Home / Romansa / Is Beating / 15 Tak Berdaya

Share

15 Tak Berdaya

Author: Ratu sambi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mobil Andrew nampak berhenti mendadak di tepi jalan ketika perasaan tak enak bergelayut di dalam hatinya.

Mengingat kembali ekspresi Alluna yang tak nyaman ketika berada di tempat itu sesaat ingin membuatnya kembali ke sana.

Namun Andrew berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa tak ada yang aneh dan perlu dia khawatirkan.

"Tunggu!!" dia teringat akan koreknya yang tertinggal di meja dekat sofa, kemudian dia mencarinya di setiap saku jas untuk lebih meyakinkan lagi dan ternyata koreknya memang benar benar tak ada.

Dia langsung membanting stir mobil dan bergegas kembali menuju ke tempat pelatihan.

****************

Ada beberapa toilet di ruangan itu, Alluna keluar setelah beberapa saat duduk di salah satu kloset.

Di ruangan itu terdapat beberapa wastafel berjejer. Di sana Alluna tak langsung keluar, dia menyalan keran dan mencuci tangannya.

Alluna nampak menghela nafas panjang seperti sedang ingin membuat dirinya merasa tenang walaupun sebenarnya sangat gelisah.

Tangannya bergerak menutup kerannya kemudian mengalihkan pandangan ke cermin yang berada tepat di depannya. Betapa terkejutnya Alluna saat melihat bayangan pelatih laki-laki itu sudah berada di sana.

"Kau!" Ucapnya, bersamaan dengan tubuh yang memutar cepat seperti waspada.

Bola matanya bergerak perlahan ke pintu yang sudah tertutup.

"Kau! apa yang sedang kau lakukan di sini?" Alluna berusaha keras untuk tetap tenang walaupun setengah mati dia menahan agar tak menampakkan ekspresi ketakutan di depan laki laki itu.

"Kenapa? Kau seperti ketakutan padaku? bahkan aku sama sekali tak melukaimu" kakinya bergerak melangkah, maju perlahan semakin mendekati Alluna.

"Permisi!! Apa ada orang di luar?!" Alluna mengeraskan suaranya namun di balas tawa oleh pelatih itu.

Hahahaha....

"Kau berani berteriak?"

Clik!

Pelatih itu mengeluarkan sebuah pisau kecil yang dia sembunyikan di balik jas hitam yang dia kenakan.

"Tunggu! apa yang ingin kau lakulan?" suaranya mulai bergetar, Alluna tak bisa menyembunyikan rasa ketakutannya. Dia melangkah ke belakang hingga terpaku tak bisa bergerak lagi karena wastafel di belakangnya.

"Jangan mendekat!!" teriaknya.

"Kau berani mengraskan suarmu di depanku?"

"Ada apa denganmu??!!" sahut Alluna.

"Kita bahkan tidak saling mengenal tapi kau berani berbuat seperti ini padaku?"

"Tapi kita pernah bertemu malam itu!"

Dengan cepat Alluna berusaha menghindar dia menuju ke pintu namun pelatih itu telah berhasil menghentikannya dengan bergerak cepat menghadang jalan Alluna.

Dadanya berdebar semakin kencang, hal yang sebelumnya tak pernah terjadi dalam hidupnya kini sedang menimpanya.

Alluna tak bisa bergerak dia merapatkan tubuh ke sudut ruangan, dia semakin terpojok saat pelatih itu semakin mendekat dengan pisau kecil di tangannya yang di gunakan untuk mengancam.

Mereka kini telah berhadap-hadapan dengan jarak terbilang sangat dekat. Alluna menelan ludahnya dengan susah payah.

"Apa yang kau inginkan" Alluna tak bisa menutupi ketakutannya.

"Kita akan menyelesaikan apa yang kita mulai semalam."

"Kita?" sahut Alluna cepat, matanya telah memerah berkaca keningnya basah karena keringat dingin.

"Aku bahkan tak melakukan apapun malam itu!!"

