Setelah membuang pecahan gelas, Andrew menyelesaikan apa yang sudah dimulai oleh Alluna.
Dia melanjutkan masakan yang belum selesai dengan cara dan kahliannya.
Nampak beberapa kali Andrew menghela nafas panjang ketika menoleh ke samping dan menyadari bahwa Alluna berada di sana sedang memperhatikan dirinya.Sikap Alluna sempat membuat Andrew salah tingkah dan merona, namun dia mampu mengendalikannya dengan baik.
Masakan telah selesai, Andrew menyajikannya hanya di satu piring untuk Alluna.
"Makanlah" Andrew meletakkan piring yang sudah dipenuhi makanan di atas meja.
"Wuaaah... kau bisa memasak? Hebat sekali" Alluna meraih garpu dan mulai mengacak acak makanannya.Ekspresi dan tingkahnya membuat Andrew senang karena ini pertama kali baginya dia memasak untuk orang lain.
Andrew berjalan ke sisi lain dan mengambil minuman, kemudian menegugnya perlahan."Aku sempat belajar memasak di luar negeri... tidak terlalu begitu menguasai tekhnik memasak. Tapi aku cukup pintar untuk membuat masakan sederhana" ucapnya merendah untuk terlihat hebat di mata Alluna.
"Sederhana?? wooh... ini sangat istimewa menurutku, baiklah kita akan mencobanya" Alluna mulai mencicipi masakan Andrew, ketika sesuap berhasil masuk ke dalam mulut, lidahnya benar-benar dimanjakan dengan cita rasa yang sangat lezat seperti membuat hatinya berbunga bunga."Oooh, ini... ini sangat lezat. Bagaimana ini... aku tidak tega memakannya lagi."
"Apa apaan kau ini! ekspresimu berlebihan!" Andrew tersanjung merona dan berusaha menahan senyumnya.
Dia mengambil gelas dan menyiapkan air untuk Alluna kemudian melangkah mendekati meja.
"Habiskan makananmu, aku akan bersiap siap setelah ini kita akan pergi ke rumah sakit menjenguk Ibumu dan pergi ke tempat pelatihan" Andrew berucap sembari meletakkan gelas di atas meja.
"Tunggu, kau harus mencoba masakanmu" Alluna beranjak dari kursi dan menghadang Andrew.Laki laki itu terkejut tubuhnya langsung terpaku ketika dengan tiba tiba Alluna berdiri tepat di depan matanya sangat dekat seperti tak ada batas dengan tangan yang terangkat ke atas, memegang garpu yang sudah terdapat makanan di sana."Apa ini?" Andrew kebingungan.
"Aaaa.. buka mulutmu, kau harus makan juga! Ayo, aaa" Alluna membuka mulutnya memberi contoh kepada Andrew layaknya orang tua yang ingin menyuapi seorang anak kecil.Andrew benar-benar dibuat menurut, tanpa perlawanan dia membuka mulutnya dan Alluna pun langsung menyuapinya."Hmm... lezat, kan?" Alluna tersenyum lebar dengan mata berbinar, Andrew yang masih terpaku tak begitu menikmati masakannya sendiri dia justru fokus dengan wajah Alluna yang terlihat sumringah hanya karena masakannya."gadis ini... terlalu mudah untuk membuatnya senang!" Bisiknya dalam hati.
Tersadar bahwa Alluna baru saja menyuapinya Andrew pun berdehem mentralkan perasaannya.Ghm!!"E, aku akan mengganti pakaianku dulu!" Ucap Andrew mengalihkan suasana.
"Eh, kau tidak ingin makan lagi? Aku akan menyuapimu" Alluna tengah siap dengan garpunya."Tidak! Kau saja yang habiskan, setelah ini kau harus ke tempat pelatihan."Sesaat Alluna terpaku diam mendengar Andrew menyebut tempat pelatihan, dia teringat kejadian saat pelatih laki-laki itu mengajarinya berdansa.Melihat perubahan ekspresi wajah Alluna, Andrew pun menatapnya lekat."Ada apa denganmu? kau baik baik saja?"
