"Kau pasti membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup!" Dengan santai Andrew berucap seolah tak ada beban, bahkan ucapanya sempat membuat Alluna kesal.
Perempuan itu langsung menoleh keningnya terlihat berkerut dalam saat memikirkan ucapan Andrew.
"Apa maksudmu?" dia hampir sempat terpancing emosi dengan ucapan Andrew yang seolah seperti merendahkan dirinya.
"Aku sempat berkunjung ke rumah sakit... dan tanpa sengaja aku mendengar percakapanmu dengan Dokter. Aku yakin kau pasti saat ini membutuhkan uang banyak untuk operasi Ibumu, bukan?" Lagi lagi dengan santai laki laki itu menoleh, matanya menyipit.
Setiap uacapan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Alluna tak bisa menepis, hampir semua apa yang dia katakan memang benar.
Alluna memicingkan matanya ke arah Andrew seolah dia mulai tersinggung dengan ucapannya.
"Tenang-tenang, aku tidak bermaksud menyinggung atau apapun... tetapi yang aku tahu operasi di kepala itu membutuhkan uang yang sangat banyak."
Alluna menghela nafas sesaat untuk melegakan dadanya sebelum akhirnya dia berucap dengan tenang.
"Tuan Andrew!! katakan saja intinya alasan kau datang kemari" Alluna mulai mendesaknya.
Terlepas dari bantuannya semalam Alluna merasa seharusnya Andrew tetap menjaga perilaku dan ucapannya.
"Mmm... begini saja aku akan langsung mengatakannya padamu, jadi aku berencana akan membantumu untuk membiayai operasi Ibumu, tapi karena aku tahu kau perempuan pekerja keras aku yakin kau tak akan menerima uang itu secara cuma-cuma. Jadi, kau bisa bekerja untukku kalau kau mau" ujung matanya nampak melirik tajam, mengawasi ekspresi wajah Alluna saat mendengar tawarannya.
"Bekerja untukmu? pekerjaan seperti apa yang harus aku lakukan?" Alluna berfikir keras, pandangannya penuh waspada kepada Andrew.
Mengingat bahwa Alluna sempat menolak untuk dikembalikan uangnya, itu membuktikan bahwa dia sangat anti untuk mendapatkan uang secara cuma-cuma maka dengan begitu Andrew sedikit memakai cara untuk bisa menarik perhatian Alluna agar setuju dengan tawarannya.
Andrew terdiam sesaat menunduk menatap ke bawah.
"Tak banyak, kau hanya perlu berdiri di sampingku dan tersenyum."
Kerutan di dahi Alluna semakin terlihat dalam memikirkan ucapan Andrew yang seolah terdengar tabu di telinganya.
"Mmmm, kau jangan berpikir negatif dulu... karena sebenarnya aku memang membutuhkan bantuanmu jadi kau hanya perlu menemaniku datang ke pesta berdiri di sampingku dan tersenyum kepada semua orang yang ada di sana. Bagaimana? mudah, kan?" Andrew berucap dengan bersungguh-sungguh untuk lebih meyakinkan Alluna.
Perlahan kerutan di kening Alluna menipis dan menghilang dia mengalihkan pandangannya dari Andrew ke arah lain. Berpikir keras dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Datang ke pesta? dan tersenyum?" Gumamnya.
Alluna kembali mengalihkan pandangannya ke Andrew yang duduk di sampingnya.
"Kau yakin aku hanya harus melakukan itu saja? dan kau akan mengeluarkan banyak uang untuk biaya operasi Ibuku? Apa itu setimpal? atau setelahnya ada pekerjaan lain yang harus aku lakukan?" Alluna menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
"Tidak! ini seperti... maksudku anggap saja kita simbiosis mutualisme. Kau membutuhkan uang dan aku akan memberikannya untukmu tapi di suatu sisi aku juga sangat membutuhkan bantuanmu jadi pikirkan ini baik-baik kau hanya perlu datang ke pesta bersamaku tidak lebih, oke?"
Alluna terdiam mencoba mencerna ucapan Andrew sementara laki-laki itu terlihat gugup menunggu jawaban dari Alluna.
Walaupun dia sangat yakin Alluna tak akan menolak, Andrew tetap berusaha untuk menghilangkan rasa kegugupannya.
