Saat ini Raina sedang berkeliling, untuk menyebarkan surat lamaran yang sudah dipersiapkannya ke beberapa kafe sesuai rencana awal.Dia menjelajahi semua tempat serupa yang ditemuinya. Baik yang memang sedang membuka lowongan, ataupun tidak.Asal menemukan kafe, bahkan rumah makan kecil-kecilan dia tetap mendatangi.Salah satu yang menjadi sasaran Raina, sebuah warung sederhana di hadapannya.“Permisi!”“Selamat sore, Mbak!”Raina menyapa sopan seorang perempuan paruh baya di warung tersebut.Perempuan itu tak terlihat bersahabat, dia menatap Raina dari atas sampai bawah dengan tatapan hina.“Mau apa nih? Minta sumbangan ya?” sinisnya.“Oh, nggak kok … saya hanya mau melamar kerja di sini, Mbak,” lurus Raina cepat. “Apakah—warung ini butuh karyawan?” tanyanya.Dan ternyata perempuan itu tidak suka Raina menyebut tempat sederhana tersebut sebagai warung. “Enak saja menyebut kafe kami warung, kau buta? Ini tuh kafe! Bukan warung! Kamu menghina saya ya?” nyolot perempuan itu.“Bukan beg
Beberapa saat memang terlihat Bayu keluar dari dalam mobil tersebut, menghampirinya.Pandangan Raina mengikuti pergerakan Bayu hingga tiba di hadapannya.“Kamu ngapain disini?” teliti pria itu.“Mau tau aja urusan orang,” ketus Raina.Bayu menyeringai.“Jelas aku patut taulah, kamu istriku, artinya kalau terjadi apa-apa adalah tanggung jawabku!”Selanjutnya Bayu mengalihkan topik, “Itu apa yang di tanganmu?” Mendapatkan pertanyaan tersebut, Raina buru-buru menyembunyikan tangannya di belakang.“Bukan apa-apa,” sahutnya.“Bukan apa-apa, kenapa malah disembunyikan? Oh, kamu mulai berani main rahasia-rahasiaan ya sama aku?”Bayu tampak menyipitkan mata ketika berucap, memperlihatkan ekspresi sangar.Namun Raina tidak merasa ketakutan dengan sikapnya itu, lebih takut Bayu mengetahui apa yang dipegangnya.“Intinya bukan hal yang penting untukmu! Bukannya kita juga hanya menikah palsu saja, apanya yang rahasia atau tidak!” respon Raina jauh lebih galak.“Sudahlah, aku mau pulang! Cepat ant
Raina pergi dari ruangan Galih dengan terburu-buru, melupakan satu hal, bahwa dia orang baru di perusahaan tersebut.Setelah keluar dia mendadak kebingungan.“By the way, ruang CEO ada dimana ya? Astaga! Seharusnya aku nanya tadi,” sesalnya menepuk jidat.Jelas dia belum mengenal tempat itu sama sekali, mana mungkin mengetahui letak ruangan CEO.Terlebih gedung Corporindoo sangat luas, dan tidak memiliki petunjuk arah.Sempat terpikir ingin kembali ke ruangan Galih—Namun ia menggeleng-geleng kasar.Takut pria itu akan berpikir dia kurang becus dalam bekerja, kemudian bisa saja dia kehilangan pekerjaan yang sudah berada di dalam genggamannya.Lagipula dia bahkan telah memasuki lift saat ini.Ketika akan menekan tombol lift dia baru tersadar, bingung mau menyentuh angka berapa.“Adu nasib saja,” putusnya kemudian sambil menghela napas penuh ketegangan.Yakni Raina memilih sembarang menekan tombol lift.Dia memilih angka paling besar, yakni tombol nomor 12.CEO adalah seorang pemimpin p
“Kok kamu bisa di sini sih?”Raina sudah pasti terkejut bukan main melihat jelas wajah pria yang menghadangnya.Sedangkan Bayu tak tampak memedulikan keterkejutannya, perlahan maju mendekatinya.Sementara Bayu terus melangkah maju, Raina pun reflek memundurkan langkah.Hingga posisi mentok, dan kemudian Bayu mendorongnya terjatuh ke ranjang.“Ka-kamu mau apa? Jangan macam-macam ya!” kecam Raina.“Kamu sendiri yang mendatangiku,” sahut Bayu santai.“Iya mana aku tau kamu di dalam sini ….”Bayu memotong cepat, “Oh, jadi maksudmu, kamu mau menggoda penghuni kamar ini?”Mata Raina seketika melebar sempurna mendengar kalimat tersebut.Plak! Reflek ia menampar pria di hadapannya.“Sembarangan kalau ngomong, emang kau kira aku perempuan apaan!” berangnya.Dia terlalu marah saat Bayu terkesan menghinanya sebagai perempuan tidak benar.Sehingga tak dapat menahan diri untuk tidak emosi.Menyadari aksinya yang terkesan berlebihan sempat membuat diri sendiri terkejut, tapi dia juga tidak sepenuhn
