"Aku meninggalkan hutang di toko itu"
"Haa??!!! Hutang?"
"Hmm!!" Gumam Andrew sembari menganggukak kepalanya.
"Aku tidak salah dengar, Kak? Hahaha...." tawa Bella riang menggema di setiap sudut ruangan.
"Itu juga karena dirimu!"
"Kenapa jadi aku yang salah?" Tawanya seketika menghilang dan berganti dengan kerutan halus di keningnya.
"Semalam dompetku tertinggal di jas yang kau bawa!"
"Oh, hahahaha... jadi kau berhutang dengan si pemilik toko??" Bella tertawa geli ketika mendengar Kakaknya, si pemegang saham terbesar di perusahana itu dan memiliki kartu hitam berplakat emas serta uang berlimpah bahkan bisnisnya berada hampir di setiap negara namun justru memiliki hutang yang sangat tak seberapa kepada toko kecil.
Hahahahha....
Bella masih tertawa riang dibuatnya dia benar benar tertawa puas mendengar Kakaknya memiliki hutang di toko kecil.
"Diamlah! itu juga karenamu!" Andrew mengambil selembar kertas dan meremasnya membentuk seperti bola setelah itu melemparkannya ke arah Bella yang masih tertawa terbahak bahak.
Dia dibuat kesal mendengar tawa Bella yang menggema di ruangannya.
"Pergilah ke sana dan bayar hutangku! Aku malas bertemu dengan penjaga tokonya!"
"Kenapa? Apa penjaga tokonya jelek? sehingga membuatmu malas bertemu dengannya?"
"Entahlah, yang yang pasti dia sangat menyebalkan! Sudah sana celat peegilah sebelum habis kesabaranku karena teringat dengan perempuan penjaga toko itu!"
"Iya iya, aku akan mampir dan membayar hutangmu nanti. Seperti apa wajahnya sampai sampai kau terlihat kesal sekali dengannya! Aku jadi penasaran"
***************
"Di mana toko itu?" gumam Bella, dia sudah hampir tiba di jalan yang di maksud oleh kakaknya namun dia belum menemukan toko itu.
Bella kemudian menghentikan mobilnya dan melangkah turun. Pandangannya langsung menyelidik ke sekitar mencari toko yang di maksud oleh Andrew.
Tak lama akhirnya dia melihat sebuah mini market yang berada tak jauh dari mobilnya yang terparkir. Bella memilih menuju ke toko itu dengan berjalan kaki.
Dia telah sampai di halaman mini market, di dalam sana dia melihat seorang Ibu Ibu sedang membersihkan rak makanan sementara di sisi lain dia melihat seorang perempuan muda sedang mengangkat kardus dan menata minumannya ke dalam almari pendingin.
Bella pun membuka pintu dan melangkah masuk.Tring!
Suara bel terdengar ketika ada orang masuk ke dalam toko, Alluna langsung menoleh menyambutnya.
"Selamat datang" ucap Alluna menyapa Bella yang baru saja masuk.
"Oh, iya" Bella tersenyum ramah saat melihat Alluna menyapanya.
"Apa ini? Dia tak terlalu buruk! Bahkan penjaga toko ini terlihat sangat manis" gumamnya dalam hati setelah melihat sendiri wajah penjaga toko yang sempat membuat Kakaknya kesal.
"Ada yang bisa aku bantu?" ucap Alluna ketika melihat Bella hanya berdiri diam kebingungan. Dia melangkah mendekatinya.
"Mmm, aku kesini karena... Kakakku" jelasnya.
"Kakak??" Alluna terdiam karena kebingungan.
"Kakak yang mana maksudmu aku tidak mengerti?" Alluna sempat menutup almari pendingin sebelum akhirnya dia melangkah menuju ke kasir."Maksudku Kakakku... dia bilang semalam dia, meninggalkan hutang di sini... benar, kah?" Bella memutar tubuhnya mengikuti gerakan Alluna yang berjalan menuju ke kasir.
Alluna sempat terdiam memikirkan ucapan Bella, kemudian dia teringat dengan seorang laki laki dengan luka memar di bibirnya yang semalam mengambil sebotol minuman dan tak bisa membayarnya.
"Oh, kau?" Alluna berucap mempertanyakan siapa dirinya.