Andrew mengambil rokok yang ada di dalam saku jas kemudian membuka dan mengambilnya sebatang, lalu mengambil korek dari saku lain untuk menyalakan rokoknya.
Alluna sempat melamun namun lamunannya terganggu ketika tanpa sengaja asap rokok terhisap masuk ke dalam hidungnya membuat dadanya sesak dan terbatuk.
Uhuk uhuk uhuk!
Ujung mata Andrew bergerak melirik ke samping saat mendengar suara batuknya.
"Oh maaf, aku membuatmu batuk" Andrew kemudian menjauhkan batang rokoknya ke arah lain.
Dia menghisapnya lagi kemudian membuang kepulan asap putih dari mulutnya ke arah lain agar tidak mengenai Alluna.
Andrew kembali berucap karena Alluna tak kunjung menjawab tawarannya.
"Kau ingat malam itu sebelum aku pergi meninggalkanmu di rumah sakit? Kau bertanya padaku seperti ini... bagaimana aku harus membalasnya?" ucap Andrew mengingatkan pertanyaan Alluna malam itu di rumah sakit.
"Jadi, inilah saatnya kau membalasku... tapi kau juga harus ingat bahwa kau masih bisa menerima bantuan dariku untuk membayar semua biaya operasi Ibumu, bukankah itu hal yang seharusnya dengan mudah kau terima dan memutuskan untuk membantuku?? Apa lagi yang kau pusingkan! Kau tidak akan merasa rugi" Andrew terdiam sengaja memberi waktu kepada Alluna setelah dia banyak bicara menjabarkan dengan sangat jelas, namun Alluna masih saja keras kepala dan diam dengan segala macam pikirannya.
"Atau kau takut aku akan melakukan lebih terhadapmu?? haha..." Andrew menyeringai sembari membuang sisa rokok lalu menginjaknya.
Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang diucapkan Andrew adalah benar, Alluna merasa kalau Andrew tak mungkin tak melakukan lebih pada tubuhnya nanti.
Andrew mendekati telinga Alluna membuat perempuan itu terperanjat kaget sehingga menarik tubuhnya sedikit menjauh, namun Andrew meraih lengannya menahan agar Alluna tetap berada di tempatnya kemudian berbisik dengan nada berat.
"Tenang saja, aku tidak mungkin menyentuh tubuhmu! Karena aku bukan pecinta wanita!!"
"Ha!!" Alluna lagi lagi terperanjat kaget hingga menggerakkan tubuhnya menjauh dari Andrew sehingga tangan Andrew terlepas dari lengannya.
Laki laki itu masih menyeringai dengan tatapan menajam tak lama setelahnya matanya bergerak menurun mengawasi bagian lain dari tubuh Alluna.
"Aku tidak tertarik dengan tubuh perempuan! jadi aku pastikan kau aman di sampingku!"
Alluna semakin bingung setelah mendengar pengakuan dari Andrew yang blak-blakkan seolah tak ada batas diantara mereka.
"Waktuku habis hanya untuk menunggu jawaban ya atau tidak dari mulutmu!" Andrew beranjak berdiri sembari merapihkan jasnya.
"Kemarikan ponselmu!" tambahnya sembari mengulurkan tangan ke arah Alluna yang masih terlihat sangat kebingungan seperti orang bodoh.
"Ha?" Alluna mendongakkan kepala, melihat Andrew yang jauh lebih tinggi darinya.
"Ponselmu??" Andrew menggerakkan tangannya seperti memberi isyarat pada Alluna untuk cepat cepat memberikan ponselnya.
"Kemarikan, berikan padaku" tambahnya.
"I.iya" Alluna membuka tas dan mengambil ponsel miliknya lalu memberikannya pada Andrew.
Jari jemarinya terlihat mengetik sesuatu di ponsel Alluna dan setelahnya mendekatkan ponsel itu ke telinga.
Andrew menunduk setelah merasakan getaran ponsel miliknya di saku celana, ternyata Andrew sedang menghubungi ponselnya sendiri menggunakan ponsel milik Alluna.
"Ini, aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu... kau bisa menghubungiku kalau sudah mendapat jawabannya!" Andrew berucap sembari mengembalikan ponsel milik Alluna.
Laki laki itu kemudian meninggalkan Alluna, melangkah ke sisi jalan di mana mobilnya berada.