Hahahahaha....

Lagi-lagi dia tertawa membuat Alluna merinding, pikirannya sangat kacau dia bahkan ingat telah meninggalkan ponselnya di dalam tas.

Alluna mengutuk dirinya karena telah berbuat ceroboh harusnya dia selalu waspada ketika merasa ada seseorang yang membuatnya tak nyaman di tempat itu.

"Ya, aku yang melakukannya... aku menggesekkan milikku ke tubuhmu tapi kau terlihat menikmatinya malam itu" dengan cepat pelatih merapatkan tubuhnya ke Alluna menekan di bagian sensitifnya yang ternyata sudah menegang sejak dari pertama dia masuk ke toilet, hanya dengan melihat kaki jenjang Alluna saja sudah mempu menggugah gairahnya.

"Jangan naif, Nona... kau pun menyukainya!" matanya membulat dengan salah satu tangannya berhasil mencengkeram kedua tangan Alluna kuat dan memakunya di tembok tepat di atas kepalanya.

Sementara satunya lagi tengah memegang pisau yang dia arahkan ke wajah Alluna.

"Tidak!! Itu sangat menjijikkan! Apa kau tidak bisa melihat bahwa aku risih saat kau mencoba menekan tubuhku seperti ini?" Alluna memperlihatkan ekspresi wajah tak suka dengan pandangan meremehkan.

Tak ingin berlama-lama lagi menahannya, pelatih itu langsung merobek gaun di bagian lengannya dengan memakai pisau yang sengaja dia selipkan masuk ke dalam antara lengan dan pakaian yang dikenakan Alluna hingga menyentuh kulitnya.

Sreeekkk!!!

Salah satu lengannya telah sobek hingga terlihat sampai ke bagian bahunya.

Setelah itu dia memasukkan kembali pisau ke belahan dadanya membuat Alluna semakin bergetar ketakutan.

"Hentikan!!" Geramnya, Alluna bisa merasakan dingin dari pisau yang masuk ke dalam sana.

Keringat yang membasahi kening Alluna mulai terlihat menetes melewati pelipis dan hal yang tak terduga sekaligus membuatnya terkejut, adalah pelatih itu justru mengecup di bagian keringatnya yang tengah mengalir.

"Aroma ini" pelatih itu mengisap sepuasnya aroma tubuh Alluna hingga memenuhi rongga dadanya.

"Bahkan keringatmu sangat wangi"

"Kau sudah gila!" Geram Alluna.

"Kenapa?? aku pikir aku sedang bermain main? Tidak! Tubuhmu sudah membuatku gila sepanjang malam hingga membuatku tak bisa tidur. Kita akan saling memberi kenikmatan jadi, aku pikir kita bisa bekerja sama... aku rasa kau juga mendapatkannya dari Tuan Andrew lalu apa salahnya sekarang kau melayaniku!"

"Apa maksudmu!!" Alluna sangat ketakutan namun dia tetap berusaha untuk berani melawannya walaupun sadar kekuatannya tak sekuat laki laki itu.

Sekilas senyum yang mewarnai bibir pelatih itu terlihat menghilang perlahan dan berganti dengan tatapan tajam nan mengerikan.

"Kau pikir aku bodoh!! kau pasti sudah mempersilakan Tuan Andrew menikmati tubuhmu... jadi apa salahnya sekarang kau biarkan aku juga menikmatinya" ekspresi wajahnya teelihat mengerikan, seperti psicopath yang sedang menahan amarahnya.

Dadanya terasa sesak seperti sedang berada di roller coaster dengan 2 kemungkinan, antara tak bernyawa lagi ketika dia melawannya atau akan tetap hidup dengan tubuh yang sudah terkoyak karena telah dinikmati pelatih itu.

"Jangan! aku mohon... hentikan!!" Suara Alluna melemah, matanya yang berkaca telah banjir hingga airnya menetes membasahi pipi.

