Share

Bab 7 Ide Gila dari Murti

"Mas Bayu tumben ke sini siang-singa begini? nggak ke proyek?" tanya Murti. Keesokan harinya, aku tetap berpura-pura pergi pamit kantor seperti biasa ke Rum. Aku tak mau Rum tahu kalau aku sudah tak bekerja lagi. Kantornya Murti lah tujuanku hari ini karena di sana bos Murti jarang ke berkunjung.

Ku lihat Murti sedang memegang map besar. Akhir-akhir ini kantornya ramai sekali, banyak emak-emak yang berencana kerja di luar negeri.

"Iya, Mur. Aku sudah nggak kerja sama Pak Darmo. Aku ingin mendirikan proyek sendiri," aku berkata dengan lemas. Semua keinginan dan rencana ini masih mentah, belum matang sama sekali jadi aku merasa sangat ragu-ragu sebenarnya.

"Yang bener mas?" matanya berbinar. "Bagus lah mas. Mas kan sudah banyak kenalannya, pasti banyak proyek yang bisa mas tangani nanti," kata Murti dengan yakin.

"Iya, Mur doakan saja."

"Jadi Mas Bayu sudah hutang ke bank?" Entah kenapa dia sangat antusias.

"Belum, Mur. Aku nggak mau ngomong sama Rum, biar besok aku ambil diam-diam saja. Dia nggak usah tahu dulu," jawabku.

"Ya bagus lah mas, dia juga nggak akan pernah dukung kamu kok."

Apa iya Rum nggak pernah dukung aku? Aku tahu mungkin Murti merasa tidak suka dengan Rum karena merasa bersaing. Tapi memang Rum dan Murti berbeda sekali.

"Jadi kamu mau dukung aku? Katanya kamu mau bantuin aku?"

"Ya mau lah mas. Tapiiiii, kalau mas mau nikahin aku, kalau nggak dinikahin ya nggak tau yah." Ia melengos pergi ke ruang depan. Aku mencelos kok Murti jadi begitu. Di sana ia langsung melayani pelanggan yang sedang mengurusi berkas-berkas ke luar negri.

Kalau dipikir-pikir lagi kepalaku mendadak pusing. Aduh! mati kutu kalau begini. Apa aku mengambil jalan yang salah? tapi bagaimanapun ini sudah terlanjur basah. Aku sudah menjaminkan rumah mertuaku, eh sekarang Murti nggak mau bantu kalau aku nggak nikahin dia? Simalakama ini, maju kena mundur kena. Bisa rusak rumah tanggaku.

****

POV Murti

Aku senang sekali rasanya akhirnya Mas Bayu mau nurutin apa mauku. Ia memang harus bisa berdiri sendiri, tidak di perintah si bapak-bapak tua itu. Kesel banget rasanya aku sama orang itu. Berani-beraninya dia menasehati hubunganku dengan Mas Bayu, dasar tua bangka nggak tahu diri!

Aku masih ingat betul kata-katanya waktu itu.

"Begini Mur, Kamu itu kan perempuan belum menikah, kenapa kamu malah pacaran sama lelaki yang sudah menikah. Membuat sebuah rumah tangga yang utuh menjadi hancur itu perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. Sedangkan kamu sendiri adalah wanita, yang punya perasaan yang sama seperti istri Bayu. Coba bayangkan kamu ada di posisi dia. Bayangkan bagaimana sakitnya. Tak hanya itu, kamu juga menyakiti anak-anaknya, menyakiti kakak dan ayahmu, semua keluarga besar mu."

Tadinya aku enggan mengomentari lelaki tua itu, tapi dia sudah merendahkan ku.

"Sudah lah Pak Darmo. Bapak urus saja keluarga Bapak sendiri, biar Mas Bayu jadi urusan saya saja."

Lelaki tua itu melenggang pergi meninggalkan ku. Kayaknya dia kecewa aku nggak bisa dibilangin. Lagian siapa sih yang minta nasihatnya.

Aku juga sudah berhasil meyakinkan Mas Bayu untuk hutang di bank dengan uang Rumaysa. Aku ingin hubungan mereka renggang, dan aku bisa masuk diantara mereka. Aku sudah lelah menjadi simpanan Mas Bayu selama 3 tahun ini.

