Perlahan mata Raina melebar, dengan wajah yang sedikit dimajukan, mengekspresikan perasaan sangat mendapat kejutan.“Loh, Dom? Kamu juga kerja disini?” “Kalian …,” sebut Raina ambigu.Saking bingungnya, dia bahkan tak dapat melanjutkan kalimatnya yang masih menggantung.Raina menolehkan kepala ke belakang, melirik ke arah pintu, menatap Bayu yang telah menyusulnya memasuki ruangan.Bayu tak mengindahkan larangan Raina agar tetap berada di luar.“Aku memang sudah lama kerja di sini, Mbak Raina.” Dom tampak menanggapi dengan santai. “Oh iya, tadi Mbak Raina mau bilang apa?” alihnya.“O-oh—, aku mau antar berkas-berkas ini pada CEO kalian, tapi dia ….”Raina tampak ragu menanyakan keberadaan atasan mereka, karena semua yang tersaji saat ini sungguh sangat membingungkan.“Kenapa ga sampaikan saja secara langsung? Orangnya kan ada di ….”Ucapan Dom terhenti saat mendapatkan Bayu memelototinya di belakang Raina.Raina yang semakin bingung dengan sepenggal kalimat yg terpotong itu ikut men
“Lepas!”Bayu membantu Dom melewati situasi terjepit yang sedang terjadi, dengan menarik tangan Raina secara paksa meninggalkan ruangan CEO, sehingga Raina pun melakukan pemberontakan.“Kau menyakitiku! Tanganku sakit!”Berkali-kali Raina melempar protes atas sikapnya yang semena-mena itu, karena merasakan tangan yang kesakitan. Cengkraman Bayu selalu terasa sangat menyakitkan.Namun Raina pun selalu tak berdaya melawan tenaga pria itu, hingga tak ada pilihan selain mengikuti pergerakan Bayu kemana ia dibawa pergi, daripada Bayu semakin memperkuat cengkraman.Bayu mengajak Raina memasuki lift untuk turun ke lantai dasar, di dalam sana tak melepaskan genggaman sama sekali—Hingga keluar dari lift, menelusuri luasnya lantai dasar menuju parkiran, Bayu tetap menggenggam pergelangan tangan Raina dengan kuat.Hanya saja Raina tak lagi memberontak untuk melepaskan diri, terakhir ia melakukannya di dalam lift— Sebab fokusnya lebih kepada orang-orang yang ditemui mereka di sepanjang lantai da
Raina menjawab pertanyaan Bayu dengan menolehkan lagi kepalanya ke arah yang menarik perhatiannya itu.Bayu pun tampak ikut menatap ke arah tersebut.Yakni di depan pintu masuk restoran terdapat satpam sedang berinteraksi dengan seorang pria paruh baya yang berpenampilan kumuh.Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi seperti terjadi sesuatu kurang menyenangkan.Seperti— petugas keamanan mengusir pria paruh baya yang malah enggan pergi. Pria kumuh itu tampak mendekatkan kedua telapak tangan, layaknya orang yang sedang memohon.“Mungkin dia mau ngamen,” respon Bayu mengomentari pemandangan tersebut. “Seharusnya dia memang tidak mengamen di sini sih,” imbuhnya lagi.Raina sontak membalikkan kepala— menatapnya dengan tatapan tak suka.“Kenapa menatapku begitu?” protes Bayu.Raina tak menjawab, hanya terus menatap Bayu dengan tatapan tak sukanya itu dalam diam.Kemudian mengembalikan lagi pandangannya ke arah pria paruh baya.Dan kali dia terlihat terkejut, karena pada detik yang
Bukan hanya membelikan makanan untuk pria paruh baya tersebut, Bayu juga menawarkan diri mengantarnya pulang.Rumah pak kumis ternyata cukup prihatin— anak dan ayah itu hanya tinggal di rumah kardus.Tak tanggung-tanggung, Bayu bahkan membeli satu unit rumah untuk mereka.Masih memberikan bantuan lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari (sembako), dan terakhir mewujudkan impian pak kumis yang ingin membuka usaha jual siomay demi keberlangsungan hidup.Raina bertambah mengagumi Bayu atas sikap baiknya itu.“Terima kasih ya, kamu udah mau nolongin bapak itu,” ucap Raina ketika mereka dalam perjalanan pulang.Bayu tergelak kecil.“Kenapa kamu harus berterima kasih?”“Aku benar-benar terharu. Kamu bahkan rela menghabiskan tabungan untuk membelikan mereka rumah. Kamu pasti menghabiskan seluruh tabunganmu selama ini, kan?” tebak Raina tanpa mengharapkan jawaban.Bayu mengeluarkan banyak uang untuk membeli rumah, menurut Raina pria itu pasti menghabiskan seluruh tabungan, atau setidaknya lebih