Dia tak meronta menangis, hanya tetap tenang berusaha untuk tak terlihat lemah namun kenyataannya dia benar benar tak berdaya.

"Andrew" gumamnya, air mata kembali menetes saat dia memejamkan matanya.

"Apa?? Kau bilang apa?" matanya membulat penuh ketika mendengar Alluna menyebut nama laki-laki itu.

Alluna kembali membuka matanya penuh kemudian berucap dengan penuh keyakinan.

"Ya! Andrew akan datang dan menghajarmu habis habisan!"

Hahahahaha...

"Dia bahkan sudah pergi meninggalkan tempat ini, kau pikir aku bodoh? aku sudah memastikannya sebelum menemuimu kemari dan mengawasimu dari kejauhan setelah kau datang dengannya. Aku hanya diam di sudut ruangan menunggu waktu yang tepat untuk menemuimu... dan sekarang waktu yang tepat untuk membuatmu, memberikan apa yang aku inginkan!"

Tangannya bergerak menarik pisau yang sejak dari tadi berada di belahan dadanya, dengan sengaja membuat gaun Alluna di bagian pertengahan dadanya terbelah hingga menampakkan bagian belahan sekaligus memperlihatkan kulit mulus dan kemontokan dada Alluna yang membuatnya semakin menggila.

Selama itu dia di dalam toilet dan tak ada seorang yang mencoba masuk ke dalam meskipun pintunya di kunci, Alluna benar-benar sudah pasrah entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya nanti, tapi nyatanya di detik detik akhir dia masih berharap Andrew akan datang dan menyelamatkannya.

"Malam itu... harusnya aku mengatakan pada Andrew kalau laki laki ini memang berbuat senonoh dengan tubuhku... sehingga dia tak akan membawaku datang ke tempat ini lagi" rintihnya dalam hati.

Penyesalan Alluna karena tak jujur dengan Andrew, jika saja dia tak menyembunyikan apapun yang terjadi padanya mungkin hal itu tak akan membuatnya dalam kesulitan.

Alluna hanya diam dan menyebut nama Andrew di dalam hatinya ketika pelatih itu tengah menikmati tubuhnya.

Dia mengecup setiap kulit Alluna di bagian leher dan tubuh lainnya yang tak terbungkus kain. Dia sama sekali tak melawan karena mata pisau itu kini tepat berada di lehernya bahkan ujungnya sempat menusuk ke sana membuat lehernya terluka dan sedikit berdarah saat laki-laki itu tengah sibuk dengan nafsunya.

Sedikit saja Alluna melawan makan pelatih itu akan sangat mudah menekan pisau dengan begitu pisau sepenuhnya akan masuk ke dalam lehernya.

Tidak! Alluna tidak mungkin membiarkan Ibu Tesha hidup sendirian.

"Mungkin aku bodoh, tapi biarkan aku memilih untuk tetap bertahab hidup dengan caraku!" Ucapnya dalam hati.

****************

"Selamat datang datang, Tuan Andrew?" sapa seorang perempuan menundukkan kepala ketika melihat laki-laki itu menerobos masuk ke dalam setelah tergesa-gesa keluar dari mobil.

Dia bahkan tak menghiraukan sapaannya dan terus melangkah masuk menuju ke meja.

Pandangannya sempat menyelidik ke sekitar mencari keberadaan Alluna namun saat dia tak mendapati perempuan itu di sana, Andrew mengalihkan pandangan ke meja di mana koreknya masih berada di tempat semula.

"Oh Tuan Andrew?" sapa Nona Elisa yang baru saja keluar dari sebuah ruangan dengan membawa piringan hitam di tangannya.

Dia melangkah menuju sebuah meja meletakkan piringan hitam itu kemudian berganti menghampiri Andrew.

"Anda kembali lagi? mmm apa ada sesuatu yang bisa Saya bantu?" tambah Elisa, sesaat dia sempat melihat sekitar untuk memastikan apa yang sebenarnya membuat Andrew kembali ke sana.