"Eh?? tidak apa apa... aku hanya memikirkan Ibuku" Alluna sebenarnya merasa resah, namun dia yakin bahwa hari ini akan baik-baik saja."Baiklah, kalau begitu aku akan ke kamar... kau habiskan makananmu" Andrew melangkah menuju pintu, dia sempat terlihat berhenti di sana menatap Alluna dari kejauhan sejenak, setelah itu kembali melangkah menuju ke kamarnya.Alluna meletakkan garpunya kembali ke piring, terdiam sejenak kemudian memejamkan mata menghela nafas panjang. ****************Andrew mengantar Alluna terlebih dulu ke rumah sakit untuk menjenguk Ibunya.Laki-laki itu nampak berdiri bersandar di mobil menunggu Alluna keluar, beberapa kali dia melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya untuk memastikan berapa lama Alluna di dalam sana.
Tak lama kemudian pandangannya teralihkan ke Alluna yang melangkah keluar dari pintu, Andrew langsung bergerak membuka pintu mobil dan mempersilakan Alluna masuk ke dalam."Perhatikan kepalamu" ucapnya sembari melindungi kepala Alluna dengan tangannya.
"Mm, terimakasih" hal yang sangat sepele namun Alluna benar benar dibuat nyaman dan seperti sangat terlindungi saat berada di dekat Andrew.Andrew mengemudikan mobilnya menuju ke tempat pelatihan, nampak sesekali dia melirik ke arah Alluna yang terus diam tak berucap sepatah katapun.Itu bukan hal aneh namun Andrew terus bertanya tanya dalam hati, penasaran.
"Mm, bagaimana keadaan Ibumu?" ucapnya memecah keheningan yang menghiasi kabin mobil."Dia baik, hanya saja belum sadar... Dokter bilang masih ada waktu beberapa jam lagi untuk menunggunya siuman.""Ooh, baguslah"Alluna menoleh kemudian menatap laki-laki itu dari samping."Andrew??"
"Ya, kenapa?""Terimakasih? kau sudah mau membantu Ibuku."Andrew hanya tersenyum dengan pandangan lurus kedepan menatap ke jalan."Kau tidak perlu berterimakasih, itu bagian dari kesepakatan kita dan sudah seharusnya aku melakukan apa yang menjadi kewajiban serta tanggung jawabku"
"Ya, benar... semua yang kau katakan itu benar" Alluna tertunduk, sedikit merasa aneh saat mendengar ucapan Andrew seperti ada rasa kecewa namun Alluna mencoba untuk menyadari semuanya bahwa memang apa yang Andrew lakukan itu semua karena kesepakatan mereka.Walapun sebenarnya Alluna sempat berharap lebih, tapi kemudian dia tak ingin ambil pusing dengan semuanya.
Tiba akhirnya mereka di tempat latihan di mana Alluna semalam berada di sana dengan seorang pelatih laki laki yang menemaninya."Kita sudah sampai, tunggu di sini aku akan membukakan pintunya" Andrew melangkah turun terlebih dulu dan berjalan ke sisi lain membuka pintu mobil untuk Alluna.
Perempuan itu hanya diam, raut wajahnya terlihat sangat murung bahkan ekspresinyaya berubah muram."Ayo" Andrew tengah mengulurkan tangannya, namun senyum yang sempat menghiasi bibir Andrew menghilang perlahan saat melihat Alluna hanya diam tertunduk.
"Alluna??" Andrew berusaha memanggilnya karena Alluna masih diam melamun.
Andrew sempat berfikir kalau ada sesuatu yang Alluna sembunyikan darinya namun dia tak bisa memastikan itu karena Alluna tak menceritakan apapun padanya.
"Alluna??" Suaranya semakin meninggi.
Perempuan itu terkejut dan langsung menoleh."Ha?? oh maaf... aku sedang memikirkan sesuatu."
"Kau terlalu banyak berfikir dari semalam, apa kau lapar lagi?" ucap Andrew berusaha menggodanya untuk membuatnya tersenyum dan hal itu berhasil."Kau sudah membuat perutku kenyang pagi ini, aku tidak akan kelaparan setidaknya sampai nanti siang" Alluna tersenyum kemudian."Ayo, Nona Elisa sudah menunggumu di dalam. Dia yang akan menjadi pelatihmu hari ini. Jadi kau tenang saja" ucapnya seolah tersirat tentang sesuatu, sepertinya Andrew juga paham kalau Alluna tak nyaman dengan pelatih laki-laki itu.Alluna sempat terdiam ragu namun akhirnya dia meraih tangan Andrew dan melangkah keluar dari mobil."Mmm, iya"
****************
Andrew melangkah dengan pasti masuk ke dalam ruangan, berbeda dengan Alluna yang terlihat semakin ragu dan seperti tak nyaman membuat Andrew bertanya tanya dan terkadang melirik ke arahnya untuk memastikan.Andrew ingin berucap namun Elisa terlebih dulu menyapanya.