"Aku Bella, adiknya" sahut Bella.
"Oh, begitu... ah sebenarnya kau tidak perlu repot repot datang kemari aku sudah membayar minuman Kakakmu semalam" Alluna bahkan sangat ramah dan penuh senyum ketika berucap dengan Bella.
"Tapi, bagaimanapun juga itu adalah hutang dan aku harus membayarnya untuk Kakakku"
"Aku melakukannya dengan senang hati, jadi kau tak perlu mengembalikan uangnya" Alluna berusaha menolak dengan sopan namun Bella bersikuku tetap ingin mengembalikan uang yang tak seberapa itu.
"Oh atau kalau tidak, aku akan mengembalikannya lebih, mungkin 10 atau 20 kali lipat?" Bella tak bermaksud menghina atau apapun namun maksud baiknya tak diterima positif oleh Alluna ketika mengingat perlakuan Kakaknya semalam.
Bella bermaksud baik namun mungkin caranya yang salah karena itu justru mengubdang emosi Alluna.
Alluna melirik ke mobil yang terparkir di seberang jalan, dia tahu bahwa itu adalah mobil Bella, karena sebelumnya dia sempat melihatnya keluar dari mobil itu.
Ekspresi wajah Alluna berubah muram setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Bella."Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan! kau tidak perlu mengembalikan uang itu!!"
"Kenapa?" Bella benar benar tak menyangka kalau Alluna akan marah karena maksud baiknya.
Sesaat Alluna sempat menatap Bella dengan lekat, terlihat sekali bahwa dia menahan amarnya.
"Apa aku terlihat seperti seorang yang membutuhkan banyak uang?? aku melakukannya dengan senang hati harus berapa kali aku bilang padamu dan juga bahkan pada Kakakmu kalau aku membayar tagihan minuman itu dengan ikhlas jadi kalian tidak perlu mengembalikannya! apa itu kurang jelas!" Alluna sangat kesal dia berhenti berucap sesaat untuk menghela nafas setelahnya kembali berucap.
"Keluar dari toko ini!" Alluna berfikir semua orang kaya sama saja, selalu melihat orang miskin seperti dirinya tergila gila dengan uang.
"Maaf, tapi aku tidak bermaksud menyinggungmu... aku hanya" ucapannya terputus karena Alluna memotong pembicaraan.
"Keluarlah!!" ucap Alluna dengan tenang, dia tak ingin membuat keributan di mini market itu.
Bella menghela nafas panjang dia tahu kalau Alluna tersinggung dengan ucapannya namun dia tak bermaksud demikian.
Dia akhirnya memilih keluar dari toko itu dan kembali ke mobil.
Bella menghela nafas kasar, dia berusaha menenangkan diri di dalam mobil.
"Ish!!! apa dia tersinggung dengan ucapanku?? baru kali ini aku melihat perempuan menolak uang, bahkan aku menawarinya lebih! Bukannya diterima, dia malah marah-marah? Salahku di mana coba?"****************
"Dia perempuan aneh, Kak!"
"Apa maksudmu?"
Andrew dan Bella sedang makan siang bersama di sebuah restourant yang tak jauh dari perkotaan.
"Perempuan yang bekerja di mini market itu! yang kau bilang kau ada hutang di sana, dia menolak uang dariku aku tidak percaya di jaman seperti ini masih ada orang menggunakan keikhlasan untuk membantu orang lain yang tidak di kenal"
Andrew terpaku mendengar ucapan adiknya, entah apa yang dia pikirkan namun saat melihat kedua mata perempuan itu Andrew merasa dia berbeda dengan perempuan kebanyakan.
"Kak? apa kau mendengar ucapanku!!" Bella mengeraskan suaranya agar Andrew tersadar dari lamunan.
"Apa?"
"Hah kau ini!! Aku bicara panjang lebar dari tadi tapi kau tak mendengarnya!!" Bella sangat kesal kalau harus mengulangi ucapannya dua kali.
"Apa? Kau bilang apa tadi? Aku benar benar tidak fokus."
"Bagaimana kalau kita minta bantuan padanya?" Bella berucap seolah lupa dengan kejadian yang baru saja terjadi dengannya.
Keningnya berkerut kasar memikirkan ucapan Bella.
