“Alangkah indah ciptaan Tuhan!” kagum Raina.Berkali-kali dia mengagumi keindahan tempat yang dikunjungi sejak kemarin.Raina sedang berdiri menghadap laut saat ini, menikmati pemandangan matahari terbit yang membuatnya terpanah, senyum terus mengulas di wajah.Dibentangkannya kedua tangan, sembari menghirup udara segar pagi itu.Perlahan Bayu mendekatinya, hingga berdiri tepat di sampingnya.“Kamu menyukainya?” tanya Bayu.Raina manggut-manggut.“Aku suka semuanya!” “Suka melihat matahari terbenam, suka lihat bintang-bintang di malam hari, dan matahari terbit seperti sekarang ini. Suka semuanya!” rinci Raina.Dia juga mengaku sejak dulu sangat ingin menginap di pantai, tapi tidak pernah tercapai.Sekarang bisa melakukannya seperti sedang bermimpi!“Kalau begitu kita akan sering-sering ke pantai setelah ini!” janji Bayu.“Sungguh?” “Tentu saja. Aku tau beberapa pantai yang indah. Lain kali ini ke sana.”Raina reflek manggut-manggut, menyetujui ajakan Bayu.Namun sekejap saja tawa di
Kenyataannya keadaan lebih rumit dari yang dibayangkan Raina. Tidak semudah itu meminta maaf pada Bayu.Ketika mereka sudah tiba kembali ke rumah mewah itu, dan pesawat telah mendarat, Raina tidak langsung beranjak.Sesuai niatnya, dia ingin meminta maaf pada Bayu.Dia menunggu Bayu di tempat duduknya, untuk turun bersama.Namun ternyata Bayu melewatinya begitu saja.Sigap Raina menahan tangan Bayu.“Aku minta maaf soal yang tadi!” ucapnya cepat.Namun Bayu tak tampak menggubrisnya, membalikkan badan pun tidak.Pria itu hanya melirik Raina dari sudut mata dengan tatapan mengerikan.Mendapat respon kurang baik, perlahan Raina melepas genggamannya. Dia takut Bayu tak menyukai caranya itu yang mungkin mencengkeram terlalu kuat sehingga membuat Bayu kesakitan. Atau semacamnya.Akan tetapi, setelah genggaman terlepas, Bayu justru segera melenggang pergi.Sambil bertitah pada Dom, “Antar dia pulang!”Dom menanggapi dengan mengangguk.Raina tak menyukai keadaan tersebut. Sikap tulisnya tida
Memikirkan kesimpulannya itu, Bayu benar-benar panik.“Aku harus mencarinya!” putusnya kemudian.Namun ketika dia baru akan melangkah, gerakannya segera terhenti kembali.“Gimana kalo sebentar lagi dia sampai di rumah, terus tidak ada orang?” pikirnya lagi.Bayu menjadi sangat kebingungan harus berbuat apa.Pergi mencari Raina, atau tetap menunggu di di rumah.Lagipula sebenarnya dia juga masih memikirkan gengsinya.Seandainya dia pergi mencari Raina, padahal dia sedang bertengkar dengan perempuan itu, rasanya juga sangat memalukan.“Haiz!” Ia meninju sandaran sofa.Bayu menjadi kesal sendiri dengan dirinya yang seperti tidak memiliki pendirian.Pada akhirnya dia terlihat mondar-mandir dengan gelisah di dalam rumah.Dengan tatapan tertuju ke arah jendela, berharap bisa menemukan Raina di luar sana.Tak kunjung melihat kepulangan Raina, dia pun tak lagi dapat menunggu di dalam rumah, kemudian pergi keluar halaman.Mondar-mandir di halaman dengan perasaan tak menentu, sambil sesekali m
