Dari lift, Bayu mengajak Raina keluar menuju loteng, dan menaiki pesawat. Dom juga ikut serta bersama mereka.Raina mengedar pandangan meneliti sekeliling pesawat dengan tatapan penuh kekaguman ketika menapak memasuki burung besi tersebut.Sesekali dia tampak membungkukkan badan membalas salam hormat para awak kabin yang menyapa mereka.Hingga tibalah mereka pada deretan kursi penumpang yang hanya terdapat beberapa buah saja, sekitar 10 seat, tapi berbeda dengan pada umumnya, sangat luas, nyaman dan mewah. Raina bisa segera memahami bahwa itu adalah pesawat pribadi, lagipula landasannya pun berada di kawasan hunian pribadi.Namun yang dipertanyakan Raina, itu pesawat siapa?“Dom, ini bukan pesawatmu, kan?” telitinya tiba-tiba.Lagi-lagi dia bertanya pada Dom, karena pria itu yang menyambut mereka saat tiba di rumah mewah tadi.Dom tergelak tawa mendengar pertanyaan Raina. “Kalo saya punya pesawat sekeren ini apa masih perlu saya menjadi seorang asisten?”“Terus ini punya siapa?”Ki
Raina bingung atas jawaban Dom yang mengatakan bangunan yang sangat besar itu adalah milik pribadi, bukan sebuah hotel.Maka karena itu dia ingin meminta penjelasan yang lebih rinci.Sedangkan Dom justru terlihat agak panik, dan gugup mendapat pertanyaan dari Raina.“Ma-maksud saya ….”“Maksudnya tempat ini juga milik juragan kaya pemilik pesawat!” sambung Bayu, membantu Dom menjawab pertanyaan Raina.Kehadiran Bayu yang terkesan tiba-tiba, membuat Raina maupun Dom sontak menoleh ke arahnya. Bayu tampak melangkah mendekati mereka berdua.Sembari merinci jawabannya di atas, “Karena aku menyewa pesawatnya, dia memberi kita bonus menempati tempat ini.”“Begitu ya.”Raina mempercayai ucapan Bayu, Dom pun tampak menghela lega. Meskipun pria itu kini menundukkan wajah tak berani menatap Bayu.Raina sendiri belum selesai menanggapi ucapan Bayu, dia masih menambahkan pertanyaan atas pernyataan Bayu setelah Bayu berada di sampingnya.“Tapi beneran bonus, atau jangan-jangan nanti dia minta bay
Adegan berciuman berlangsung singkat. Ketika mereka sama-sama tersadar, mereka menyudahinya segera.Mereka berdua tampak salah tingkah.Namun Raina lebih parah. Perempuan itu sangat malu. Pipinya terasa hangat hingga menundukkan wajah tak mampu menatap Bayu.“Maafkan aku,” ucap Bayu merasa bersalah.“Ti-tidak apa-apa kok,” gugup Raina.Kemudian suasana kembali menghening kala sejenak.Ketika mereka hendak bicara kembali, Raina dan Bayu justru bersuara bersamaan.“Ehm ….”“Ladies first,” persilakan Bayu. “Balik yuk,” ajak Raina melirik ke arah mansion. “disini sangat dingin, anginnya kencang sekali.”Bayu tampak tersenyum tipis.“Aku juga mau bilang begitu. Disini terlalu berangin, dalam keadaan basah bisa kena flu!”Raina menyetujui Bayu melalui anggukan.Lalu mereka pun memutuskan kembali ke mansion.–Adegan mesra memang telah berakhir, namun bayang-bayang itu begitu melekat di benak Raina.Dia tidak bisa melenyapkan dari pikiran.Ketika sedang bercermin, Raina tiba-tiba mengingat
“Alangkah indah ciptaan Tuhan!” kagum Raina.Berkali-kali dia mengagumi keindahan tempat yang dikunjungi sejak kemarin.Raina sedang berdiri menghadap laut saat ini, menikmati pemandangan matahari terbit yang membuatnya terpanah, senyum terus mengulas di wajah.Dibentangkannya kedua tangan, sembari menghirup udara segar pagi itu.Perlahan Bayu mendekatinya, hingga berdiri tepat di sampingnya.“Kamu menyukainya?” tanya Bayu.Raina manggut-manggut.“Aku suka semuanya!” “Suka melihat matahari terbenam, suka lihat bintang-bintang di malam hari, dan matahari terbit seperti sekarang ini. Suka semuanya!” rinci Raina.Dia juga mengaku sejak dulu sangat ingin menginap di pantai, tapi tidak pernah tercapai.Sekarang bisa melakukannya seperti sedang bermimpi!“Kalau begitu kita akan sering-sering ke pantai setelah ini!” janji Bayu.“Sungguh?” “Tentu saja. Aku tau beberapa pantai yang indah. Lain kali ini ke sana.”Raina reflek manggut-manggut, menyetujui ajakan Bayu.Namun sekejap saja tawa di