"Tuan Andrew??" sapa Elisa setelah melihat Andrew baru saja datang."Nona Elisa?" Andrew membalas uluran tangannya.Elisa mengalihkan pandangan ke arah Alluna yang terlihat sedang membuang pandangan ke sekitar seperti sedang mencari sesuatu."Nona??" sapa Elisa, namun Alluna tak menyadarinya.
"Alluna?" panggil Andrew sembari meraih pipinya, mencoba menyadarkan Alluna untuk membalas sapaan Elisa."Mmm, oh maaf... aku Alluna" ucapnya membalas salam dari Elisa."Iya, Saya sudah mendengar tentang Anda dari Tuan Andrew, bisakah Anda ikut dengan Saya sebentar?" Ajaknya dengan sangat sopan.Alluna menoleh ke arah Andrew dan setelah laki-laki itu menganggukkan kepalanya seperti memberi izin, Alluna pun mengikuti langkah Elisa.Andrew duduk di sofa dengan meja di sampingnya mengeluarkan sebuah korek miliknya dan bermaksud untuk merokok namun ketika melihat ac melekat pada salah satu dinding tembok ruangan itu, dia pun mengurungkan niatnya."Tuan Andrew, Saya dan Nona Alluna akan segera memulai sesi latihannya."
"Ok" Andrew beranjak berdiri dari sofa."Aku masih banyak pekerjaan, bisakah kau menghubungiku nanti ketika sudah selesai latihannya?"
"Dengan senang hati, Tuan" Elisa menundukkan kepala memberi hormat.Andrew mengalihkan pandangannya ke Alluna yang berdiri di dalam sana kemudian dia menghampirinya sebelum pergi."Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dulu, nanti setelah selesai aku akan menjemputmu."
"Apa" Alluna terkejut mendengarnya."Tapi."
"Kau tenang saja, di sini ramai dan banyak orang... Nona Elisa pasti akan membantumu" Andrew meraih ujung kepala Alluna dan mengusapnya lembut, sepertinya hal itu menjadi sebuah kebiasana baginya yang akan selalu dia lakukan kepada Alluna."Mmm, baiklah" Alluna merasa berat hati ketika mengetahui Andrew akan pergi tanpa menunggu dirinya latihan hari itu."Kalau begitu, aku pergi... nanti aku akan menjemputmu.""Em" Alluna mangangguk.Andrew melangkah menuju ke pintu di mana Elisa berada di sana."Jaga dia baik baik!" Perintahnya kepada Elisa.Pemilik tempat pelatihan itu sempat melihat kilatan mengerikan di matanya saat Andrew memberinya perintah.
"E.i.iya Tuan Andrew Anda tenang saja, saya pastikan Nona Alluna akan baik baik saja di sini" ucapnya terbata, dengan sedikit tatapan tajam, Andrew mampu membuat Elisa tertekan.
Andrew melangkah keluar dari tempat itu dan segera masuk ke mobil karena perusahaan sedang membutuhkannya di mana rapat akan segera di mulai. ****************Alunan musik klasik menggema di setiap sudut ruangan, memberikan kesan yang sangat kental dan tenang di ruangan itu.Elisa tampak melangkah mendekati Alluna, perempuan itu berjalan dengan sangat elegan layaknya seorang bangsawan membuat Alluna takjub saat memandangnya.Melihat caranya berjalan saja, itu sudah seperti menandakan bahwa dia dari kalangan kelas atas.
"Apakah aku bisa seperti dia saat di pesta nanti?" Gumam Alluna dalam hati."Nona Alluna kita akan mulai sesi pertama, apa ada yang ingin Nona katakan sebelum kita memulainya?" senyum anggun dan menawan itu bahkan mampu menghipnotis Alluna."S.sebentar, mmm... bisakah aku memakai toilet sebelum kita mulai latihan?" Ucapnya gugub."Tentu saja, silakan... Anda bisa memakai toilet khusus yang berada di balik pintu itu" Elisa menggerakkan tangannya menunjuk ke arah di mana toilet itu berada."Ketika Anda berada di toilet perkenankan Saya menyiapkan musik yang lebih indah untuk kita berlatih dansa."
