Raina menjawab pertanyaan Bayu dengan menolehkan lagi kepalanya ke arah yang menarik perhatiannya itu.Bayu pun tampak ikut menatap ke arah tersebut.Yakni di depan pintu masuk restoran terdapat satpam sedang berinteraksi dengan seorang pria paruh baya yang berpenampilan kumuh.Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi seperti terjadi sesuatu kurang menyenangkan.Seperti— petugas keamanan mengusir pria paruh baya yang malah enggan pergi. Pria kumuh itu tampak mendekatkan kedua telapak tangan, layaknya orang yang sedang memohon.“Mungkin dia mau ngamen,” respon Bayu mengomentari pemandangan tersebut. “Seharusnya dia memang tidak mengamen di sini sih,” imbuhnya lagi.Raina sontak membalikkan kepala— menatapnya dengan tatapan tak suka.“Kenapa menatapku begitu?” protes Bayu.Raina tak menjawab, hanya terus menatap Bayu dengan tatapan tak sukanya itu dalam diam.Kemudian mengembalikan lagi pandangannya ke arah pria paruh baya.Dan kali dia terlihat terkejut, karena pada detik yang
Bukan hanya membelikan makanan untuk pria paruh baya tersebut, Bayu juga menawarkan diri mengantarnya pulang.Rumah pak kumis ternyata cukup prihatin— anak dan ayah itu hanya tinggal di rumah kardus.Tak tanggung-tanggung, Bayu bahkan membeli satu unit rumah untuk mereka.Masih memberikan bantuan lainnya, seperti kebutuhan sehari-hari (sembako), dan terakhir mewujudkan impian pak kumis yang ingin membuka usaha jual siomay demi keberlangsungan hidup.Raina bertambah mengagumi Bayu atas sikap baiknya itu.“Terima kasih ya, kamu udah mau nolongin bapak itu,” ucap Raina ketika mereka dalam perjalanan pulang.Bayu tergelak kecil.“Kenapa kamu harus berterima kasih?”“Aku benar-benar terharu. Kamu bahkan rela menghabiskan tabungan untuk membelikan mereka rumah. Kamu pasti menghabiskan seluruh tabunganmu selama ini, kan?” tebak Raina tanpa mengharapkan jawaban.Bayu mengeluarkan banyak uang untuk membeli rumah, menurut Raina pria itu pasti menghabiskan seluruh tabungan, atau setidaknya lebih
Bayu mengerutkan kening, menatap serius objek di depan sana— wajahnya itu terlihat tegang.Hal ini menarik perhatian Raina yang kebetulan meliriknya.Namun ia tidak langsung menanyakan apa yang terjadi terhadap Bayu, melainkan ikut menoleh ke arah yang ditatap Bayu.Raina pun menemukan keberadaan mobil-mobil mewah itu, terparkir di sepanjang jalanan.“Ada acara apa nih, tumben banyak mobil di daerah sini,” ujar Raina.Dia malah tidak berburuk sangka seperti Bayu yang langsung menebak mobil-mobil tersebut sebenarnya berada di rumah mereka.Sebab hanya Bayu yang mengenali kendaraan-kendaraan itu.Bayu tak menanggapi ucapan Raina, terus memasang wajah serius, Raina justru mengira Bayu merasa terganggu dengan keberadaan mobil-mobil itu.“Atau parkir di dekat sini aja, kita jalan kaki ke rumah,” anjur Raina lebih lanjut. Masih menambahkan saran lain, “Nanti setelah mobil-mobil itu pergi baru majuin mobilmu.”Sementara Bayu tak terlihat mengindahkan ucapan Raina, ia melewati tempat parkir y
Jangankan Raina, Bayu pun terlonjak kaget mendengar pekik nenek yang kencang itu.Sebab keberadaan nenek benar-benar tak diketahui oleh mereka.Raina merasakan jantungnya berdebar-debar, ternyata apa yang dikatakan Bayu benar, sang nenek sangat galak.Wajah wanita usia lanjut yang masih sangat energik itu begitu garang, menatapnya dengan tatapan mengerikan.Membuat Raina seketika menundukkan kepala.Beruntung Bayu cukup pengertian, pria itu memberinya ketenangan yang berarti.Bayu masih mendekapnya hingga detik ini, bahkan lebih erat lagi, seperti mengetahui dirinya sedang ketakutan menghadapi sang nenek.Sejenak Bayu juga membantunya melewati saat-saat menegangkan tersebut, dengan mengalihkan perhatian sang nenek.“Nenek kok tidak bilang-bilang mau kemari? Kalau begini ‘kan kami jadi tidak ada persiapan apa-apa buat menyambut Nenek.”Sambil berkata, Bayu berjalan menghampiri Nyonya Edgardo.Sungkem pada sang nenek, menciumi kening, pipi kanan dan pipi kiri sesepuh tersebut. Menggamba