"Bantuan siapa?""Dialah!!, perempuan penjaga minimarket itu."
"Apa kau kehilangan akal sehatmu?? kita bahkan juga tidak tahu asal usulnya dengan jelas! Dan terakhir kau diusir dari tokonya, lalu sekarang kau memintaku untuk meminta bantuannya??" Ucap Andrew tak percaya.
"Yang terpenting saat ini adalah kau bisa pergi dengan perempuan ke pesta itu! tentang dia anak siapa dia berasal dari mana kita pikirkan nanti, aku yakin kalau kau pasti bisa memalsukan daftar riwayat hidupnya jika Ayah berusaha mencari tentang dia kita bisa membuat latar belakang palsunya, kan??apa kau ada kandidat lain selain dia?" Bella mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
"Lagi pula Ayah tak akan mengenalinya jadi santai" tambahnya.
Andrew hanya diam berfikir keras bagaimana mungkin dia pergi dengan perempuan penjaga minimarket itu.
"Ini, sepertinya tidak mungkin... aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali, jadi sepertinya akan terasa sedikit aneh... tapi" Andrew merasa resah karena pertemuan pertama dengan Alluna tak begitu baik dan meninggalkan kesan buruk."Kau tenang saja, aku akan mengatur semuanya kau tinggal terima beres. Oke?"
Andrew terdiam mengaduk aduk makanannya sembari memikirkan ide gila dari adiknya.
"Kau bilang akan mengaturnya tapi ujung-ujungnya akulah yang mengurus semuanya sendiri!"
Bella hanya tertawa lirih mendengar ucapan kakkanya.
*************
Uhuk uhuk!
Di toko, Tesha terbatuk hingga sesak nafas dan akhirnya tubuhnya goyah roboh, dia terjatuh di sisi rak makanan di dalam tokonya.
Nampak Alluna yang baru saja pulang dari tempat kuliah datang dan langsung menuju ke toko untuk bekerja. Dia masih membawa tas dan belum berganti baju.
Alluna membuka pintu dan melangkah masuk, toko terasa sangat sunyi dia tak melihat Ibu Pemilik toko di sana.
"Permisi... aku datang, Bu?" serunya berharap Tesha akan keluar namun selang berapa waktu dia tak kunjung muncul.
Semula Alluna berjalan menuju ke ke kasir dan menyiapkan segala sesuatunya untuk memulai bekerja namun dia merasa aneh ketika Ibu itu tak terlihat batang hidungnya.
Alluna mulai penasaran dia melangkah kearah pintu belakang dan mencarinya namun dia tak menemukan Ibu pemilik toko di sana dan ketika dia beranjak masuk kembali.
Pandangannya langsung teralihkan ke arah bayangan kaki di samping rak.
Alluna membulatkan mata ketika dia sangat yakin bahwa kaki itu adalah milik Ibu pemilik toko, menyadari bahwa dia tergeletak di lantai, Alluna berlari menghampirinya.
"Bu! bangun Bu!" seru Alluna sembari mengguncang tubuhnya.