"Mm, silakan" Alluna kemudian melangkah menuju ke pintu yang menghubungkan dirinya dengan toilet khusus. ****************Terlihat seorang memakai sepasang sepatu pantofel berwarna hitam dengan celana senada melangkah dari balik tembok menuju ke pintu di mana Alluna masuk.Laki-laki itu melangkah membuka pintu toilet kemudian menutup dan menguncinya dari dalam.Alluna yang sedang mencuci tangan di wastafel tak menyadari seorang laki-laki tengah masuk ke dalam sana.Setelah selesai mencuci tangan dia mengangkat wajahnya dan betapa terkejutnya dia saat melihat bayangan pelatih laki-laki itu berada di belakangnya.
"Kau?"Mobil Andrew nampak berhenti mendadak di tepi jalan ketika perasaan tak enak bergelayut di dalam hatinya.Mengingat kembali ekspresi Alluna yang tak nyaman ketika berada di tempat itu sesaat ingin membuatnya kembali ke sana.Namun Andrew berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tak ada yang aneh dan perlu dia khawatirkan."Tunggu!!" dia teringat akan koreknya yang tertinggal di meja dekat sofa, kemudian dia mencarinya di setiap saku jas untuk lebih meyakinkan lagi dan ternyata koreknya memang benar benar tak ada.Dia langsung membanting stir mobil dan bergegas kembali menuju ke tempat pelatihan.****************Ada beberapa toilet di ruangan itu, Alluna keluar setelah beberapa saat duduk di salah satu kloset.Di ruangan itu terdapat beberapa wastafel berjejer. Di sana Alluna t
Perasaannya sudah tak karuan lagi, dadanya seketika memanas antara amarah dan kesal bercampur menjadi satu.Andrew membanting pintu mobil dan langsung berlari, dia teringat bahwa malam itu ketika Alluna berlatih dansa ekspresi wajahnya terlihat ketakutan.Dan lagi, tadi pagi sebelum masuk ke dalam tempat itu dia teringat ekspresi Alluna yang sama, sangat ketakutan dan tak nyaman namun Alluna tak mengakuinya jika itu semua karena pelatih laki laki itu."Sial!" umpat Andrew memaki dirinya sendiri yang merasa tak peka dengan Alluna yang sangat tertekan berada di tempat itu.Dia segera pergi menghampiri Alluna diikuti oleh Elisa dari arah belakang. ****************Andrew berlari melewati sebuah ruangan, instingnya membuat tangan Andrew bergerak cepat menyambar sebuah APAR yang terpasang di sa
Sepanjang jalan menuju ke mobil, Alluna meringkuk dalam dekapan Andrew, tubuhnya bergetar rambut serta pakaian yang dikenakannya nampak kusut dan berantakan.Dekapan Andrew mampu mmebuatnya nyaman dan tenang.Andrew bisa melihat guratan ketakutan yang teramat di wajahnya, dia kemudian meletakkan tubuh Alluna di kursi dengan perlahan lalu membantunya memasang sabuk pengaman.Setengah tubuhnya masih membungkuk di dalam mobil menatap wajah Alluna yang terus melamun. Ada rasa penyesalan karena sudah meninggalkan perempuan itu sendirian di dalam sana dan lebih memilih untuk pergi bekerja.Tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika Andrew tak datang kembali untuk mengambil koreknya saat itu.Tangannya bergerak meraih pipi Alluna, mengusap pipinya yang basah dengan ibu jarinya kemudian berucap dengan lirih.“Kau sudah aman” melihat kondisi Alluna, Andrew merasa han
“Tidak, aku akan membantumu mengobatinya” Andrew mengusapkan kapas yang telah diberi alkohol ke leher Alluna.“Kau bisa mengangkat dagumu sedikit?” perintahnya ketika merasa kesulitan saat ingin membersihkan luka di bagian lehernya.“E, umm” Alluna mengangguk perlahan.Andrew mendorong tubuhnya maju agar lebih dekat, karena merasa posisinya tak nyaman dia pun menarik pengait di samping kursi dan membuat kursi Alluna bergerak ke belakang.“Eh!!” Alluna pun terkejut saat di mana tubuhnya terbaring di atas kursi yang terdorong ke belakang, bersamaan dengan itu tubuh Andrew ikut mendekat.Melihat Alluna terkejut Andrew pun langsung berucap.“Tenang aku hanya ingin membuatmu nyaman.”Alluna terbaring dengan dagu sedikit terangkat agar mempermudahkan Andrew ketika mengobati lukanya. Dia melakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati.“Sakit?” tanya Andrew ketika members