"Tidak, aku hanya mengambil korekku yang tertinggal" Andrew memamerkan korek di tangannya lalu menyimpan kembali ke dalam saku jas.

Senyum tipis terulas di bibir Nona Elisa kemudian dengan sangat sopan dia berucap.

"Baiklah Tuan, jika berkenan Saya akan mengantar Anda ke depan" Elisa berucap sembari menpersilakan Andrew melangkah terlebih dulu.

Tak keberatan, Andrew pun menganggukkan kepalanya. mereka beriringan menuju ke pintu luar.

Merasa ada yang mengganggu pikirannya, Andrew kemudian menghentikan langkah kakinya.

"Di mana Alluna?" ucapnya kemudian.

"Owh, Nona Alluna sedang berada di toilet."

"Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu."

"Iya Tuan Andrew, hati-hati di jalan" Elisa sempat berfikir bahwa Alluna terlalu lama menghabiskan waktunya di dalam toilet.

"Oh ya, apa ini termasuk hal yang wajar, aku baru ingat kalau Nona Alluna menghabiskan waktunya terlalu di dalam toilet" gumam Elisa.

"Apa kau bilang?" Andrew sempat membuka pintu mobil namun sesaat dia terdiam setelah mendengar gumamman Elisa.

"Emm, bukan apa apa Tuan, itu... hanya saja Nona Alluna terlalu lama berada di toilet bahkan sampai sekarang dia belum juga keluar."

Andrew masih diam, dia berfikit kalau Alluna sedang mencoba mencari waktu mengendalikan rasa gugupnya di dalam sana.

"Kau lihat tadi?"

"Apa?"

Andrew mengalihkan pandangannya saat mendengar percakapan dua orang pegawai yang sedang lewat di belakangnya.

"Apa aku yang salah lihat ya, tapi aku rasa tidak... sepertinya pelatih Go yang baru datang dari Korea itu masuk ke dalam toilet perempuan."

"Astagaa kau sepertinya rabun, mana mungkin dia masuk ke toilet perempuan!"

"Iish aku serius dan ketika aku membuka pintu untuk melihat apa yang dia lakukan aku mendapati pintu itu sengaja dikunci dari dalam!"

Seketika mata Elisa membulat terkejut setelah mendengar percakapan 2 orang pegawainya.

Kini pandangannya tertuju ke Andrew. Laki-laki itu tengah terdiam dengan tangan mengepal kuat hingga terlihat putih di setiap ruas jarinya menahan amarah.

"Tuan Andrew?"

Related chapters

  • Is Beating   16 Konsekuensi Karena Menyentuh Perempuanku

    Perasaannya sudah tak karuan lagi, dadanya seketika memanas antara amarah dan kesal bercampur menjadi satu.Andrew membanting pintu mobil dan langsung berlari, dia teringat bahwa malam itu ketika Alluna berlatih dansa ekspresi wajahnya terlihat ketakutan.Dan lagi, tadi pagi sebelum masuk ke dalam tempat itu dia teringat ekspresi Alluna yang sama, sangat ketakutan dan tak nyaman namun Alluna tak mengakuinya jika itu semua karena pelatih laki laki itu."Sial!" umpat Andrew memaki dirinya sendiri yang merasa tak peka dengan Alluna yang sangat tertekan berada di tempat itu.Dia segera pergi menghampiri Alluna diikuti oleh Elisa dari arah belakang. ****************Andrew berlari melewati sebuah ruangan, instingnya membuat tangan Andrew bergerak cepat menyambar sebuah APAR yang terpasang di sa

  • Is Beating   17 Teman?