Pasca Bayu menyebut nama asing yang jelas-jelas nama seorang perempuan tersebut, Raina mengurungkan niat untuk melarikan diri. Tepatnya lupa dengan niatnya itu. Dia merenung hingga tak sengaja tertidur bersama Bayu sampai pagi.Dia juga terjaga lebih dulu.Saat membuka mata, Raina merasakan tubuhnya begitu berat, rupanya tangan Bayu masih menindihnya.Sempat kaget dengan keberadaannya, tapi segera teringat apa yang terjadi.Selanjutnya, dia pun segera beranjak. Hanya saja Bayu masih sangat pulas.Untuk bisa bangun, Raina pun harus memindahkan tangan kekar itu.Dengan perlahan sekali ia melakukannya, tak ingin membangunkan Bayu.Krak … krak ….Ia merenggangkan otot-otot setelah berhasil turun dari ranjang.Bangun tidur bukannya segar, Raina merasakan pegal di sekujur tubuh.Selain ketindihan tangan Bayu, itu efek dari insiden berjalan kaki sejauh berkilo-kilo kemarin.“Rasanya pengen tidur lagi, tapi—aku harus siap-siap,” keluhnya.Libur telah usai, dia harus kembali bekerja.Akhirnya
Hingga jam mengajar berakhir, Bayu benar-benar tidak muncul di sekolah.Meskipun tak ingin memikirkan tentang pria itu, otak Raina seakan bekerja tanpa dapat dicegah.Sejujurnya, dia jadi ikut mengkhawatirkan keadaan Bayu.“Apa mungkin dia memang sakit?”Raina tiba-tiba teringat dengan ucapan para murid sesaat lalu.“Biasanya dia selalu bangun pagi sih—”Dia juga mengenang, ketika dia berangkat ke sekolah tadi, Bayu masih tidur. Bayu belum pernah bangun lewat dari jam 7 selama mereka tinggal bersama.Yang pada akhirnya meningkatkan perasaan khawatirnya.Kemudian, dia pun buru-buru berkemas, dan keluar kelas.Dia hendak pulang, ingin memeriksa keadaan pria itu.Saking terburu-buru, Raina berjalan dengan gesit hingga berlari, yang membuatnya menabrak seorang rekannya di luar sana.Brak!Semua bawaannya terjatuh, berserakan di mana-mana.“Ma-maaf, Bu Raina. Saya tidak sengaja,” ucap Bu guru Helen.“Tidak masalah, Bu Helen. Justru saya yang bersalah, jalan nggak lihat-lihat. Maaf ya, Bu!”
Saat ini Raina sedang berkeliling, untuk menyebarkan surat lamaran yang sudah dipersiapkannya ke beberapa kafe sesuai rencana awal.Dia menjelajahi semua tempat serupa yang ditemuinya. Baik yang memang sedang membuka lowongan, ataupun tidak.Asal menemukan kafe, bahkan rumah makan kecil-kecilan dia tetap mendatangi.Salah satu yang menjadi sasaran Raina, sebuah warung sederhana di hadapannya.“Permisi!”“Selamat sore, Mbak!”Raina menyapa sopan seorang perempuan paruh baya di warung tersebut.Perempuan itu tak terlihat bersahabat, dia menatap Raina dari atas sampai bawah dengan tatapan hina.“Mau apa nih? Minta sumbangan ya?” sinisnya.“Oh, nggak kok … saya hanya mau melamar kerja di sini, Mbak,” lurus Raina cepat. “Apakah—warung ini butuh karyawan?” tanyanya.Dan ternyata perempuan itu tidak suka Raina menyebut tempat sederhana tersebut sebagai warung. “Enak saja menyebut kafe kami warung, kau buta? Ini tuh kafe! Bukan warung! Kamu menghina saya ya?” nyolot perempuan itu.“Bukan beg
Beberapa saat memang terlihat Bayu keluar dari dalam mobil tersebut, menghampirinya.Pandangan Raina mengikuti pergerakan Bayu hingga tiba di hadapannya.“Kamu ngapain disini?” teliti pria itu.“Mau tau aja urusan orang,” ketus Raina.Bayu menyeringai.“Jelas aku patut taulah, kamu istriku, artinya kalau terjadi apa-apa adalah tanggung jawabku!”Selanjutnya Bayu mengalihkan topik, “Itu apa yang di tanganmu?” Mendapatkan pertanyaan tersebut, Raina buru-buru menyembunyikan tangannya di belakang.“Bukan apa-apa,” sahutnya.“Bukan apa-apa, kenapa malah disembunyikan? Oh, kamu mulai berani main rahasia-rahasiaan ya sama aku?”Bayu tampak menyipitkan mata ketika berucap, memperlihatkan ekspresi sangar.Namun Raina tidak merasa ketakutan dengan sikapnya itu, lebih takut Bayu mengetahui apa yang dipegangnya.“Intinya bukan hal yang penting untukmu! Bukannya kita juga hanya menikah palsu saja, apanya yang rahasia atau tidak!” respon Raina jauh lebih galak.“Sudahlah, aku mau pulang! Cepat ant