Bayu mengerutkan kening, menatap serius objek di depan sana— wajahnya itu terlihat tegang.Hal ini menarik perhatian Raina yang kebetulan meliriknya.Namun ia tidak langsung menanyakan apa yang terjadi terhadap Bayu, melainkan ikut menoleh ke arah yang ditatap Bayu.Raina pun menemukan keberadaan mobil-mobil mewah itu, terparkir di sepanjang jalanan.“Ada acara apa nih, tumben banyak mobil di daerah sini,” ujar Raina.Dia malah tidak berburuk sangka seperti Bayu yang langsung menebak mobil-mobil tersebut sebenarnya berada di rumah mereka.Sebab hanya Bayu yang mengenali kendaraan-kendaraan itu.Bayu tak menanggapi ucapan Raina, terus memasang wajah serius, Raina justru mengira Bayu merasa terganggu dengan keberadaan mobil-mobil itu.“Atau parkir di dekat sini aja, kita jalan kaki ke rumah,” anjur Raina lebih lanjut. Masih menambahkan saran lain, “Nanti setelah mobil-mobil itu pergi baru majuin mobilmu.”Sementara Bayu tak terlihat mengindahkan ucapan Raina, ia melewati tempat parkir y
Jangankan Raina, Bayu pun terlonjak kaget mendengar pekik nenek yang kencang itu.Sebab keberadaan nenek benar-benar tak diketahui oleh mereka.Raina merasakan jantungnya berdebar-debar, ternyata apa yang dikatakan Bayu benar, sang nenek sangat galak.Wajah wanita usia lanjut yang masih sangat energik itu begitu garang, menatapnya dengan tatapan mengerikan.Membuat Raina seketika menundukkan kepala.Beruntung Bayu cukup pengertian, pria itu memberinya ketenangan yang berarti.Bayu masih mendekapnya hingga detik ini, bahkan lebih erat lagi, seperti mengetahui dirinya sedang ketakutan menghadapi sang nenek.Sejenak Bayu juga membantunya melewati saat-saat menegangkan tersebut, dengan mengalihkan perhatian sang nenek.“Nenek kok tidak bilang-bilang mau kemari? Kalau begini ‘kan kami jadi tidak ada persiapan apa-apa buat menyambut Nenek.”Sambil berkata, Bayu berjalan menghampiri Nyonya Edgardo.Sungkem pada sang nenek, menciumi kening, pipi kanan dan pipi kiri sesepuh tersebut. Menggamba
Deg!Mata Raina perlahan melebar sempurna, wajah pun menjadi pucat, merasakan hangatnya sentuhan sang nenek seakan membakar menembus kulit tangannya yang dingin menusuk tulang.Sementara dia belum menyerah, berusaha menarik tangannya untuk membatalkan pemberian hadiah pada sang nenek.Hanya saja usahanya tak membuahkan hasil, sebab juga tidak berani terlalu bertenaga, takut menyinggung perasaan Nyonya besar Edgardo.Gagal dengan usahanya, Raina melirik Bayu—mencari bantuan.Namun Bayu pun tak terlihat ingin membantunya kali ini. Pria di hadapannya itu hanya membalas menatapnya dengan tatapan penuh arti dalam geming.Atau mungkin Bayu juga tidak dapat berbuat banyak karena kesalahan yang dia lakukan terlalu besar?Entahlah, Raina mulai gelisah, dan ketakutan. Semakin yakin dirinya sedang dalam masalah besar!Terutama sang nenek tiba-tiba merebut gantungan kunci dari tangannya.“Tamatlah riwayatku!” batin Raina memalingkan wajah.Dia tak memiliki keberanian untuk beradu tatap dengan Ny
Rombongan nenek tak lagi terlihat jejaknya, Raina masih terbengong di tempatnya berdiri sejak awal, dengan wajah yang terasa hangat akibat ucapan Nyonya besar Edgardo yang meminta cucu.Gadis polos itu merasa sangat malu mendengar kalimat yang dirasa tabu baginya.Lagipula balik lagi pada— hubungannya dengan Bayu— hanya sebuah hubungan semu yang memiliki batas waktu, tidak mungkin mencetak cucu untuk keluarga Edgardo.“Kamu ngapain masih di situ!” tegur Bayu tiba-tiba. Pria itu sudah masuk ke dalam rumah sebelumnya, dia keluar lagi saat menyadari Raina masih berada di luar.Raina sontak menoleh ke arah asal suara, dan mendapatkan Bayu sedang berdiri tegak di ambang pintu.Dia keheranan melihat Bayu yang begitu santai.Raina lalu menghampiri Bayu dengan segera, dan menyampaikan rasa penasarannya tentang sikap pria itu.“Kamu masih bisa tenang setelah nenekmu ngomong kayak tadi?” “Emangnya nenek ngomong apa?”Raina menghela tak percaya bahwa Bayu tak mungkin tidak mendengar ucapan nen