    Sepanjang jalan menuju ke mobil, Alluna meringkuk dalam dekapan Andrew, tubuhnya bergetar rambut serta pakaian yang dikenakannya nampak kusut dan berantakan.Dekapan Andrew mampu mmebuatnya nyaman dan tenang.Andrew bisa melihat guratan ketakutan yang teramat di wajahnya, dia kemudian meletakkan tubuh Alluna di kursi dengan perlahan lalu membantunya memasang sabuk pengaman.Setengah tubuhnya masih membungkuk di dalam mobil menatap wajah Alluna yang terus melamun. Ada rasa penyesalan karena sudah meninggalkan perempuan itu sendirian di dalam sana dan lebih memilih untuk pergi bekerja.Tak bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika Andrew tak datang kembali untuk mengambil koreknya saat itu.Tangannya bergerak meraih pipi Alluna, mengusap pipinya yang basah dengan ibu jarinya kemudian berucap dengan lirih.“Kau sudah aman” melihat kondisi Alluna, Andrew merasa han

  • Is Beating   18 Teman SMA

    “Tidak, aku akan membantumu mengobatinya” Andrew mengusapkan kapas yang telah diberi alkohol ke leher Alluna.“Kau bisa mengangkat dagumu sedikit?” perintahnya ketika merasa kesulitan saat ingin membersihkan luka di bagian lehernya.“E, umm” Alluna mengangguk perlahan.Andrew mendorong tubuhnya maju agar lebih dekat, karena merasa posisinya tak nyaman dia pun menarik pengait di samping kursi dan membuat kursi Alluna bergerak ke belakang.“Eh!!” Alluna pun terkejut saat di mana tubuhnya terbaring di atas kursi yang terdorong ke belakang, bersamaan dengan itu tubuh Andrew ikut mendekat.Melihat Alluna terkejut Andrew pun langsung berucap.“Tenang aku hanya ingin membuatmu nyaman.”Alluna terbaring dengan dagu sedikit terangkat agar mempermudahkan Andrew ketika mengobati lukanya. Dia melakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati.“Sakit?” tanya Andrew ketika members

  • Is Beating   19 Ponsel Baru Untuk Alluna

    “Jadi kau belum memberi tahu kepada Tad kalau akulah perempuan yang akan pergi menemanimu ke pesta besok malam?” Alluna meraih cangkir berisi coffe latte miliknya, mencercap sedikit kemudian mengembalikannya ke tempat semula.“Hmm!” Andrew hanya menganggukkan kepala sementara tangannya sibuk memainkan ponsel. Mereka berdua sedang menikmati kopi sembari duduk di bangku yang sudah tersedia sementara Tad sedang berada di toilet umum.Andrew menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas kemudian menatap ke arah Alluna, lumayan lama dia mentapnya lekat sampai-sampai Alluna dibuat salah tingkah dengannya.Ghm!!Alluna berdehem mencoba mentralkan perasaannya sembari membuang pandangan kearah lain mencoba untuk menghindari tatapan matanya.“Terimakasih” ucapnya seketika mengalihkan suasana.“Untuk?” jawabnya tampa mengalihkan pan

  • Is Beating   20 Suara Laki-laki

    "Andrew? Kau... masih di sini?" Alluna tak menyangka kalau Andrew akan menunggu dirinya di sana.Laki laki itu menoleh memperhatikan Alluna yang sedang berjalan mendekat, kemudian beranjak berdiri.“Bagaimana keadaan Ibumu?”“Emmm, dia baik baik saja... kau kenapa masih ada di sini?” sebenarnya Alluna sangat senang ketika melihat Andrew masih menunggu dirinya, tapi bagaimanapun juga dia berusaha untuk mengendalikan perasaannya.“Menunggumu, kau bilang akan kembali ke toko jadi aku menunggu untuk mengantarmu ke toko setelah ini.”“Tapi, apakah tidak apa apa?” ucapnya gugub.“Apa maksudmu?”“Apa kau tidak repot?” mereka berbincang sembari melangkah menuju ke mobil.“Tidak, semenjak kau memutuskan untuk menerima tawaranku aku putuskan bahwa kau adalah tanggung jawabku terlepas dari kau adalah asetku yang berharga saat ini untuk membuat