Raina pergi dari ruangan Galih dengan terburu-buru, melupakan satu hal, bahwa dia orang baru di perusahaan tersebut.Setelah keluar dia mendadak kebingungan.“By the way, ruang CEO ada dimana ya? Astaga! Seharusnya aku nanya tadi,” sesalnya menepuk jidat.Jelas dia belum mengenal tempat itu sama sekali, mana mungkin mengetahui letak ruangan CEO.Terlebih gedung Corporindoo sangat luas, dan tidak memiliki petunjuk arah.Sempat terpikir ingin kembali ke ruangan Galih—Namun ia menggeleng-geleng kasar.Takut pria itu akan berpikir dia kurang becus dalam bekerja, kemudian bisa saja dia kehilangan pekerjaan yang sudah berada di dalam genggamannya.Lagipula dia bahkan telah memasuki lift saat ini.Ketika akan menekan tombol lift dia baru tersadar, bingung mau menyentuh angka berapa.“Adu nasib saja,” putusnya kemudian sambil menghela napas penuh ketegangan.Yakni Raina memilih sembarang menekan tombol lift.Dia memilih angka paling besar, yakni tombol nomor 12.CEO adalah seorang pemimpin p
Bayu tak mendapati dandanan Raina yang mirip badut pancoran seperti yang dikatakannya, tetapi perempuan itu sangat cantik—bikin pangling.Bayu menatap Raina penuh arti, membuat Raina salah tingkah.“Kamu kenapa sih ngeliatin aku begitu, beneran kayak badut pancoran ya?” selidik Raina.Namun pertanyaannya belum sempat dijawab oleh Bayu, Raina sudah kembali bersuara—“Bay, Bay, ada orang di depan,” ucapnya panik. Saking pangling dengan kecantikan Raina, Bayu lupa sedang menyetir, sehingga tak sadar kendaraannya telah keluar jalur, nyaris menabrak pengendara dari arah berlawanan.Bahkan dia tak mendengar suara klakson yang berkumandang nyaring, perlu Raina yang mengingatkannya.Usai diperingatkan Raina, Bayu pun segera menginjak rem yang diiringi teriakan Raina.Raina berteriak panik karena posisi mobil mereka dengan kendaraan roda dua di depan sudah terlalu dekat, tabrakan nyaris tak terhindari.Namun ia tak mendengar suara benturan setelah kendaraan mereka benar-benar berhenti sempurn
Raina pun tiba-tiba teringat kejadian kemarin, tentang pertemuannya dengan Bayu di Corporindoo, Bayu berada di ruangan pribadi direktur utama ….Kemudian juga tentang bagaimana para karyawan di sana dalam memperlakukan Bayu, orang-orang itu sangat menghormati Bayu.Raina pun semakin antusias dengan pernyataan Bayu bahwa dirinya merupakan pemilik Corporindoo.“Tapi masa sih, dia CEO Corporindoo?” ragunya. “Kayaknya ga mungkin, keturunan sultan pemilik Corporindoo mau tinggal di rumah gubukku selama ini.”Pada waktu bersamaan dimana Raina kembali dirundung keraguan, Bayu bersuara menyadarkannya dari lamunan.“Ayo turun!” seru pria itu.Raina menyudahi perenungannya, manut pada ajakan Bayu untuk segera turun dari mobil.Sebab dia tak ingin membuang-buang waktu supaya tidak terlambat masuk kantor.Pasangan itu kemudian memasuki mall, langkah mereka langsung tertuju ke sebuah toko kosmetik brand ternama. “Silakan, boleh … mau nyari apa, Mbak?” sambut hangat seorang SPG.Raina tampak kago