Alluna masih terdiam sesaat pandangannya tertuju kepada mobil Andrew yang melintas di depannya setelah itu dia mengalihkan pandangan ke nomor Andrew yang ada di layar ponselnya.
"Aku akan membiayai operasi Ibumu."
"kau bisa menghubungiku kalau sudah mendapat jawabannya."
Kata-kata Andrew masih terlintas jelas di telinganya.
"Ibumu harus segera mendapatkan operasi di bagian kepala untuk menghentikan darahnya, jika terlambat maka ini akan berakibat fatal untuk Ibumu... kau harus segera mengambil keputusan dan menandatangani berkas ini Nona."
Kalimat yang diucapakan oleh dokter juga terus terngiang di telinga, membuatnya semakin frustasi.
Dreet dreeet!
Di saat dia melamun memikirkan semuanya ponsel Alluna bergetar dan dia langsung mengangkatnya.
"Hallo? iya ini saya" seketika ekspresi wajah Alluna berubah pucat saat mendengar kabar dari rumah sakit bahwa keadaan Ibu Tesha semakin memburuk.
Alluna berlari secepat mungkin setelah mengetahui kondisi Ibu Tesha semakin buruk."Ibu bertahanlah, aku akan segera sampai."Alluna memperlebar langkah kakinya di bawah terik sinar mentari sampai terlihat basah bagian kening karena keringat."Tunggu aku, Bu" bisiknya dalam hati.Dia terus berlari tanpa menghiraukan orang orang di sekitar yang menghalau jalannnya.Alluna akhirnya sampai di lobi rumah sakit dia langsung menuju ke ruang rawat inap. Dia segera membuka pintu dan masuk dengan nafas terengah engah.Di dalam sana dia melihat sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Ibunya.Alluna masih berusaha mengatur nafasnya bahkan dadanya terasa panas karena harus berlari jauh."Nona, kau harus cepat ambil tindakan, terlambat sedikit saja kita mengoperasinya... maka rumah sakit tidak
"Aku mohon."Suara Alluna yang terdengar bergetar dan serak ketakutan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya, dan saat itu Andrew langsung menginjak pedal gas agar mobilnya semakin melaju dengan kencang.Akhirnya dia sampai di halaman rumah sakit, setelah memakirkan mobilnya, Andrew melangkah keluar dan menuju ke pintu masuk.Andrew selalu berusaha untuk tetap tenang walaupun sebenarnya ada rasa gelisah semanjak dia mendengar suara Alluna mengangis ketika menghubunginya.Pandangannya menyapu setiap ruangan lobi rumah sakit untuk mencari keberadaan Alluna, perempuan itu sedang duduk tertunduk sambil sesekali mengusap air matanya.Saat Andrew melangkah mendekat dia melihat seorang suster mendatanginya dengan sebuah map di tangannya."Nona, anda harus menandatanganinya saat ini Dokter sudah bersiap siap hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Anda, Dokter bilang sudah tak
"Apa Kakakku membuatmu takut??" "Ha?? Mmm, tidak... dia terlihat baik hanya saja ketika tragedi dompet yang tertinggal dan dia tak bisa membayar botol itu sempat membuatku terkejut" Alluna nampak belum terbiasa dengan Bella dan suasana di tempat itu, namun mau bagaimana lagi Alluna harus bisa membiasakan diri karena pasti hidupnya akan berubah setelah memutuskan untuk menerima tawaran Andrew. "Iya, Kah? Aku pikir juga begitu... Kakakku tak pandai bergaul dengan perempuan." "Ya, aku tahu... itulah sebabnya dia Gay... penyuka laki laki, kan?" batin Alluna. Setelah melihat pegawainya pergi Bella menarik kursi agar merapat dan bisa lebih berdekatan dengan Alluna."Karena sekarang kau sudah dekat, eh belum... tapi akan dekat dengan Kakakku kau harus tahu... kalau Kakakku penyuka sesama jenis" Bella berbisik ke telinga Al
Andrew mengajak Alluna menemui seorang ahli yang sering mengurus orang orang yang ingin belajar bagaimana menjadi orang yang bermartabat dan high clash di mata masyarakat. "Tuan Andrew??" sapa seorang laki laki yang terkejut saat melihat kedatangan Andrew bersama seorang perempuan berparas cantik."Nona Elisa sudah memberitahumu kalau aku akan datang?" sikap dingin dengan aura gelap langsung terlihat ketika Andrew berucap. "I.iya Tuan, beliau sedang ada urusan lain dan harus pergi, dia sempat menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menemui Anda" ucap pelatih laki laki itu dengan sopan."Jadi??" keningnya seketika berkerut halus menunggu kelanjutan penjelasan dari pria itu. "Mmm, Saya yang akan mengajarkan kepada Nona???" laki laki itu berucap sembari mengulurkan tangannya m