Jangan dibayangkan hubungan kami akan indah, menghadapi berbagai omongan tetangga aja sudah membuatku sangat jengah. Aku tahu mereka membicarakan ku dibelakang. Tapi aku sudah terlanjur sayang dan hubungan kami sudah terlanjur jauh, jadi Mas Bayu harus menikahi ku.

Kalau Mas Bayu sampai kembali ke istrinya dan meninggalkanku, sudah pasti nggak akan ada lelaki lain yang mau menerimaku, pasalnya namaku sudah sangat jelek. Dulu aku sudah di cap sebagai perawan tua, eh sekarang malah jadi perebut suami orang. Dasar mulut tetangga pada nggak sekolah.

"Mas, ayo makan siang," ajak ku pada Mas Bayu yang sedang melamun. Aku sedang happy, umpanku sudah termakan, rasanya aku kepingin makan yang berkuah sekarang, dengan sambal yang banyak.

Mas Bayu beranjak, wajahnya sangat lesu. Mungkin karena sudah lama menungguku, atau karena masalah yang sedang kami hadapi. Aku harus menghiburnya agar dia nggak ingat sama Rum, dia akan selalu happy sama aku.

"Mas, ayo dimakan baksonya."

"Iya, Mur." Dia mulai mengambil saos dan sambal untuk kuah bakso nya. Dia benar-benar tidak fokus. Tangannya terus menyendok bakso, tapi pandangannya jauh entah ke mana. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Tapi tenang saja, Mas, Mas Bayu juga bisa bahagia denganku.

"Mas? Apa ada yang aneh dengan kelakuan istri mas beberapa hari ini?" tanyaku seraya mengalihkan perhatiannya dari masalah ruwet ini.

"Aneh kenapa, Mur? Kayaknya nggak ada deh."

"Masa sih mas."

Aku cukup kaget. Pasalnya aku sudah melakukan sesuatu untuk memancing keributan dalam rumah tangganya. Celana dalam yang ku masukkan ke dalam jaket Mas Bayu harusnya bisa bikin istrinya marah, kenapa malah nggak ada reaksi begini yah.

Apa jangan-jangan diambil Mas Bayu?

"Mas, waktu kita habis cek in di hotel kamu pakai jaket kan? Kamu nemu sesuatu nggak di jaket itu?" tanyaku heran.

"Jaket? Nggak tahu Mur, si Rum yang nyuci."

Huh! kesal sekali rasanya kalau dia sudah menyebut nama istrinya itu. Jadi celana dalam itu harusnya ada sama istrinya dong? kok nggak ada reaksi apa-apa. Si Rum tuh, bodoh apa gimana sih?

"Kamu ngomong apa sih, Mur?"

"Eh nggak apa-apa, Mas. Biar makan kita aku aja yang bayar ya, Mas kan lagi nggak kerja." Ia tersenyum sedikit.

Coba sekali lagi ku kasih istri bodoh itu umpan, kalau tetap tak ada reaksi berarti Si Rum itu benar-benar bodoh. Aku ambil lipstikku yang sudah terpakai dari tas kecil yang selalu aku bawa. Ku masukkan lagi ke jaket Mas Bayu.

"Sudah makannya, Mur?

"Eh, iya sudah, ayo mas pulang," ajak ku. "Mas, kok mas nggak ngajakin aku cek in lagi. Udah dapet servis dari istrimu yah?" kesal rasanya harus menanyakan ini.

"Enggak, Mur. Istriku udah nggak pernah minta lagi."

Apa aku nggak salah denger? kenapa Rum nggak pernah minta? Hubungan mereka sudah mulai renggang? apa Rum mulai curiga ke suaminya?

Aku harus memberikan servis yang lebih ke Mas Bayu biar dia nggak usah kepingin lagi kalau di rumah.

"Ayo, Mas. Kita mampir dulu di hotel biasa, biar Mas nggak terlalu tegang mikirin usaha baru Mas, biar aku yang bayar semuanya."

Ia terlihat berpikir kemudian menggamit tanganku ke tempat biasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status