Masalahnya Anna bahkan telah melihat sosok Bayu— dia mengintip ke arah mobil Bayu setelah klakson kencang yang dibunyikan Bayu.“Itu siapa, Rain? Pacar kamu ya?” goda perempuan itu seketika.“Apaan, bukanlah!” lurus Raina segera.“Ah, masa? Pacar kamu kali? Ngaku aja!” cecar Anna tak percaya.Perempuan itu bahkan menggoda Raina lebih lagi—“Oh, aku tau, jadi kamu sibuk karena mau kencan sama pacar kamu, kan? Cie, Raina!”“Ish, apaan sih … udah dibilangin dia bukan pacarku! Mana ada kencan-kencan.”“Terus siapa dong?”“Bukan siapa-siapa! Iya udah ya, aku balik dulu, bye!” pamit Raina buru-buru, tepatnya menghindari Anna.Dia bahkan menghindari Bayu, supaya Anna tidak semakin salah paham.Raina melewati mobil Bayu begitu saja, seakan mereka tak saling mengenal.“Hei, apa maksudmu?” pekik Bayu yang sudah pasti mendapat kejutan atas sikapnya.Raina mengabaikan panggilan Bayu, terus melangkah dengan cepat.Tak peduli bagaimana ia harus menghadapi Bayu nantinya, yang terpenting Anna tidak m
Selain dengkuran yang berhenti, Bayu juga tampak mengubah posisi. Dari terlentang menjadi menyamping— menghadap ke arah pintu pula.Namun matanya tetap terpejam rapat.Bayu pun tidak bersuara, tidak menegur Raina yang mencoba melarikan diri.Raina menyimpulkan Bayu masih terjaga, ia menghela napas lega.Kemudian segera melanjutkan niatnya, membuka lebar pintu secara perlahan, dan keluar secepat mungkin dari kamar tersebut sebelum Bayu benar-benar memergokinya.Dia berhasil melarikan diri dari Bayu.Namun Raina baru benar-benar merasa tenang setelah cukup lama Bayu tak menyusulnya di kamar sebelah.“Kayaknya dia memang ga tau aku keluar, dia benar-benar manusia yang unik,” cengir Raina.Antara lega tapi juga keheranan. Merasa lucu sekaligus kagum, bisa-bisanya Bayu begitu mudah terlelap.Sangat berbeda jauh dengannya yang membutuhkan waktu cukup lama untuk tertidur,— terlalu banyak yang terpikirkan.Selang sejenak pikiran Raina pun telah berseliweran, isi otaknya sangat penuh.Dari men
Rombongan nenek tak lagi terlihat jejaknya, Raina masih terbengong di tempatnya berdiri sejak awal, dengan wajah yang terasa hangat akibat ucapan Nyonya besar Edgardo yang meminta cucu.Gadis polos itu merasa sangat malu mendengar kalimat yang dirasa tabu baginya.Lagipula balik lagi pada— hubungannya dengan Bayu— hanya sebuah hubungan semu yang memiliki batas waktu, tidak mungkin mencetak cucu untuk keluarga Edgardo.“Kamu ngapain masih di situ!” tegur Bayu tiba-tiba. Pria itu sudah masuk ke dalam rumah sebelumnya, dia keluar lagi saat menyadari Raina masih berada di luar.Raina sontak menoleh ke arah asal suara, dan mendapatkan Bayu sedang berdiri tegak di ambang pintu.Dia keheranan melihat Bayu yang begitu santai.Raina lalu menghampiri Bayu dengan segera, dan menyampaikan rasa penasarannya tentang sikap pria itu.“Kamu masih bisa tenang setelah nenekmu ngomong kayak tadi?” “Emangnya nenek ngomong apa?”Raina menghela tak percaya bahwa Bayu tak mungkin tidak mendengar ucapan nen
Deg!Mata Raina perlahan melebar sempurna, wajah pun menjadi pucat, merasakan hangatnya sentuhan sang nenek seakan membakar menembus kulit tangannya yang dingin menusuk tulang.Sementara dia belum menyerah, berusaha menarik tangannya untuk membatalkan pemberian hadiah pada sang nenek.Hanya saja usahanya tak membuahkan hasil, sebab juga tidak berani terlalu bertenaga, takut menyinggung perasaan Nyonya besar Edgardo.Gagal dengan usahanya, Raina melirik Bayu—mencari bantuan.Namun Bayu pun tak terlihat ingin membantunya kali ini. Pria di hadapannya itu hanya membalas menatapnya dengan tatapan penuh arti dalam geming.Atau mungkin Bayu juga tidak dapat berbuat banyak karena kesalahan yang dia lakukan terlalu besar?Entahlah, Raina mulai gelisah, dan ketakutan. Semakin yakin dirinya sedang dalam masalah besar!Terutama sang nenek tiba-tiba merebut gantungan kunci dari tangannya.“Tamatlah riwayatku!” batin Raina memalingkan wajah.Dia tak memiliki keberanian untuk beradu tatap dengan Ny