Kenyataannya keadaan lebih rumit dari yang dibayangkan Raina. Tidak semudah itu meminta maaf pada Bayu.Ketika mereka sudah tiba kembali ke rumah mewah itu, dan pesawat telah mendarat, Raina tidak langsung beranjak.Sesuai niatnya, dia ingin meminta maaf pada Bayu.Dia menunggu Bayu di tempat duduknya, untuk turun bersama.Namun ternyata Bayu melewatinya begitu saja.Sigap Raina menahan tangan Bayu.“Aku minta maaf soal yang tadi!” ucapnya cepat.Namun Bayu tak tampak menggubrisnya, membalikkan badan pun tidak.Pria itu hanya melirik Raina dari sudut mata dengan tatapan mengerikan.Mendapat respon kurang baik, perlahan Raina melepas genggamannya. Dia takut Bayu tak menyukai caranya itu yang mungkin mencengkeram terlalu kuat sehingga membuat Bayu kesakitan. Atau semacamnya.Akan tetapi, setelah genggaman terlepas, Bayu justru segera melenggang pergi.Sambil bertitah pada Dom, “Antar dia pulang!”Dom menanggapi dengan mengangguk.Raina tak menyukai keadaan tersebut. Sikap tulisnya tida
Memikirkan kesimpulannya itu, Bayu benar-benar panik.“Aku harus mencarinya!” putusnya kemudian.Namun ketika dia baru akan melangkah, gerakannya segera terhenti kembali.“Gimana kalo sebentar lagi dia sampai di rumah, terus tidak ada orang?” pikirnya lagi.Bayu menjadi sangat kebingungan harus berbuat apa.Pergi mencari Raina, atau tetap menunggu di di rumah.Lagipula sebenarnya dia juga masih memikirkan gengsinya.Seandainya dia pergi mencari Raina, padahal dia sedang bertengkar dengan perempuan itu, rasanya juga sangat memalukan.“Haiz!” Ia meninju sandaran sofa.Bayu menjadi kesal sendiri dengan dirinya yang seperti tidak memiliki pendirian.Pada akhirnya dia terlihat mondar-mandir dengan gelisah di dalam rumah.Dengan tatapan tertuju ke arah jendela, berharap bisa menemukan Raina di luar sana.Tak kunjung melihat kepulangan Raina, dia pun tak lagi dapat menunggu di dalam rumah, kemudian pergi keluar halaman.Mondar-mandir di halaman dengan perasaan tak menentu, sambil sesekali m
Pasca Bayu menyebut nama asing yang jelas-jelas nama seorang perempuan tersebut, Raina mengurungkan niat untuk melarikan diri. Tepatnya lupa dengan niatnya itu. Dia merenung hingga tak sengaja tertidur bersama Bayu sampai pagi.Dia juga terjaga lebih dulu.Saat membuka mata, Raina merasakan tubuhnya begitu berat, rupanya tangan Bayu masih menindihnya.Sempat kaget dengan keberadaannya, tapi segera teringat apa yang terjadi.Selanjutnya, dia pun segera beranjak. Hanya saja Bayu masih sangat pulas.Untuk bisa bangun, Raina pun harus memindahkan tangan kekar itu.Dengan perlahan sekali ia melakukannya, tak ingin membangunkan Bayu.Krak … krak ….Ia merenggangkan otot-otot setelah berhasil turun dari ranjang.Bangun tidur bukannya segar, Raina merasakan pegal di sekujur tubuh.Selain ketindihan tangan Bayu, itu efek dari insiden berjalan kaki sejauh berkilo-kilo kemarin.“Rasanya pengen tidur lagi, tapi—aku harus siap-siap,” keluhnya.Libur telah usai, dia harus kembali bekerja.Akhirnya
Hingga jam mengajar berakhir, Bayu benar-benar tidak muncul di sekolah.Meskipun tak ingin memikirkan tentang pria itu, otak Raina seakan bekerja tanpa dapat dicegah.Sejujurnya, dia jadi ikut mengkhawatirkan keadaan Bayu.“Apa mungkin dia memang sakit?”Raina tiba-tiba teringat dengan ucapan para murid sesaat lalu.“Biasanya dia selalu bangun pagi sih—”Dia juga mengenang, ketika dia berangkat ke sekolah tadi, Bayu masih tidur. Bayu belum pernah bangun lewat dari jam 7 selama mereka tinggal bersama.Yang pada akhirnya meningkatkan perasaan khawatirnya.Kemudian, dia pun buru-buru berkemas, dan keluar kelas.Dia hendak pulang, ingin memeriksa keadaan pria itu.Saking terburu-buru, Raina berjalan dengan gesit hingga berlari, yang membuatnya menabrak seorang rekannya di luar sana.Brak!Semua bawaannya terjatuh, berserakan di mana-mana.“Ma-maaf, Bu Raina. Saya tidak sengaja,” ucap Bu guru Helen.“Tidak masalah, Bu Helen. Justru saya yang bersalah, jalan nggak lihat-lihat. Maaf ya, Bu!”