“Jadi kau belum memberi tahu kepada Tad kalau akulah perempuan yang akan pergi menemanimu ke pesta besok malam?” Alluna meraih cangkir berisi coffe latte miliknya, mencercap sedikit kemudian mengembalikannya ke tempat semula.“Hmm!” Andrew hanya menganggukkan kepala sementara tangannya sibuk memainkan ponsel. Mereka berdua sedang menikmati kopi sembari duduk di bangku yang sudah tersedia sementara Tad sedang berada di toilet umum.Andrew menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas kemudian menatap ke arah Alluna, lumayan lama dia mentapnya lekat sampai-sampai Alluna dibuat salah tingkah dengannya.Ghm!!Alluna berdehem mencoba mentralkan perasaannya sembari membuang pandangan kearah lain mencoba untuk menghindari tatapan matanya.“Terimakasih” ucapnya seketika mengalihkan suasana.“Untuk?” jawabnya tampa mengalihkan pan
"Andrew? Kau... masih di sini?" Alluna tak menyangka kalau Andrew akan menunggu dirinya di sana.Laki laki itu menoleh memperhatikan Alluna yang sedang berjalan mendekat, kemudian beranjak berdiri.“Bagaimana keadaan Ibumu?”“Emmm, dia baik baik saja... kau kenapa masih ada di sini?” sebenarnya Alluna sangat senang ketika melihat Andrew masih menunggu dirinya, tapi bagaimanapun juga dia berusaha untuk mengendalikan perasaannya.“Menunggumu, kau bilang akan kembali ke toko jadi aku menunggu untuk mengantarmu ke toko setelah ini.”“Tapi, apakah tidak apa apa?” ucapnya gugub.“Apa maksudmu?”“Apa kau tidak repot?” mereka berbincang sembari melangkah menuju ke mobil.“Tidak, semenjak kau memutuskan untuk menerima tawaranku aku putuskan bahwa kau adalah tanggung jawabku terlepas dari kau adalah asetku yang berharga saat ini untuk membuat
“Hallo?” sahut seseorang diseberang sana. Andrew yang masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian pinggang kebawahnya terpaku saat mendengar suara seorang laki-laki yang telah menjawab panggilannya. Itu membuat Andrew mengambil kesimpulan bahwa Alluna telah ceroboh meletakkaan ponselnya sembarangan. “Dasar perempuan ini! Kenapa selalu membuatku khawatir!” batinnya. “Siapa Kau?!” Andrew sebenarnya sudah tahu suara siapa yang sedang di dengarnya saat itu, namun untuk lebih meyakinkannya lagi, dia melontarkan pertanyaan yang kemudian dijawab dengan santai oleh seorang laki-laki dari seberang sana. “Kau bisa memanggilku, Nathan!” Deg! Dugaannya benar seketika ada rasa aneh yang tiba-tiba muncul di dadanya seperti kesal dan ingin marah tapi Andrew tak tahu bagaimana harus melampiaskannya. Karena jikalaupun dia marah, marah untuk apa dan siapa? Terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya. Andrew menarik naf
“Hallo, Kak! Aku sudah menyiapkan jas dan gaun untuk kalian berdua. Kapan kau akan mengajak Alluna ke boutiq, aku juga membutuhkan waktu untuk merubah penampilannya” Bella menghubungi Kakaknya untuk memperingatkan kalau harus segera pergi ke boutiq untuk bersiap-siap pergi ke pesta nanti malam.Andrew yang nampak sibuk dengan pekerjaannya terlihat memejamkan mata sembari memijat kecil keningnya.“Setelah pekerjaanku selesai aku akan menjemputnya.”“Jangan terlalu sore, aku membutuhkan waktu lama untuk membuatnya terlihat cantik!”“Hmm! Iya!” jawabnya tanpa ada perlawanan yang biasanya Andrew lakukan hingga ada pertengkaran kecil ketika Bella menghubunginya.“Kak, kau baik baik saja? Suaramu terdengar lesu sekali?”Andrew menghela nafas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi.“Aku hanya lelah karena pekerjaanku!”“B
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al