Di sisi lain nampak mobil Andrew bergerak semakin perlahan dan menepi di depan toko.Andrew sempat berdiam diri di dalam mobil dan melirik kearah pintu masuk toko, mengingat ucapan Bella bahwa perempuan itu menolak untuk dikembalikan uangnya, maka Andrew bersikeras untuk tetap menemui Alluna dan membayar botol minuman yang kemarin dia ambil.Dia membuka pintu dan melangkah turun dari mobil sejenak dia berdiam diri merapikan jas dan mengancingkan kancing jasnya sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju pintu masuk.Andrew membuka pintunya kemudian masuk ke dalam toko.Dia sangat terkejut ketika berhasil masuk dan mendengar suara Alluna yang terdengar bising di telinganya ketika sedang membangunkan Bu Tesha, sipemilik toko yang pingsan."Bu! Bu aku mohon ayolah bangun Bu! Ibu ayo bangun!" Alluna terus berusaha untuk mem
"Apa? kau menolong gadis itu dan Ibunya pergi ke rumah sakit?" Bella baru saja selesai check up ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.Andrew yang baru saja pulang segera menemuinya karena ingin mengetahui hasil pemeriksaan Bella. Andrew mengambil kertas hasil cek up Bella yang ada di atas meja dan membacanya."Hmmm... aku tidak sengaja melihat Ibunya pingsan dan membawa mereka ke rumah sakit.""Apa kau tidak berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untukmu, Kak?" Bella sangat antusias dia melangkah mendekati Andrew.Laki laki itu menoleh kemudian berucap dengan kening berkerut halus."Maksudmu?" "Ya! gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya mengambil simpati gadis itu biar nantinya dia mau membantumu untuk pergi ke pesta."Andrew meletakkan kembali kertas hasil cek up milik Bella
"Kau pasti membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup!" Dengan santai Andrew berucap seolah tak ada beban, bahkan ucapanya sempat membuat Alluna kesal.Perempuan itu langsung menoleh keningnya terlihat berkerut dalam saat memikirkan ucapan Andrew."Apa maksudmu?" dia hampir sempat terpancing emosi dengan ucapan Andrew yang seolah seperti merendahkan dirinya."Aku sempat berkunjung ke rumah sakit... dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengan Dokter. Aku yakin kau pasti saat ini membutuhkan uang banyak untuk operasi Ibumu, bukan?" Lagi lagi dengan santai laki laki itu menoleh, matanya menyipit.Setiap uacapan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Alluna tak bisa menepis, hampir semua apa yang dia katakan memang benar.Alluna memicingkan matanya ke arah Andrew seolah dia mulai tersinggung dengan ucapannya."Tenang-tenang, aku tidak bermak
Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk."Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat."Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh."Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak
"Aku mohon."Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak
"Apa Kakakku membuatmu takut??" "Ha?? Mmm, tidak... dia terlihat baik hanya saja ketika tragedi dompet yang tertinggal dan dia tak bisa membayar botol itu sempat membuatku terkejut" Alluna nampak belum terbiasa dengan Bella dan suasana di tempat itu, namun mau bagaimana lagi Alluna harus bisa membiasakan diri karena pasti hidupnya akan berubah setelah memutuskan untuk menerima tawaran Andrew. "Iya, Kah? Aku pikir juga begitu... Kakakku tak pandai bergaul dengan perempuan." "Ya, aku tahu... itulah sebabnya dia Gay... penyuka laki laki, kan?" batin Alluna. Setelah melihat pegawainya pergi Bella menarik kursi agar merapat dan bisa lebih berdekatan dengan Alluna."Karena sekarang kau sudah dekat, eh belum... tapi akan dekat dengan Kakakku kau harus tahu... kalau Kakakku penyuka sesama jenis" Bella berbisik ke telinga Al
Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat. "Tuan Andrew??" sapa seorang laki laki yang terkejut saat melihat kedatangan Andrew bersama seorang perempuan berparas cantik."Nona Elisa sudah memberitahumu kalau aku akan datang?" sikap dingin dengan aura gelap langsung terlihat ketika Andrew berucap. "I.iya Tuan, beliau sedang ada urusan lain dan harus pergi, dia sempat menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menemui Anda" ucap pelatih laki laki itu dengan sopan."Jadi??" keningnya seketika berkerut halus menunggu kelanjutan penjelasan dari pria itu. "Mmm, Saya yang akan mengajarkan kepada Nona???" laki laki itu berucap sembari mengulurkan tangannya m
Selesai makan malam Andrew akhirnya mengantar Alluna ke rumah sakit, mobilnya terlihat berhenti di halaman parkir namun Andrew tak kunjung keluar.Ternyata Alluna tertidur di dalam mobilnya, perempuan itu sangat kelelahan, mulai dari pagi harus kuliah siangnya mengurus toko sendirian dan sorenya dia pergi ke rumah sakit lalu sampai malam dia harus belajar di tempat khusus pelatihan.Tubuh Alluna benar-benar terasa remuk karena beberapa jam yang lalu harus terus menahan berat tubuhnya agar tetap tegak dan tak boleh membungkuk sedikitpun.Andrew hanya diam melihat Alluna tidur di dalam mobil, tak tega rasanya untuk membangunkan Alluna karena terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia benar benar sangat kelelahan.Andrew hanya diam membiarkan Alluna tetap tidur di dalam mobilnya namun saat melihat Alluna usil seperti tak nyaman tidur di kursi, dia pun mulai kebingungan.Ingin mengantar Alluna p
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al