Jangankan Raina, Bayu pun terlonjak kaget mendengar pekik nenek yang kencang itu.Sebab keberadaan nenek benar-benar tak diketahui oleh mereka.Raina merasakan jantungnya berdebar-debar, ternyata apa yang dikatakan Bayu benar, sang nenek sangat galak.Wajah wanita usia lanjut yang masih sangat energik itu begitu garang, menatapnya dengan tatapan mengerikan.Membuat Raina seketika menundukkan kepala.Beruntung Bayu cukup pengertian, pria itu memberinya ketenangan yang berarti.Bayu masih mendekapnya hingga detik ini, bahkan lebih erat lagi, seperti mengetahui dirinya sedang ketakutan menghadapi sang nenek.Sejenak Bayu juga membantunya melewati saat-saat menegangkan tersebut, dengan mengalihkan perhatian sang nenek.“Nenek kok tidak bilang-bilang mau kemari? Kalau begini ‘kan kami jadi tidak ada persiapan apa-apa buat menyambut Nenek.”Sambil berkata, Bayu berjalan menghampiri Nyonya Edgardo.Sungkem pada sang nenek, menciumi kening, pipi kanan dan pipi kiri sesepuh tersebut. Menggamba
Bayu mengerutkan kening, menatap serius objek di depan sana— wajahnya itu terlihat tegang.Hal ini menarik perhatian Raina yang kebetulan meliriknya.Namun ia tidak langsung menanyakan apa yang terjadi terhadap Bayu, melainkan ikut menoleh ke arah yang ditatap Bayu.Raina pun menemukan keberadaan mobil-mobil mewah itu, terparkir di sepanjang jalanan.“Ada acara apa nih, tumben banyak mobil di daerah sini,” ujar Raina.Dia malah tidak berburuk sangka seperti Bayu yang langsung menebak mobil-mobil tersebut sebenarnya berada di rumah mereka.Sebab hanya Bayu yang mengenali kendaraan-kendaraan itu.Bayu tak menanggapi ucapan Raina, terus memasang wajah serius, Raina justru mengira Bayu merasa terganggu dengan keberadaan mobil-mobil itu.“Atau parkir di dekat sini aja, kita jalan kaki ke rumah,” anjur Raina lebih lanjut. Masih menambahkan saran lain, “Nanti setelah mobil-mobil itu pergi baru majuin mobilmu.”Sementara Bayu tak terlihat mengindahkan ucapan Raina, ia melewati tempat parkir y
Bukan hanya membelikan makanan untuk pria paruh baya tersebut, Bayu juga menawarkan diri mengantarnya pulang.Rumah pak kumis ternyata cukup prihatin— anak dan ayah itu hanya tinggal di rumah kardus.Tak tanggung-tanggung, Bayu bahkan membeli satu unit rumah untuk mereka.Masih memberikan bantuan lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari (sembako), dan terakhir mewujudkan impian pak kumis yang ingin membuka usaha jual siomay demi keberlangsungan hidup.Raina bertambah mengagumi Bayu atas sikap baiknya itu.“Terima kasih ya, kamu udah mau nolongin bapak itu,” ucap Raina ketika mereka dalam perjalanan pulang.Bayu tergelak kecil.“Kenapa kamu harus berterima kasih?”“Aku benar-benar terharu. Kamu bahkan rela menghabiskan tabungan untuk membelikan mereka rumah. Kamu pasti menghabiskan seluruh tabunganmu selama ini, kan?” tebak Raina tanpa mengharapkan jawaban.Bayu mengeluarkan banyak uang untuk membeli rumah, menurut Raina pria itu pasti menghabiskan seluruh tabungan, atau setidaknya lebih