  • Is Beating   21 Khawatir

    “Hallo?” sahut seseorang diseberang sana. Andrew yang masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian pinggang kebawahnya terpaku saat mendengar suara seorang laki-laki yang telah menjawab panggilannya. Itu membuat Andrew mengambil kesimpulan bahwa Alluna telah ceroboh meletakkaan ponselnya sembarangan. “Dasar perempuan ini! Kenapa selalu membuatku khawatir!” batinnya. “Siapa Kau?!” Andrew sebenarnya sudah tahu suara siapa yang sedang di dengarnya saat itu, namun untuk lebih meyakinkannya lagi, dia melontarkan pertanyaan yang kemudian dijawab dengan santai oleh seorang laki-laki dari seberang sana. “Kau bisa memanggilku, Nathan!” Deg! Dugaannya benar seketika ada rasa aneh yang tiba-tiba muncul di dadanya seperti kesal dan ingin marah tapi Andrew tak tahu bagaimana harus melampiaskannya. Karena jikalaupun dia marah, marah untuk apa dan siapa? Terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya. Andrew menarik naf

  • Is Beating   22 Membantu Memakaikan Sepatu

    “Hallo, Kak! Aku sudah menyiapkan jas dan gaun untuk kalian berdua. Kapan kau akan mengajak Alluna ke boutiq, aku juga membutuhkan waktu untuk merubah penampilannya” Bella menghubungi Kakaknya untuk memperingatkan kalau harus segera pergi ke boutiq untuk bersiap-siap pergi ke pesta nanti malam.Andrew yang nampak sibuk dengan pekerjaannya terlihat memejamkan mata sembari memijat kecil keningnya.“Setelah pekerjaanku selesai aku akan menjemputnya.”“Jangan terlalu sore, aku membutuhkan waktu lama untuk membuatnya terlihat cantik!”“Hmm! Iya!” jawabnya tanpa ada perlawanan yang biasanya Andrew lakukan hingga ada pertengkaran kecil ketika Bella menghubunginya.“Kak, kau baik baik saja? Suaramu terdengar lesu sekali?”Andrew menghela nafas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi.“Aku hanya lelah karena pekerjaanku!”“B

  • Is Beating   23 Calon Istri

    Alluna masih terus memandanginya, menatap laki-laki yang tunduk di hadapannya dengan sepasang sepatu di tangan. Dadanya seketika terasa hangat, pipinya terlihat merona. “Aku bisa memakainya sendiri” dia merasa tak enak hati karena Andrew harus menyentuh kakinya. “Tidak” sahutnya lembut, Andrew mengangkat wajahnya menatap Alluna yang jauh lebih tinggi.“Aku yang akan membantumu memakaikan sepatunya” imbuhnya.Alluna semakin canggung ketika Andrew mengangkat satu kakinya, kemudian membersihkan telapaknya terlebih dulu dengan tangan sebelum memakaikan sepatu hils itu.Kakinya kotor dan Alluna belum sempat mencucinya namun melihat Andrew tak jijik sama sekali saat membersihkan telapak kakinya membuat Alluna tersentuh. “Tanganmu bisa kotor karena menyentuh kakiku?” “Hmm, tidak apa-apa aku bisa mencucinya nanti” Andrew tersenyum kemudian melakukan hal yang sama pada kaki Alluna yang satunya lagi, dia membersihkan tel

Latest chapter

  • Is Beating   86 Final

    “Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan

  • Is Beating   85 Menghapus Bekas Lelaki Lain

    “Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka

  • Is Beating   84 Tamu Tak Diundang

    Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.

  • Is Beating   83 Permintaan Yang Mengejutkan Dari Alluna

    Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek

  • Is Beating   82 Menikahlah Denganku

    Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil

  • Is Beating   81 Restu Dari Tuan James

    Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola

  • Is Beating   80 Membaik

    Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men

  • Is Beating   79 Pembohong!

    "Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela

  • Is Beating   78 Makan Malam

    Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al

DMCA.com Protection Status