara. Rum memasang wajah bingung, tak bisa dijelaskan bagaimana perasaanya. Pak Darmo lagi? Kena

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 21 Mencari Pekerjaan

    "Hah bercerai? Kamu tidak salah, Rum? Meskipun Mas kasihan dengan keadaanmu, tapi perceraian tetap dibenci Allah!" seru Mas Agil tajam. Ia sebenarnya tak tega dengan keadaan adiknya, tapi ia sendiri tidak menyarankan perceraian. Perceraian dibenci Allah!Sedangkan adik bungsunya berniat mengajukan perceraian. Rum tak bisa menjawab. Ia masih menangis sampai tersedu-sedu. "Yasudah, Mas panggilkan Mbak Nara dulu." Agil berlari menuju rumahnya. Ia bingung bagaimana menghadapi adiknya yang sedang menangis seperti itu. Ini kali pertama Rum menangis dihadapan kakak lelakinya. "Ya Allah. Rum, istighfar, Rum!" kata Nara setelah melihat keadaan adik iparnya yang masih terus menangis. Rum yang melihat kakak iparnya langsung menghamburkan diri dalam pelukan pada wanita itu. "Sudah, Rum, sudah. Kamu tenang dulu. Minum dulu, ya." Nara mengangkat dagunya ke arah suaminya agar ia mengambilkan minum untuk Rum. Setelah meneguk segelas air, keadaan Rum mulai

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 20 Anak Korban Perceraian

    "Bun, kok melamun terus?" tanya Zaki pada Ibunya. Meski terlihat tegar, tapi Rum begitu hancur. Ia kehilangan tempat berpijak yang selama ini jadi tumpuan. Lelaki itu, sudah bukan cuma suami, tapi sahabat juga dalam keluh kesah, dalam senang maupun susah. Rum pikir bercerai adalah hal yang mudah, ternyata kehilangan suaminya tidak hanya kehilangan sosok pencari nafkah, tapi juga sahabat, teman dalam menghabiskan waktu, teman dalam mendidik anak-anak, teman dalam mengarungi bahtera kehidupan yang seringkali berat untuk dijalani. "Maaf, ya sayang. Bunda malah melamun. Kamu sudah selesai sarapannya? Kalau sudah ayo kita berangkat," ajak Rum sambil merapikan peralatan sekolah milik anaknya. "Sudah selesai dari tadi, Bun. Bunda kangen yah sama Ayah?" tanya Zaki. Wajahnya menyiratkan rasa iba. "Tidak, sayang. Bunda cuma capek. Bunda sedang memikirkan bagaimana caranya Bunda dapat pekerjaan.

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 19 Tak Bisa Lepas dari Murti

    Aku mengunjungi proyek pertamaku yang hampir rampung. Warung ini berdiri cukup elegan. Warna hitam, putih, dan krem mendominasi. Pak Arif yang ku amanahi untuk menyelesaikan warung ini segera menghampiriku begitu melihatku berhenti tak jauh dari lokasi. "Gimana, Rif? Sudah beres ini?" tanyaku padanya. "Sudah, Pak. Sudah siap pakai," ia tersenyum lebar melaporkan hasil kerjanya. Tak ku ragukan hasil kerja Pak Arif karena dulu saat bekerja dengan Pak Darmo dia termasuk orang yang dipercaya oleh Pak Darmo. Ia mau beralih bekerja denganku karena keluarganya benar-benar sedang membutuhkan uang, dan aku bisa memberikan itu untuknya. "Nanti saya transfer sisa upahnya ya, Rif. Tolong dibagikan juga sama yang lain." Ia mengangguk dan pamit pergi.Aku duduk tak jauh dari warung yang sudah kami dirikan. Ku pandangi warung makan kecil yang terlihat mewah ini. Paling nggak tampilannya tidak kampungan seperti warung dekat pantai pada umumnya. Warung ini

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 18 Pisah dengan Murti

    "Apa, Mas? Aku nggak salah denger? kamu mau minta pisah?" tanya Murti terbelalak. "Dengerin dulu, Mur. Aku minta maaf banget, tapi aku nggak mau pernikahanku berakhir. Hubungan kita me ..." "Diam, Mas!! Aku nggak mau denger kata-katamu lagi. Pernikahanmu udah hancur. Mau apa lagi? kamu mau balik sama istrimu? kamu pikir istrimu mau nerima kamu? Aku nggak mau lagi denger kata pisah dari kamu, Mas. Kalau kamu berani ninggalin aku, akan aku sebarkan ke orang-orang kalau aku hamil biar semua proyek kamu gagal. Kita hancur bersama, Mas!!"Bayu terperanjat mendapat ancaman yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Ia mengenal Murti sudah cukup lama, jadi ia tahu kalau Murti bisa saja senekat itu untuk menghancurkan kami bersama. "Pergi kamu dari sini, Mas. Datang lagi kalau kamu sudah yakin mau menceraikan istrimu!!" Murti berbalik badan dan hendak pergi tapi seketika tangannya ditarik oleh Bayu. "Kamu nggak bisa ngancam aku kaya

  • Istri Baru Mantan Suamiku   Bab 17 Setelah Ketahuan Selingkuh

    Bayu melangkah gontai keluar dari rumahnya sendiri. Ia memacu motornya dengan kencang, berharap angin akan membawa semua masalahnya pergi. Ia tak tahu harus ke mana. Murti pasti sudah pulang, dan sekarang ia tak punya kantor, saudara pun tak punya. Baru ia sadari kalau selama ini Rumaysa memungutnya dari kesendirian dengan menghadiahkannya sebuah keluarga, yang dengan gegabah ia rusak sendiri. Motornya berhenti di sebuah warung bakso dekat lokasi kantor lamanya. Sepasang kekasih baru saja selesai makan bakso dan pergi. Kini tinggal dia seorang dengan semangkok bakso di depannya. Bakso itu seharusnya terlihat nikmat dengan bulatan daging, mie dan kuah yang akan menghangatkan perutnya. Tapi perut keroncongan yang sejak siang tak diisi seketika menghilang dengan peristiwa tadi. "Sejak kapan Rum tahu kalau aku selingkuh? Pantas saja sudah agak lama dia tak mau ku sentuh. Apa yang harus ku lakukan setelah ini? Menceraikan Rum? Harusnya Rum memaafkanku!

DMCA.com Protection Status