Deg!Mata Raina perlahan melebar sempurna, wajah pun menjadi pucat, merasakan hangatnya sentuhan sang nenek seakan membakar menembus kulit tangannya yang dingin menusuk tulang.Sementara dia belum menyerah, berusaha menarik tangannya untuk membatalkan pemberian hadiah pada sang nenek.Hanya saja usahanya tak membuahkan hasil, sebab juga tidak berani terlalu bertenaga, takut menyinggung perasaan Nyonya besar Edgardo.Gagal dengan usahanya, Raina melirik Bayu—mencari bantuan.Namun Bayu pun tak terlihat ingin membantunya kali ini. Pria di hadapannya itu hanya membalas menatapnya dengan tatapan penuh arti dalam geming.Atau mungkin Bayu juga tidak dapat berbuat banyak karena kesalahan yang dia lakukan terlalu besar?Entahlah, Raina mulai gelisah, dan ketakutan. Semakin yakin dirinya sedang dalam masalah besar!Terutama sang nenek tiba-tiba merebut gantungan kunci dari tangannya.“Tamatlah riwayatku!” batin Raina memalingkan wajah.Dia tak memiliki keberanian untuk beradu tatap dengan Ny
Rombongan nenek tak lagi terlihat jejaknya, Raina masih terbengong di tempatnya berdiri sejak awal, dengan wajah yang terasa hangat akibat ucapan Nyonya besar Edgardo yang meminta cucu.Gadis polos itu merasa sangat malu mendengar kalimat yang dirasa tabu baginya.Lagipula balik lagi pada— hubungannya dengan Bayu— hanya sebuah hubungan semu yang memiliki batas waktu, tidak mungkin mencetak cucu untuk keluarga Edgardo.“Kamu ngapain masih di situ!” tegur Bayu tiba-tiba. Pria itu sudah masuk ke dalam rumah sebelumnya, dia keluar lagi saat menyadari Raina masih berada di luar.Raina sontak menoleh ke arah asal suara, dan mendapatkan Bayu sedang berdiri tegak di ambang pintu.Dia keheranan melihat Bayu yang begitu santai.Raina lalu menghampiri Bayu dengan segera, dan menyampaikan rasa penasarannya tentang sikap pria itu.“Kamu masih bisa tenang setelah nenekmu ngomong kayak tadi?” “Emangnya nenek ngomong apa?”Raina menghela tak percaya bahwa Bayu tak mungkin tidak mendengar ucapan nen
Selain dengkuran yang berhenti, Bayu juga tampak mengubah posisi. Dari terlentang menjadi menyamping— menghadap ke arah pintu pula.Namun matanya tetap terpejam rapat.Bayu pun tidak bersuara, tidak menegur Raina yang mencoba melarikan diri.Raina menyimpulkan Bayu masih terjaga, ia menghela napas lega.Kemudian segera melanjutkan niatnya, membuka lebar pintu secara perlahan, dan keluar secepat mungkin dari kamar tersebut sebelum Bayu benar-benar memergokinya.Dia berhasil melarikan diri dari Bayu.Namun Raina baru benar-benar merasa tenang setelah cukup lama Bayu tak menyusulnya di kamar sebelah.“Kayaknya dia memang ga tau aku keluar, dia benar-benar manusia yang unik,” cengir Raina.Antara lega tapi juga keheranan. Merasa lucu sekaligus kagum, bisa-bisanya Bayu begitu mudah terlelap.Sangat berbeda jauh dengannya yang membutuhkan waktu cukup lama untuk tertidur,— terlalu banyak yang terpikirkan.Selang sejenak pikiran Raina pun telah berseliweran, isi otaknya sangat penuh.Dari men
Masalahnya Anna bahkan telah melihat sosok Bayu— dia mengintip ke arah mobil Bayu setelah klakson kencang yang dibunyikan Bayu.“Itu siapa, Rain? Pacar kamu ya?” goda perempuan itu seketika.“Apaan, bukanlah!” lurus Raina segera.“Ah, masa? Pacar kamu kali? Ngaku aja!” cecar Anna tak percaya.Perempuan itu bahkan menggoda Raina lebih lagi—“Oh, aku tau, jadi kamu sibuk karena mau kencan sama pacar kamu, kan? Cie, Raina!”“Ish, apaan sih … udah dibilangin dia bukan pacarku! Mana ada kencan-kencan.”“Terus siapa dong?”“Bukan siapa-siapa! Iya udah ya, aku balik dulu, bye!” pamit Raina buru-buru, tepatnya menghindari Anna.Dia bahkan menghindari Bayu, supaya Anna tidak semakin salah paham.Raina melewati mobil Bayu begitu saja, seakan mereka tak saling mengenal.“Hei, apa maksudmu?” pekik Bayu yang sudah pasti mendapat kejutan atas sikapnya.Raina mengabaikan panggilan Bayu, terus melangkah dengan cepat.Tak peduli bagaimana ia harus menghadapi Bayu nantinya, yang terpenting Anna tidak m