Perlahan mata Raina melebar, dengan wajah yang sedikit dimajukan, mengekspresikan perasaan sangat mendapat kejutan.“Loh, Dom? Kamu juga kerja disini?” “Kalian …,” sebut Raina ambigu.Saking bingungnya, dia bahkan tak dapat melanjutkan kalimatnya yang masih menggantung.Raina menolehkan kepala ke belakang, melirik ke arah pintu, menatap Bayu yang telah menyusulnya memasuki ruangan.Bayu tak mengindahkan larangan Raina agar tetap berada di luar.“Aku memang sudah lama kerja di sini, Mbak Raina.” Dom tampak menanggapi dengan santai. “Oh iya, tadi Mbak Raina mau bilang apa?” alihnya.“O-oh—, aku mau antar berkas-berkas ini pada CEO kalian, tapi dia ….”Raina tampak ragu menanyakan keberadaan atasan mereka, karena semua yang tersaji saat ini sungguh sangat membingungkan.“Kenapa ga sampaikan saja secara langsung? Orangnya kan ada di ….”Ucapan Dom terhenti saat mendapatkan Bayu memelototinya di belakang Raina.Raina yang semakin bingung dengan sepenggal kalimat yg terpotong itu ikut men
“Lepas!”Bayu membantu Dom melewati situasi terjepit yang sedang terjadi, dengan menarik tangan Raina secara paksa meninggalkan ruangan CEO, sehingga Raina pun melakukan pemberontakan.“Kau menyakitiku! Tanganku sakit!”Berkali-kali Raina melempar protes atas sikapnya yang semena-mena itu, karena merasakan tangan yang kesakitan. Cengkraman Bayu selalu terasa sangat menyakitkan.Namun Raina pun selalu tak berdaya melawan tenaga pria itu, hingga tak ada pilihan selain mengikuti pergerakan Bayu kemana ia dibawa pergi, daripada Bayu semakin memperkuat cengkraman.Bayu mengajak Raina memasuki lift untuk turun ke lantai dasar, di dalam sana tak melepaskan genggaman sama sekali—Hingga keluar dari lift, menelusuri luasnya lantai dasar menuju parkiran, Bayu tetap menggenggam pergelangan tangan Raina dengan kuat.Hanya saja Raina tak lagi memberontak untuk melepaskan diri, terakhir ia melakukannya di dalam lift— Sebab fokusnya lebih kepada orang-orang yang ditemui mereka di sepanjang lantai da
Raina menjawab pertanyaan Bayu dengan menolehkan lagi kepalanya ke arah yang menarik perhatiannya itu.Bayu pun tampak ikut menatap ke arah tersebut.Yakni di depan pintu masuk restoran terdapat satpam sedang berinteraksi dengan seorang pria paruh baya yang berpenampilan kumuh.Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi seperti terjadi sesuatu kurang menyenangkan.Seperti— petugas keamanan mengusir pria paruh baya yang malah enggan pergi. Pria kumuh itu tampak mendekatkan kedua telapak tangan, layaknya orang yang sedang memohon.“Mungkin dia mau ngamen,” respon Bayu mengomentari pemandangan tersebut. “Seharusnya dia memang tidak mengamen di sini sih,” imbuhnya lagi.Raina sontak membalikkan kepala— menatapnya dengan tatapan tak suka.“Kenapa menatapku begitu?” protes Bayu.Raina tak menjawab, hanya terus menatap Bayu dengan tatapan tak sukanya itu dalam diam.Kemudian mengembalikan lagi pandangannya ke arah pria paruh baya.Dan kali dia terlihat terkejut, karena pada detik yang
Bukan hanya membelikan makanan untuk pria paruh baya tersebut, Bayu juga menawarkan diri mengantarnya pulang.Rumah pak kumis ternyata cukup prihatin— anak dan ayah itu hanya tinggal di rumah kardus.Tak tanggung-tanggung, Bayu bahkan membeli satu unit rumah untuk mereka.Masih memberikan bantuan lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari (sembako), dan terakhir mewujudkan impian pak kumis yang ingin membuka usaha jual siomay demi keberlangsungan hidup.Raina bertambah mengagumi Bayu atas sikap baiknya itu.“Terima kasih ya, kamu udah mau nolongin bapak itu,” ucap Raina ketika mereka dalam perjalanan pulang.Bayu tergelak kecil.“Kenapa kamu harus berterima kasih?”“Aku benar-benar terharu. Kamu bahkan rela menghabiskan tabungan untuk membelikan mereka rumah. Kamu pasti menghabiskan seluruh tabunganmu selama ini, kan?” tebak Raina tanpa mengharapkan jawaban.Bayu mengeluarkan banyak uang untuk membeli rumah, menurut Raina pria itu pasti menghabiskan seluruh tabungan, atau setidaknya lebih