Selesai makan malam Andrew akhirnya mengantar Alluna ke rumah sakit, mobilnya terlihat berhenti di halaman parkir namun Andrew tak kunjung keluar.Ternyata Alluna tertidur di dalam mobilnya, perempuan itu sangat kelelahan, mulai dari pagi harus kuliah siangnya mengurus toko sendirian dan sorenya dia pergi ke rumah sakit lalu sampai malam dia harus belajar di tempat khusus pelatihan.Tubuh Alluna benar-benar terasa remuk karena beberapa jam yang lalu harus terus menahan berat tubuhnya agar tetap tegak dan tak boleh membungkuk sedikitpun.Andrew hanya diam melihat Alluna tidur di dalam mobil, tak tega rasanya untuk membangunkan Alluna karena terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia benar benar sangat kelelahan.Andrew hanya diam membiarkan Alluna tetap tidur di dalam mobilnya namun saat melihat Alluna usil seperti tak nyaman tidur di kursi, dia pun mulai kebingungan.Ingin mengantar Alluna p
Setelah membuang pecahan gelas, Andrew menyelesaikan apa yang sudah dimulai oleh Alluna.Dia melanjutkan masakan yang belum selesai dengan cara dan kahliannya.Nampak beberapa kali Andrew menghela nafas panjang ketika menoleh ke samping dan menyadari bahwa Alluna berada di sana sedang memperhatikan dirinya.Sikap Alluna sempat membuat Andrew salah tingkah dan merona, namun dia mampu mengendalikannya dengan baik.Masakan telah selesai, Andrew menyajikannya hanya di satu piring untuk Alluna."Makanlah" Andrew meletakkan piring yang sudah dipenuhi makanan di atas meja."Wuaaah... kau bisa memasak? Hebat sekali" Alluna meraih garpu dan mulai mengacak acak makanannya.Ekspresi dan tingkahnya membuat Andrew senang karena ini pertama kali baginya dia memasak untuk orang lain.Andrew berjalan ke sisi lain dan mengambil minuman, kemudian menegugnya perlahan."Aku sempat belajar memas
Mobil Andrew nampak berhenti mendadak di tepi jalan ketika perasaan tak enak bergelayut di dalam hatinya.Mengingat kembali ekspresi Alluna yang tak nyaman ketika berada di tempat itu sesaat ingin membuatnya kembali ke sana.Namun Andrew berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tak ada yang aneh dan perlu dia khawatirkan."Tunggu!!" dia teringat akan koreknya yang tertinggal di meja dekat sofa, kemudian dia mencarinya di setiap saku jas untuk lebih meyakinkan lagi dan ternyata koreknya memang benar benar tak ada.Dia langsung membanting stir mobil dan bergegas kembali menuju ke tempat pelatihan.****************Ada beberapa toilet di ruangan itu, Alluna keluar setelah beberapa saat duduk di salah satu kloset.Di ruangan itu terdapat beberapa wastafel berjejer. Di sana Alluna t
Perasaannya sudah tak karuan lagi, dadanya seketika memanas antara amarah dan kesal bercampur menjadi satu.Andrew membanting pintu mobil dan langsung berlari, dia teringat bahwa malam itu ketika Alluna berlatih dansa ekspresi wajahnya terlihat ketakutan.Dan lagi, tadi pagi sebelum masuk ke dalam tempat itu dia teringat ekspresi Alluna yang sama, sangat ketakutan dan tak nyaman namun Alluna tak mengakuinya jika itu semua karena pelatih laki laki itu."Sial!" umpat Andrew memaki dirinya sendiri yang merasa tak peka dengan Alluna yang sangat tertekan berada di tempat itu.Dia segera pergi menghampiri Alluna diikuti oleh Elisa dari arah belakang. ****************Andrew berlari melewati sebuah ruangan, instingnya membuat tangan Andrew bergerak cepat menyambar sebuah APAR yang terpasang di sa
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al